TIBA-TIBA terjadi pergantian pengurus Gema (Generasi Muda)
Kosgoro di tingkat pusat. Ketua Umum PP Kosgoro (Kesatuan
Organisasi Serbaguna Gotong Royong), Mayjen (Purn) Mas Isman,
yang melantik pengurus baru 20 Mei lalu, menyatakannya sebagai
pembaharuan komposisi kepengurusan saja. Pertimbangan organisasi
banyak dikemukakan. Tapi ketua umum yang lama, Anto (bukan nama
aslinya), belakangan ini memang sedang berurusan dengan polisi.
Urusannya memang gawat juga. Anto dituduh polisi membantu Danu
(juga bukan nama asli), pegawai Sekretariat Negara, melenyapkan
nyawa Siti Ruhmini. Bekas Ketua Umum Gema Kosgoro itulah yang
menurut polisi menyuruh bekas sopirnya, Irawan (bukan nama
sebenarnya), membunuh Ruhmini di Pondok Putri Duyung Ancol
(Jakarta Utara) sekitar Maret lalu.
Anto, menurut polisi, sebenarnya sudah berusaha agar Danu tak
mencoba menyingkirkan istri mudanya, Ruhmini, dengan cara keras.
Tapi Danu bersikeras, sehingga Anto meminta bantuan Irawan. Si
korban dapat dibawa ke Ancol dalam keadaan setengah tidur.
Sebelumnya ia memang dicekoki semacam obat tidur. Di sebuah
pondok, Irawan dan temannya bekerja: leher korban dijerat dengan
seutas tali plastik dan dicekik dengan tangan. Mayat Ruhmini,
setelah dibungkus dengan karung, lalu mereka buang ke sebuah
kebun di Parung, dekat Bogor (TEMPO, 16 Maret).
Diharapkan Pengadilan segera membeberkan apa yang sebenarnya
terjadi. Demikian pula keluarga Ruhmini di Walikukun (Ngawi,
Jawa Timur), yang kini harus mengurus kedua anak Ruhmini: Maya
dan Mira. Mengurus kedua anak ini rupanya repot juga. Anak-anak
sebaya mereka di sana, menurut neneknya - uak Ruhmini yang
bernama Nyonya Surtini -- cukup hanya dengan Rp 5 sebagai uang
jajan sehari. Tapi Maya (6 tahun) dan Mira (5 tahun), kata
neneknya, masih merasa seperti tinggal di Jakarta: "Mbah, minta
gocap (Nek, minta Rp 50)," kata Nyonya Surtini menirukan
permintaan kedua anak itu.
Untunglah mereka sudah bisa makan getuk singkong setiap pagi --
tak lagi menuntut roti dan susu. Maklum, keluarga almarhumah
memang hidup cukupan saja. Ayahnya, Sardjono, hanya tukang jahit
pakaian di Pasar Walikukun. Ibunya penjual kain dan pakaian jadi
di sebuah los di pasar itu juga. Sedangkan anak yang menjadi
tanggungan mereka lumayan juga tujuh orang - Ruhmini adalah anak
kedua.
Ruhmini (meninggal pada umur 26 tahun) putus sekolah pada
kuartal terakhir kelas 1 SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Ayahnya
tak mampu lagi membiayai. Ia lalu menyusul kakaknya, Sit Rahayu,
yang lebih dulu berangkat dan bekerja sebagai pembantu rumah
tangga pada keluarga Danu. Untuk sementara Ruhmini menumpang di
rumah Sudarto, kakak Danu, tempat uaknya yang lain, Bu Minem,
juga bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Kebetulan pada suatu hari Siti Rahayu mudik. Ruhmini lalu
menggantikan tempat kakaknya. Hubungan pembantu dan maikannya,
menurut pengetahuan keluarganya di Walikukun, baik-baik saja.
Tapi seperti kata Nyonya Surtini kemudian, "Bu Danu rupanya
cemburu mungkin karena tahu Pak Danu menaruh hati terhadap
Ruhmini." Terpaksalah Ruhmini meninggalkan Jakarta.
Hanya Sandiwara
Hubungan selanjutnya tak begitu diketahui keluarga di Walikukun.
Yang jelas Ruhmini kembali ke Jakarta. Lalu ia dinikahi Danu.
Salah seorang keluarga ada juga memperingatkan: perkawinan Danu
dan Ruhmini belum mendapat persetujuan istri Danu yang pertama.
Tapi, pernikahan terjadi juga, dengan pengertian: Ruhmini toh
menikah dengan orang baik-baik.
Upacara pernikahan dilakukan di desa dengan sederhana. Harap
dicatat, kata Nyonya Surtini, perkawinan mereka "bukan karena
keadaan darurat. " Artinya dibantah, seakan-akan Ruhmini menikah
setelah punya May.
Sebelum menikah dengan Danu, menurut Surtini, kemanakannya
tersebut sudah dipinang seorang prajurit AL. Juga ada dokter
yang datang melamarnya. Ruhmini menolak keras - itulah sebabnya
ia meninggalkan desanya menuju Jakarta.
Kehidupan rumah tangga Ruhmini masih tetap sederhana. Tak pernah
ia pulang ke desa berpamer mobil -- misalnya -- meski orang
sekampung memandangnya sebagai nyonya orang terpandang di
Jakarta. Kiriman-kiriman bagi keluarganya di desa juga tak
begitu menyolok. Memang ada juga sebuah pesawat televisi
hitam-putih 12'. Namun seluruh keluarga berbangga juga
mengetahui Ruhmini telah memiliki rumah sendiri di Jakarta.
Perjalnan hidup Ruhmini, selama 8 tahun sebagai istri orang
Jakarta yang terpandang, dinilai keluarganya tenang-tenang saja.
Sampai kemudian muncul Yanto, adik Ruhmini, mengantarkan Maya
dan Mira ke pangkuan nenek dan kakeknya tanpa alasan yang masuk
akal. Danu juga muncul di Walikukun dan menyatakan tak tahu
menahu soal kepergian Ruhmini. "Itu 'kan hanya sandiwara," ujar
Surtini kemudian.
Nasib Ruhmini ternyata memang jelek. Mayatnya ditemukan seorang
pelajar di kebun karet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini