Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
SPBU swasta ramai-ramai menaikkan harga BBM seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.
Penjualan makin sepi lantaran produk serupa masih dijual murah Pertamina.
KENAIKAN harga bahan bakar minyak rupanya tak terlalu diperhatikan Irma Shopya, 26 tahun. Karyawati salah satu bank di Jakarta ini terbiasa membeli BBM untuk mobilnya dengan patokan harga sekitar Rp 200 ribu sekali pengisian. “Saya jarang perhatiin harga per liternya,” kata Irma, Kamis, 10 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sore itu, Irma mengisi bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) BP-AKR Sholeh Iskandar, Kota Bogor, Jawa Barat. SPBU ini dikelola PT Aneka Petroindo Raya, perusahaan patungan British Petroleum dan PT AKR Corporindo Tbk. Alasan utama Irma memilih BP-AKR adalah tak perlu antre. “Di sini lebih nyaman,” ujarnya. “Katanya sih BBM-nya lebih bagus buat kendaraan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak beroperasi pada Oktober 2021, SPBU BP-AKR Sholeh Iskandar tak seramai SPBU milik PT Pertamina (Persero). Honda CR-V putih milik Irma sebatang kara di empat deret mesin bercorak hijau khas BP. Mobil berikutnya baru masuk 15 menit kemudian. Selama itu, hanya ada tiga sepeda motor yang diisi bensin.
Gilang, seorang petugas SPBU BP-AKR Sholeh Iskandar, mengatakan jumlah konsumen makin berkurang sejak awal Maret ini. “Makin lengang setelah ada kenaikan harga,” kata Gilang.
Seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, BP-AKR memang terus mengutak-atik harga produknya pada Februari dan Maret 2022. Berbeda dengan pada Februari, ketika BP-AKR menaikkan harga semua produknya, perubahan harga awal Maret lalu berupa kombinasi, sebagian naik sebagian turun.
Stasiun pengisian bahan bakar British Petroleum atau BP-AKR di Jalan Sholeh Iskandar, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/M Sidik Permana
Harga produk BP 95—dengan research octane number (RON) 95—naik Rp 450 per liter menjadi Rp 13.900 per liter. Begitu pula BP Diesel, yang harganya naik Rp 510 menjadi Rp 13.500 per liter. Sebaliknya, harga produk BP 90 turun Rp 510 menjadi Rp 11.990 per liter. Sedangkan BP 92 kini dihargai Rp 12.500 per liter, turun Rp 450 per liter.
Syahran Sidik Wahab, Brand & Communications Manager BP-AKR, memastikan perubahan harga tetap mengacu pada berbagai peraturan pemerintah. “Kami tetap menjalankan penjualan seperti biasa untuk dapat terus memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan bakar yang berkualitas,” tutur Syahran, Kamis, 10 Maret lalu.
Jika dibandingkan dengan produk Pertamina, harga produk BP-AKR lebih tinggi. Harga Pertalite dengan RON 90, misalnya, saat ini Rp 7.650 per liter untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Adapun harga Pertamax, produk Pertamina yang setara dengan BP 92, masih Rp 9.000 per liter.
Maka wajar suasana kontras terlihat di SPBU Pertamina Sholeh Iskandar, sekitar 400 meter ke arah barat dari gerai BP-AKR yang dikunjungi Irma Shopya. Sore itu, SPBU Pertamina dipenuhi antrean kendaraan roda dua dan roda empat. Antrean mengular di jalur mesin Pertalite.
BP-AKR tak sendirian. PT Shell Indonesia sejak akhir tahun lalu membongkar-pasang harga BBM di gerai-gerainya. Setelah menurunkan harga pada Januari 2022, Shell berturut-turut menaikkan harga sejumlah produknya pada Februari dan Maret. Shell Super, produk dengan RON 92, dijual seharga Rp 12.990 per liter. Sedangkan harga Shell V-Power (RON 95) Rp 14.500 per liter. “Shell menyesuaikan harga dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan berbagai faktor,” kata Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea, Jumat, 11 Maret lalu.
Berbagai faktor yang dimaksud Susi meliputi harga produk minyak olahan yang merujuk pada Mean of Platts Singapore, volatilitas pasar, nilai tukar mata uang asing, biaya operasional, biaya distribusi, dan perpajakan. “Kami akan terus memantau perkembangannya,” ucapnya.
Susi enggan berkomentar ketika ditanyai tentang dampak kenaikan harga terhadap penjualan Shell. “Fokus kami saat ini adalah memastikan ketersediaan produk dan layanan berkualitas untuk para pelanggan,” ujarnya.
Jumat, 11 Maret lalu, gerai SPBU Shell Dr Satrio di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tak kalah sepi dibanding SPBU BP-AKR di Bogor. Sore itu, dalam waktu 20 menit, hanya ada dua unit mobil yang diisi bahan bakar di Shell Dr Satrio. “Dari pandemi sudah sepi. Pas ada kenaikan harga lebih sepi,” kata petugas SPBU Shell yang enggan disebut namanya. Seorang petugas lain menimpali, sejak Januari 2022, penjualan BBM di gerai tersebut tak pernah mencapai target harian.
PT Pertamina (Persero) sebenarnya juga menaikkan harga BBM seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Hanya, perubahan harga baru dilakukan terhadap Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Sedangkan produk Pertalite dan Pertamax, yang paling banyak dikonsumsi pengguna BBM, tak disentuh kendati banyak analis pasar yang menganggap harga keduanya tak lagi memenuhi aspek keekonomian. “Kami masih memonitor perkembangan harga minyak dunia,” tutur Irto Ginting, penjabat sementara Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Kamis, 10 Maret lalu.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan penyesuaian harga produk Pertamina dilakukan secara selektif. Kontribusi Pertamax Turbo dan Dex Series, misalnya, hanya sekitar 3 persen dari total konsumsi BBM nasional. Kebanyakan konsumennya juga masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah-atas.
Menurut dia, harga produk Pertamax—yang selama ini menyumbang 12 persen dari total konsumsi BBM nasional—masih dalam pengkajian dan pemantauan. “Sedangkan Pertalite untuk saat ini pemerintah dan Pertamina memastikan tidak ada kenaikan harga,” ujar Fajriyah, Jumat, 11 Maret lalu.
RETNO SULISTYOWATI, M. SIDIK PERMANA (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo