Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berpotensi Sepi Ditinggal Investor

Bank berpotensi kehilangan investor akibat sentimen pengaturan dividen oleh OJK.

14 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nasabah tengah memantau pergerakan saham di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Investor mencermati perkembangan kebijakan pengaturan dividen perbankan oleh OJK.

  • Dividen bank yang besar menjadi pemanis bagi investor pasar saham.

  • Pengaturan pembagian dividen dapat memperkuat kinerja fundamental bank.

JAKARTA — Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur distribusi laba dan menentukan rasio pembayaran dividen bank diprediksi melemahkan kinerja saham emiten perbankan nasional. Kebijakan itu dikhawatirkan bakal membuat saham perbankan sepi ditinggal investor, terlebih sektor ini dikenal sebagai pemberi dividen terbesar dibanding emiten sektor lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan dividen bank yang besar menjadi pemanis bagi investor pasar saham. Hal itu tampak pada ramainya akumulasi beli terhadap saham-saham perbankan pada musim pembagian dividen, khususnya pada kelompok bank-bank besar. “Daya tarik saham bank memang lebih karena faktor dividen yang tinggi,” kata dia, kemarin. Walhasil, bakal ada potensi penurunan minat investasi para investor yang berorientasi dividen atau dividend hunter jika kebijakan ini diterapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sisi lain, menurut Nafan, ada kumpulan investor yang mengoleksi saham perbankan dengan mempertimbangkan kinerja fundamentalnya, bukan hanya soal dividen. “Investor akan mencermati keputusan mengenai dividen tinggi yang diterapkan bank-bank, apakah ini bisa dipertahankan, selain memang yang paling penting bank-bank masih bisa menumbuhkan kinerjanya.”

Meski demikian, regulasi pengaturan pembagian dividen diharapkan dapat memperkuat kinerja fundamental bank secara berkelanjutan. Sebab, bank bakal memiliki kekuatan likuiditas dan permodalan yang berlebih untuk melakukan ekspansi bisnis dan memperbaiki kinerja. “Emiten bank bisa lebih leluasa menggeber kinerjanya di segala sektor, meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance, hingga melakukan mitigasi risiko dan menekan level kredit macet,” ujar Nafan.

Hal itu senada dengan tujuan OJK ketika mengungkapkan rencana pengaturan pembagian dividen bank, di mana otoritas mencermati bahwa selama ini rasio pembagian dividen atau dividend payout ratio yang diberikan industri perbankan nasional kepada pemegang saham terlalu besar, dan idealnya memperhatikan alokasi laba untuk diprioritaskan pada upaya penguatan permodalan bank.

Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Nafan mengimbuhkan, terlepas dari dinamika kebijakan yang bergulir, saham milik lima emiten bank besar tetap layak dikoleksi. Keempat bank yang dimaksudkan adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).

“Untuk saham BBCA, akumulasi target di harga Rp 9.700, sedangkan saham BBNI yang direkomendasikan adalah akumulasi target harga Rp 9.600.” Berikutnya, untuk saham BBTN dan BMRI masing-masing rekomendasi akumulasi target harganya adalah Rp 1.475 dan Rp 5.900. Terakhir, BMRI disarankan dilakukan hold karena ke depan harga sahamnya diproyeksikan dapat menyentuh Rp 6.300 per lembar saham.

Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, mengungkapkan besaran dividen merupakan hak penuh pemegang saham yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dividen juga lazimnya ditetapkan saat emiten melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO), tepatnya dalam prospektus penawaran yang disajikan. Penawaran dividen yang menarik bakal menumbuhkan minat investor membeli sebuah saham, dan pada akhirnya meningkatkan kinerja saham tersebut, khususnya dari sisi valuasi serta kapitalisasi di pasar.

“Jika kebijakan ini diberlakukan, tentu akan menjadi sentimen negatif. Bukan saja karena penurunan pendapatan oleh investor, tapi juga pembatasan hak pemegang saham oleh regulator ini terkesan ingkar janji dari apa yang dijanjikan saat IPO,” katanya. Alfred mengimbuhkan, bagi perbankan, aturan kondisi kesehatan keuangan telah ditetapkan secara rigid oleh OJK. Dengan demikian, selagi bank tersebut dinyatakan dalam kondisi sehat, bank seharusnya bebas memenuhi apa yang diputuskan oleh pemegang saham, termasuk soal besaran dividen yang akan dibagikan.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus