PERUM DAMRI (Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia) sudah mulai naik gengsinya. Perusahaan umum yang bernaung di bawah Departemen Perhubungan itu tahun lalu mampu meraih pendapatan Rp 24,4 milyar, sedangkan biaya operasinya Rp 23,7 milyar, berartl untung Rp 700 juta. Karena itu, perusahaan yang sudah berusia 30 tahun ini, mulai tahun anggaran 1985-1986, tak lagi menerima subsidi operasi dari Departemen Perhubungan. Tapi, menurut Dirjen Perhubungan Darat Giri Suseno di DPR, pekan lalu, DAMRI masih akan diberi modal pemerintah bila membutuhkan tambahan sarana dalam jumlah besar. Sampai tahun lalu, misalnya, DAMRI, yang diberi monopoli angkutan khusus Jakarta ke pelabuhan udara Cengkareng, masih diberi modal pemerintah sebanyak 25 unit bis Mercedes-Benz. Pihak DAMRI hanya melengkapinya dengan kursi yang dapat dlsetel sandarannya, sistem pendingin, dan sound-system. Untuk kenyamanan itu penumpang dikenai Rp 1.000. Tak semua bis DAMRI, yang berjumlah 1.200 buah itu, dioperasikan penuh kenyamanan seperti di trayek Jakarta-Cengkareng itu. Bis-bis di trayek Bandung-Merak, misalnya, kalah populer dengan bis swasta. Namun, tawaran tarif yang lebih murah menyebabkan para transmigran banyak menggunakannya. Bahkan di musim liburan, banyak penumpang menyerbu DAMRI, yang tidak mengadakan penyesuaian tarif seperti bis-bis swasta. DAMRI, yang dikembangkan dari dua perusahaan angkutan di zaman Jepang,Jawa Unyu Zigyosha (perusahaan truk dan cikar Jawa) dan Zidosha Sokyoku (jawatan angkutan penumpang), itu kini beroperasi di 23 provinsi seluruh Indonesia. Hanya di Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya, DAMRI belum membuka trayek. Tapi di situ DAMRI mulai membuka angkutan perintis. Untuk Timor Timur, sejak 11 Februari lalu, DAMRI membuka trayek dari Kupang ke Dilli dengan lima bis bertarif Rp 16,72 per km. Untuk trayek perintis dan luar Jawa, yang gersang penumpangnya dan berat medannya, terpaksa DAMRI menetapkan tarif yang tinggi. Tapi di trayek gemuk di Jawa Barat dan Lampung, yang mulus Jalan-Jalannya serta padat penumpang, tarifnya cuma Rp 8,6 per km. Selain itu, DAMRI juga mengoperasikan angkutan kota di Medan, Tanjungkarang, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Ujungpandang. Menurut Margo, kepala Perum DAMRI di Medan, baru di Bandung dan Surabaya DAMRI bisa memonopoli angkutan kota. "Di sini, Pemda Medan belum mengikuti aturan di buku Repelita IV, bahwa angkutan kota masal rute utama-adalah tanggung jawab negara, sedangkan angkutan swasta dan koperasi hanyalah penunjang," kata Margo. DAMRI Medan, den-an armada 60 bis (termasuk 20 bis bertingkat?, toh sudah mulai mampu menutup biaya eksploatasi dari pendapatan yang berkisar antara Rp 80 juta dan Rp 90 juta. "Subsidi berupa suku cadang dan bahan bakar masih perlu dari pusat," kata Margo. Menurut Karimoen, kepala unit di Semarang, DAMRI sudah beroperasi sejak 1977. Kini, dari 20 bis bertingkat berharga Rp 100 juta dan 120 bis berharga Rp 30 juta yang dioperasikan di situ, rata-rata sehari menghasilkan Rp 5,25 juta. "Biaya operasi cuma sekitar 70% . Selebihnya bisa dikatakan sebagai keun-tungan," kata Karimoen. Keberhasilan DAMRI berpangkal dari manajemen yang kuat di bawah Dirut Darman-syah Omar. "Kami harus mengirim laporan sepuluh harian, bulanan, dan tahunan, sehingga situasi daerah dapat cepat diketahui direksi," kata Margo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini