PABRIK-PABRIK tekstil jointventure Djepang sudah tjukup banjak
disini. Bahkan untuk sementara waktu sudah dipandang djenuh
untuk melajani pasaran Indonesia. Menurut pedagang Lie di Pasar
Pagi, baik jang joint-venture maupun jang non pribumi dan
pribumi banjak sudah jang memprodusir tetoron dan kain tetrex.
Anehnja, disamping hiruk-pikuk perdagangan tekstil dalam negeri,
arus tekstil jang masuk tidak legal dari luar negeri tetap
tangguh sampai kini. Dari negara mana sadja ribuan collie
tekstil itu bisa menjelusup kemari? Djawab: Mana lagi kalau
bukan Hongkong dan Singapura. Namun pangkal alirannja tidak lah
bermula disitu. Dari seorang jang kasarnja bisa disebut
"penjelundup" atau menurut istilah GINSI lebih di kenal dengan
importir tidak resmi, TEMPO berhasil memperoleh gambaran mengapa
tekstil luar negeri dapat memukul mundur pasaran disini:
Dumping. Produksi tekstil di Djepang sudah lama mentjapai
tingkat gemah-ripah. Pasaran dalam negeri sudah tidak sanggup
menampung djutaan yard tekstil jang keluar dari produksi
mesin-mesin modern disana. Maka tidak ada djalan lain ketjuali
melempar keberbagai pendjuru dunia. Mulai dari Australia sampai
ke Amerika orang bisa membeli tekstil buatan negara Sakura.
Begitu terhamburnja ekspor tekstil Djepang hingga Indonesia
tidak terketjuali merupakan sasaran utama. Djepang mau tidak mau
harus melakukan politik dumping.
Bagi pedagang-pedagang di Singapura, keadaan ini merupakan kabar
baik. Djepang sendiri tidak banjak mengekspor langsung ke
Indonesia, tapi lebih suka untuk melempar tekstilnja liwat
Singapura. Untuk menampung tekstil Djepang, sekumpulan
pedagang-pedagang Singapura telah membentuk sindikat jang tjukup
kuat. Dibawah pimpinan seorang agen utama, keturunan Bombay
India, sindikat itu kabarnja berpusat di daerah High Street.
Sedihnja, sindikat itu tidak langsung memasukkan tekstil itu ke
Indonesia. Tapi biasanja mereka menjimpan sampai setahun dalam
gudang-gudang mereka. Maka tidak heran kalau toko-toko di Pasar
Baru sering mendjual tekstil Djepang jang sudah setahun
terlambat.
Kemayoran. Dari Singapura, tekstil Djepang itu tidak perlu
sulit-sulit diangkut liwat laut. Dizaman modern ini angkutan
udara lebih njaman untuk digunakam Sindikat di fligh Street itu
biasanja lebih suka mentjarter pesawat terbang untuk meng-angkut
barangnja sampai di Kemayoran. Pesawat tjarteran jang biasanja
digunakan antara lain milik Saber Airlines, Singapura. Djuga
pesawat-pesawat dari PN Aereal Survey di Indonesia dimanfaatkan
untuk mengangkut tekstil. Ini sudah berdjalan dua tahun, dan
pentjarteran pesawat udara seperti itu bukannja tanpa se-izin
Pemerintah disini. Disamping Kemayoran, tekstil-tekstil jang
masuk liwat Singapura itu tidak djarang singgah dipelabuhan
udara Ngurah Rai di Den Pasar.
Sesungguhnja prosedur jang di tempuh sindikat tekstili-High
Street itu bukan tidak melalui pintu-pintu resmi. Mereka
mengimpor tekstil dari Djepang,menjimpan digudang-gudang
Singapura, lalu membawa tekstilnja20keluar dengan membajar bea.
Bagi Pemerintah Singapura, ini berarti keuntungan jang tidak
sedikit. Karena penjelundupan administratip seperti sering
terdjadi di Indonesia sulit di lakukan dinegaranja Lee Kuan Yew.
Dokumen. Riwajat penjelundupan dokumen itu sesungguhnja dimulai
ketika pesawat-pesawat tjarteran mendarat di Kemayoran.
Tjara-tjaranja klasik sekali. Check-price jang semestinja
dibajar diturunkan djauh lebih rendah, dilakukan pula manipulasi
tentang kwalitas dan djumlah barang dan sebagainja lagi.
Fasilitas jang diperoleh PMA kadang-kadang djuga disalahgunakan.
Pembebasan padjak jang seharusnja terbatas pada bahan baku dan
bahan penolong industri biasanja merembet sampai kepada
kebutuhan kantor dan rumah tangga, sepetti kendaraan, lemari es,
kipas angin sampai kain gordijn dan bahan pakaian untuk
karjawan. Kalau satu yard tekstil jang mestinja kena padjak Rp
0,30 disunglap mendjadi hanja Rp 0.10, kalau kain tetoron
mendadak sontak bisa berubah mendjadi blatju diatas dokumen,
kalau barang buatan tahun lalu ditulis tahun terachir, maka apa
lagi jang di harapkan Menteri Keuangan dari hasil bea bukai?
Oknum. Tekstil dan barang kelonong jang masuk dari luar negeri
itu begitu banjaknja sehingga tidak bisa ditampung
digudang-gudang Kemayoran. Walaupun kabarnja direktur utama
Garuda Wiweko sedjak dua tahun lalu sudah mengusulkan pada PN
Angkasa Pura untuk memperbanjak gudang-gudang disana. Tapi
keinginan Wiweko untuk membantu lantjarnja penjimpanan barang
itu rupanja bertabrakan dengan kepentingan mereka jang sengadja
tidak ingin melihat beresnja pergudangan. Maka ditempuhlah satu
tjara jang paling tidak kentara untuk menjimpan barang-barang
dari Hongkong ataupun Singapura. Gudang-gudang banjak jang
disewa diluar daerah pabean Kemayoran. Pengangkutannja keluar
Kemayoran dilakukan pada djam-djam ketika orang sedang njenjak
tidur dan dengan alat-alat jang istimewa pula. Truk jang dikawal
oknum-oknum tentara.
Sudah tentu barang-barang jang disimpan diluar Kemayoran tidak
membutuhkan permainan dokumen, karena mungkin sadja dokumen
resmi tidak lagi dibutuhkan disini.
Kooer. Kedatangan Menteri Ali Wardhana ke Tandjung Priok dan
Kemayoran baru-baru ini sedikit banjak tjukup mengagetkan. Bagi
para bea tjukai ini merupakan isarat untuk lebih mcngetatkan
pemeriksaan. Tapi apa djadinja? Bukan pesawat-pesawat tjarteran
itu jang mereka tunggu, tapi penumpang-penumpang biasa jang satu
dua mungkin sadja membawa barang selundupan dikantong atau
kopernja mendjadi sasaran utama untuk diperiksa. Ini sudah tentu
bukan maksud Ali Wardhana.
Akibat dari masih hebatnja penjelundupan dokumen tentu sadja
membuat para importir resmi mendjadi gerah. Disamping sudah
banjak jang mentjari lapangan usaha lain tidak sedikit importir
jang tadinja resmi kemudian mendjelma mendjadi tidak resmi.
Daripada sulit-sulit mengimpor barang, kan lebih enak menjadi
tukang tadah tjukong-tjukong di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini