Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ruhmini dari Walikukun

Sekilas kehidupan/latar belakang kehidupan ruhmini korban pembunuhan yang direncanakan oleh suaminya, seorang pegawai sekneg. ia sempat hidup bersama selama 8 tahun dengan membuahkan 2 anak. (krim)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-TIBA terjadi pergantian pengurus Gema (Generasi Muda) Kosgoro di tingkat pusat. Ketua Umum PP Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong), Mayjen (Purn) Mas Isman, yang melantik pengurus baru 20 Mei lalu, menyatakannya sebagai pembaharuan komposisi kepengurusan saja. Pertimbangan organisasi banyak dikemukakan. Tapi ketua umum yang lama, Anto (bukan nama aslinya), belakangan ini memang sedang berurusan dengan polisi. Urusannya memang gawat juga. Anto dituduh polisi membantu Danu (juga bukan nama asli), pegawai Sekretariat Negara, melenyapkan nyawa Siti Ruhmini. Bekas Ketua Umum Gema Kosgoro itulah yang menurut polisi menyuruh bekas sopirnya, Irawan (bukan nama sebenarnya), membunuh Ruhmini di Pondok Putri Duyung Ancol (Jakarta Utara) sekitar Maret lalu. Anto, menurut polisi, sebenarnya sudah berusaha agar Danu tak mencoba menyingkirkan istri mudanya, Ruhmini, dengan cara keras. Tapi Danu bersikeras, sehingga Anto meminta bantuan Irawan. Si korban dapat dibawa ke Ancol dalam keadaan setengah tidur. Sebelumnya ia memang dicekoki semacam obat tidur. Di sebuah pondok, Irawan dan temannya bekerja: leher korban dijerat dengan seutas tali plastik dan dicekik dengan tangan. Mayat Ruhmini, setelah dibungkus dengan karung, lalu mereka buang ke sebuah kebun di Parung, dekat Bogor (TEMPO, 16 Maret). Diharapkan Pengadilan segera membeberkan apa yang sebenarnya terjadi. Demikian pula keluarga Ruhmini di Walikukun (Ngawi, Jawa Timur), yang kini harus mengurus kedua anak Ruhmini: Maya dan Mira. Mengurus kedua anak ini rupanya repot juga. Anak-anak sebaya mereka di sana, menurut neneknya - uak Ruhmini yang bernama Nyonya Surtini -- cukup hanya dengan Rp 5 sebagai uang jajan sehari. Tapi Maya (6 tahun) dan Mira (5 tahun), kata neneknya, masih merasa seperti tinggal di Jakarta: "Mbah, minta gocap (Nek, minta Rp 50)," kata Nyonya Surtini menirukan permintaan kedua anak itu. Untunglah mereka sudah bisa makan getuk singkong setiap pagi -- tak lagi menuntut roti dan susu. Maklum, keluarga almarhumah memang hidup cukupan saja. Ayahnya, Sardjono, hanya tukang jahit pakaian di Pasar Walikukun. Ibunya penjual kain dan pakaian jadi di sebuah los di pasar itu juga. Sedangkan anak yang menjadi tanggungan mereka lumayan juga tujuh orang - Ruhmini adalah anak kedua. Ruhmini (meninggal pada umur 26 tahun) putus sekolah pada kuartal terakhir kelas 1 SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Ayahnya tak mampu lagi membiayai. Ia lalu menyusul kakaknya, Sit Rahayu, yang lebih dulu berangkat dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada keluarga Danu. Untuk sementara Ruhmini menumpang di rumah Sudarto, kakak Danu, tempat uaknya yang lain, Bu Minem, juga bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kebetulan pada suatu hari Siti Rahayu mudik. Ruhmini lalu menggantikan tempat kakaknya. Hubungan pembantu dan maikannya, menurut pengetahuan keluarganya di Walikukun, baik-baik saja. Tapi seperti kata Nyonya Surtini kemudian, "Bu Danu rupanya cemburu mungkin karena tahu Pak Danu menaruh hati terhadap Ruhmini." Terpaksalah Ruhmini meninggalkan Jakarta. Hanya Sandiwara Hubungan selanjutnya tak begitu diketahui keluarga di Walikukun. Yang jelas Ruhmini kembali ke Jakarta. Lalu ia dinikahi Danu. Salah seorang keluarga ada juga memperingatkan: perkawinan Danu dan Ruhmini belum mendapat persetujuan istri Danu yang pertama. Tapi, pernikahan terjadi juga, dengan pengertian: Ruhmini toh menikah dengan orang baik-baik. Upacara pernikahan dilakukan di desa dengan sederhana. Harap dicatat, kata Nyonya Surtini, perkawinan mereka "bukan karena keadaan darurat. " Artinya dibantah, seakan-akan Ruhmini menikah setelah punya May. Sebelum menikah dengan Danu, menurut Surtini, kemanakannya tersebut sudah dipinang seorang prajurit AL. Juga ada dokter yang datang melamarnya. Ruhmini menolak keras - itulah sebabnya ia meninggalkan desanya menuju Jakarta. Kehidupan rumah tangga Ruhmini masih tetap sederhana. Tak pernah ia pulang ke desa berpamer mobil -- misalnya -- meski orang sekampung memandangnya sebagai nyonya orang terpandang di Jakarta. Kiriman-kiriman bagi keluarganya di desa juga tak begitu menyolok. Memang ada juga sebuah pesawat televisi hitam-putih 12'. Namun seluruh keluarga berbangga juga mengetahui Ruhmini telah memiliki rumah sendiri di Jakarta. Perjalnan hidup Ruhmini, selama 8 tahun sebagai istri orang Jakarta yang terpandang, dinilai keluarganya tenang-tenang saja. Sampai kemudian muncul Yanto, adik Ruhmini, mengantarkan Maya dan Mira ke pangkuan nenek dan kakeknya tanpa alasan yang masuk akal. Danu juga muncul di Walikukun dan menyatakan tak tahu menahu soal kepergian Ruhmini. "Itu 'kan hanya sandiwara," ujar Surtini kemudian. Nasib Ruhmini ternyata memang jelek. Mayatnya ditemukan seorang pelajar di kebun karet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus