Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Cerita Pengusaha Terpukul karena Dumping Keramik Impor dari Cina: 60 Persen Kapasitas Produksi Tak Terserap

Asaki menyebut impor keramik tak perlu dilakukan karena produsen di Indonesia mampu penuhi permintaan akan keramik di dalam negeri.

16 Juli 2024 | 16.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengklaim produsen keramik di Indonesia mampu memenuhi seluruh permintaan pasar dalam negeri. "Bahkan dari segi volume produksi dan jenis keramik yang diimpor dari Cina, semuanya bisa dipenuhi produsen dalam negeri," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun karena saat ini terjadi banjir keramik impor dengan harga sangat rendah dari Cina, Edy mengaku kapasitas produksi keramik nasional kini jadi tidak terserap. Dalam catatannya, akibat praktik dumping produk impor, kapasitas produksi dalam negeri tidak terserap kini mencapai 60 persen atau sekitar 80-90 juta meter kubik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, menurut Edy, kebutuhan keramik di dalam negeri sebetulnya sudah dapat dipenuhi dari produksi lokal. Artinya, impor keramik dari Cina sebenarnya tidak perlu dilakukan. Kalaupun harus impor, ia menilai, pemerintah harus tegas menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk melindungi produsen dalam negeri.

Edy menyatakan, saat ini kapasitas produksi keramik di dalam negeri tidak terserap oleh pasar karena praktik dumping keramik impor asal Cina. Berdasarkan catatan Asaki, praktik dumping keramik impor Cina telah menyebabkan defisit sebesar US$ 1,5 miliar sepanjang 2019 hingga 2023. 

"Ini sangat disayangkan terjadi defisit sebesar itu karena impor keramik yang tidak perlu dan bisa merugikan pemerintah dan sektor industri keramik," kata Edy.

Lebih jauh, Edy menduga ada pihak yang tidak menginginkan kemandirian industri keramik dalam negeri. Menurut dia, dengan kemandirian industri keramik tanpa ada kebijakan impor, hal itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Oleh sebab itu, ia mendukung penuh rencana pemerintah menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas keramik impor. Kebijakan itu juga dinilai sudah sesuai dengan aturan World Trade Organization (WTO). 

Selain Indonesia, kata Edy, sejumlah negara juga telah menerapkan kebijakan antidumping terhadap keramik asal Cina dan tidak mengalami kendala di WTO, atau digugat oleh Cina.

"Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara di Timur Tengah telah menerapkan kebijakan antidumping keramik asal Tiongkok ternyata sampai sekarang tidak ada keberatan maupun tuntutan balik oleh Cina ke WTO. Karena praktik dumping tersebut dapat dibuktikan," kata Edy.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus