Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Terlindung Dan Terpukul

Menteri perindustrian m yusuf mulai kesal nama-nama jepang yang joint dengan pn industri sandang, mengharap pengusaha sendiri banyak menanam modal. penyelundupan tekstil mematikan importir resmi dan produsen.

19 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKIN ramainja penjelundupan, jang kabarnja sebagian besar berupa tekstil, rupanja memperkuat alasan jang selama ini dikemukakan baik oleh produsen maupun importir tekstil tentang sebab-sebab kemunduran mereka (lihat box). Sekalipun alasan mereka ini masih perlu diselidiki lebih landjut, namun djelas bahwa pemerintah perlu bertindak lebih serius terhadap penjelundupan jang makin serius. Tandjung Priok masih tetap merupakan pusat penjelundupan jang paling ramai, dan sampai sekarang belum sanggup mengatasi aliran barang selundupan jang makin membandjir. Dan sekarang para penjelundup menambah tempat operasi mereka dengan menggunakan lapangan terbang Kemayoran. Kemayoran beberapa waktu jang lalu memang lebih menarik, karena untuk pemasukan tekstil, bea masuk jang dibajar hanja 19 sen dollar AS dibandingkan dengan 26 sen dollar AS jang dibajar kalau memasukkan lewat Tandjung Priok. Sekalipun Departemen Keuangan telah menjamaratakan tarip sekarang ini, baik untuk Kemayoran maupun Tandjung Priok, namun diragukan sekali apakah hal ini akan mengurangi usaha penjelundupan setjara etektif. Demikian pula keputusan Departemen Keuangan jang memutuskan bahwa semua barang jang diperdagangkan antar pulau harus disertai dengan bukti pembajaran bea masuk (voerpass) rasanja tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap penjelundupan selama belum ada perobahan pada apa jang disebut mental aparat bea tjukai. Tobat. Bagaimanapun djuga adanja penjelundupan tekstil merupakan satu hal jang sukar dibantah. Dipasaran, masih banjak terdapat kain tetoron jang didjual dengan harga Rp 250 per yard jang menurut perhitungan importir sendiri harganja semestinja Rp 350. Memang sedjak adanja kundjungan incognito Ali Wardhana ke Tandjung Priok beberapa waktu jang lalu, disusul dengan beberapa tindakan pemerintah lainnja, harga kain tetoron mendadak naik mendjadi Rp 70 per yard, tapi inipun masih dibawah harga kalkulasi sebenarnja. Akibatnja ternjata djuga sudah mulai terasa: seratus importir tekstil termasuk beberapa jang besar sudah merasa tobat dan gulung tikar. Beberapa diantara mereka sudah mulai memindahkan usahanja kebidang lain. Jang terkena ternjata bukan sadja importir tekstil tetapi djuga produsennja. Karena penjelundupan, usaha kita djadi senen kemis", teriak J. Tambunan salah satu pemilik perternakan di Djakarta. Beberapa waktu jang lalu, memang dikabarkan pertemuan di Djakarta rata-rata sudah bekerdja dengan 251 kapasitas. Penjelundupan memang merupakan salah satu faktor jang turut memukul industri tekstil dalam negeri, dan akibat pukulan ini terbukti tjukup parah. Namun penjelundupan sadja rupanja tidak bisa diterima sebagai satu-satunja alasan bagi lesunja industri tekstil dalam negeri oleh beberapa kalangan, temtama oleh pemerintah sendiri tentunja. Pemerintah masih menganggap bahwa tjara kerdja produsen tekstil masih angin-anginan dan tidak memperhatikan kebutuhan pasaran. "Mereka ini seperti latah dan musiman", kata Ir Sjalim, Dirdjen Tekstil, "kalau jang satu memprodusir tetoron, semua ikut memprodusir tetoron. Akibatnja pasar kebandjiran, dan harga djatuh memukul mereka sendiri". Sjafiun menundjukkan bahwa hotel jang makin banjak itu maki membutuhkan kain gordijn, sprij, dan beberapa matjam kain lainnja, dan ini katanja, "toh dapat dipenuhi oleh produsen tekstil dalam negeri". Memang kalau melihat besarnja pasaran, sebenarnja tidak ada hal jang perlu dirisaukan oleh pengusaha tekstil. Tahun jang lalu dari konsumsi sebesar 858 djuta meter, sebesar 600 djuta meter dipenuhi oleh tekstil hasil dalam negeri. Hanja 258 djuta meter sadja atau 30%, sadja jang diimpor. Dan kalau melihat pada achir Repelita nanti target produksi sebesar 1000 djuta meter harus ditjapai dengan perhitungan konsumsi 10 meter per kapita -- maka djelas bahwa lebih banjak modal diperlukan untuk investasi dalam industri tekstil ini. Sekalipun djumlah modal jang ditanam sampai achir Maret 1971 jang lalu sudah berdjumlah 49 miljar rupiah dari PMDN dan berdjumlah 178,3 djuta dollar AS jang berasal dari PMA, namun untuk mentjapai sasaran Repelita, agaknja djumlah ini belum tjukup. Karena itulah mengapa pemerintah nampaknja masih mengharapkan lebih banjak penanaman modal dari pengusaha-pengusaha sendiri seperti jang ditegaskan oleh Menteri Perin-dustrian M. Jusuf baru-baru ini didepan Raker Dirdjen Tekstil. Didepan Raker tersebut Menteri Jusuf mengemukakan bahwa PN Industri Sandang masih tetap membuka pintunja untuk mengadakan kerdja sama dengan pengusaha-pengusaha tekstil jang ingin joint dengan PN Insan. Menteri Jusuf jang rupanja djuga sudah mulai kesal dengan banjaknja nama-nama Djepang jang menanam modalnja dibidang tekstil seterusnja mengemukakan harapannja: "Mudah-mudahan nanti jang mendekati PN Industri Sandang untuk mengadjak joint akan bernama Hadibrata atau Sambas, dan bukan lagi-lagi Hoshimori atau Shinbun". PL 180. Tawaran Menteri Jusuf memang merupakan sesuatu jang simpatik dan sekali lagi menundjukkan kepada para pengusaha tekstil bahwa pemerintah masih tetap bersikap terbuka. Namun masalahnja adalah bahwa sebelum produsen-produsen nasional sendiri sempat bergerak, para "Shinbun-shinbun" sudah menguasai praktis seluruh pasaran tekstil di Indonesia, dengan pabrik-pabriknja jang modern dan dengan prasarana pemasaran jang tangguh. lnilah sebabnja mengapa setiap statistik jang mentjoba untuk mentjeritakan kemadjuan industri tekstil Indonesia tidak bisa ditelan setjara mentah-mentah, mengingat bahwa angka-angka jang makin menandjak sedjak tahun 1968 itu tidak mentjeritakan apa sebenarnja jang terdjadi pada produsen tekstil dalam negeri. Dan ini semua terdjadi dihadapan tindakan-tindakan pemerintah jang rupanja dengan segala kesungguhan ingin membantu produsen-produsen tekstil nasional. Pemerintah telah melarang impor tekstil kasar, fasilitas-fasilitas kredit bank sudah dipermudah, bahan-bahan baku jang diperlukan membajar tarip bea masuk jang rendah. PN Industri Sandang, masih tetap memperoleh subsidi 45, dari pembelian kapas PL 480, sekalipun kursnja sudah dinaikkan dari Rp 170 mendjadi Rp 215 per dollar AS. Dengan fasilitas-fasilitas seperti ini, kalangan pemerintah menilai bahwa jang diberikan Pemerintah sebenarnja sudah merupakan "oler proteksi" Dalam suatu prasarananja jang berdjudul Industri Tekstil dan Pembangunan, Emil Salim mensinjalir bahwa penghasilan padjak dari industri tekstil kenaikannja tidak sebanding dengan kenaikan produksi tekstil, dan menurut Emil ini satu bukti lagi bahwa banjak produsen tekstil jang ternjata masih menikmati kebebasan padjak. "Semua ini memberi dasar-dasar jang lemah bagi pertum-buhan industri tekstil dimasa depan", tulis Emil Salim. Barang-kali inilah sebabnja jang bisa menerangkan apa jang terdjadi dengan pengusaha tekstil nasional. Dimanapun djuga, proteksi jang terlalu banjak dan tidak hati-hati mungkin akan mendjadi bumerang. Bagaimanapun djuga jang terdjadi adalah bahwa kwalitas produksi tekstil dalam negeri masih rendah hingga sulit bersaing dengan tekstil impor. Dari beberapa survey jang dilakukan Bappenas ternjata banjak pabrik-pabrik tekstil jang belum menggunakan peralatannja, bahan-bahan baku maupun penolongnja setjara optimal. Demikian pula biaja overhead tidak djarang mentjapai 20%, suatu djumlah jang dirasakan terlalu tinggi. Barangkali ini disebabkan terlalu rojalnja fasilitas-fasilitas jang diberikan untuk direksi seperti rumah dan mobil, seperti jang banjak terlihat, terutama pada perusahaan-perusahaan tekstil milik pemerintah. Dan ini terdjadi ditengah-tengah usaha jang belum tjukup lantjar dan menguntungkan. Bagi pemerintah, bukan satu hal jang sukar untuk menegor direktur-direkturnja agar bekerdja lebih efisien. Tetapi bagi unit-unit usaha swasta jang ketjil, efisiensi tetap akan sulit ditjapai, karena memang usahanja sudah ketjil. Ketrampilan si pemilik masih dalam taraf jang sederhana, dan bagi mereka ini, nampak nja tidak ada jang lebih diperlukan, ketjuali bimbingan pemerintah jang terus menerus kepada mereka. Ini perlu agar pertumbuhan industri nomor dua sesudah pangan ini berdjalan dengan wadjar. Dan instruksi Presiden untuk toch membantu ribuan ATBM mungkin disebabkan karena sebagian besar dari tingkat pengusaha-pengusaha tekstil dan tenun kita memang baru sampai disitu tarafnja. Ketjil-ketjil dan tidak efisien.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus