MAKA pulanglah Wajan Dija dari India bulan Mei kemarin. Puas
karena telah bekerdja keras dan senang karena beroleh banjak
teman, ia kelihatan bahagia. Apa soahlja?
Diatas pebukitan Ahmadabad dalam kampus Shreyas foundation,
diselenggarakan pameran dan pertundjukan budaja jang kali ini
mengambil nama Shrelas Fair '71 Welcome to Indonesia. Orang
menebak: tentu ada hubungan dengan pariwisata. Tapi itu jajasan
adalah satu lembaga pendidikan India jang konon berusaha
mengerti dan mendekatkan budaja antar bangsa. Thun jang lalu
dipentaskan disitu drama 'tentallg Djerman, maka tak salah bila
tahun ini Mrs. Leena Mangaldas, produser dan tulang-punggung
perguruan ini memandang dengan iri ke Indonesia. Maka
diundanglah I Wajan Dija. guru tari Bali LPKD dari Gandhi
Memorial School jang dahulu memang sudah menghabiskan hampir
separuh umur ditanah Indira itu, buat kembali kesana sebentar
dan mendjadi direktur itui pameran Welcome.
Monjet. Maka Dijapun melatih tari-tarian. Maka Dijapun melatih
njanjian djuga, dari mulai taman kanak-kanak sampai budak-budak
setingkat SMA. Sangat banjak djumlahnja. Ternjata, disitulah
kelihatan siapa Dija, banjaklah orang kagum pada tari dan
njanjian kita. Sebab seperti diadjarkan guru-guru memaripun Bali
seperti Djawa lebih separoh memuat bibit India, toh banjak
bedanja. Haanoman dan Hanoman belum tentu sama. Demikian pula
Kumbakarna.
Seperti ditjatat Usil Susilo HS jang mengirim laporannja
kemadjalah ini, adalah satu adegan latihan Tjak, tari monjet.
sekitar 75 botjah membentuk sebuah lingkaran. Irama Tjak
berdjalan sederhana dan lantjar, pun tjukup baik mereka bawakan
-- namun toh tidak semegah tarian Bali. "Pada waktu itu",
demikian kisah sang guru, "bangunlah saja ditengah mereka.
Sesaat anak-anak maupun semua jang hadir mendjadi sepi. Kemudian
barulah bangun sepuluh anak ramai-ramai minta dilatih sebagai
tokoh jang jang saja tarikan. Sebab apa?", tanja Dia. "Sebab,
baru sadja mereka melihat Kumbakarna jang gagah, agung, besar,
kuat bergerak seolah gunung Himalaja kepusat pasukan monjet
jang dipimpin Sugriwa". Begitulah adanja.
Sjahdan pada hari-hari pertama latihan vokal, seorang guru India
mentjatat gending Djanger. Namun apa jang diadjarkan kepada
anak-anak dalam persiapan fair mendatang bukan Djanger Bali,
tapi Djanger martabak. Tentu Dija memprotes walaupun dia suka
martabak. Bisa dipaham: suara orang Bali membawa tembang,
bukanlah suara keriting orang India. Walhasil Djangerpun tak
sama. Sukurlah achirnja walaupun dengan marah dihati,
tjalon-tjalon artis diserahkan kepadanja dan mulailah anak-anak
menari-nari disekeliling Dija jang memang Bali. Sehingga sang
guru berubah senang, dan lantas berdjabat tangan.
Dan konon, untuk sedjenak Bali benar-benar hidup diperbukitan
Ahmadabad. "Mereka ini seperti anak-anak kita sendiri. Saja
djadi rindu rumah", kata para pedjabat dikonsulat Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini