Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Demi pertumbuhan boleh impor

Pemerintah membuka keran impor kendaraan niafa mulai dari kategori i sampai v. industri mobil dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar sekitar 300.000 unit th '90. dua bumn ditunjuk sebagai importir.

3 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENTENG proteksi akhirnya jebol Jumat pekan lalu. Inilah kejutan sesudah tabloid Monitor dicabut SIUPP-nya, tiga hari sebelumnya. Memang, SK untuk bebas impor belum ada SK ini dalam waktu singkat akan dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan. Namun, gagasan mengimpor saja sudah membuat orang berangan-angan. "Pucuk dicinta ulam tiba", begitulah kira-kira. Menyimak pengumuman Dirjen dan Menteri Perindustrian yang hanya melarang impor sedan, segera bisa disimpulkan mengapa kebijaksanaan itu digariskan. Semula truk saja yang dianggap kurang, sedangkan sekarang terbukti semua kendaraan niaga, mulai dari kategori I (minibus) sampai kategori V (truk besar), tentulah juga tidak mampu memenuhi permintaan pasar. "Industri mobil dalam negeri sudah tak mampu lagi memenuhi permintaan pasar," kata Soeparno Prawirodiredjo, Dirjen Industri Mesin, Logam Dasar, dan Elektronika Departemen Perindustrian. Berdasarkan perhitungan Departemen Perindustrian, kebutuhan mobil tahun ini, untuk semua jenis, akan mencapai sekitar 300 ribu unit. Sedangkan kemampuan produsen dalam negeri sudah terpaku pada 260 ribu unit. Jadi, kurang 40 ribu unit. Dan diperkirakan, kekurangan itu berlanjut sampai 1994. Sementara itu, Menteri Perindustrian Hartarto mencoba meyakinkan bahwa industri domestik akan bisa memenuhi permintaan, akhir 1992. Proyeksi Departemen Perindustrian menunjukkan, hingga 1994, 123 ribu unit kategori I tidak akan terpenuhi. Sedangkan jenis truk? Akan kurang sekitar 30 ribu unit lebih. Yang dipertanyakan, mengapa impor kendaraan kategori IV (jip) diperbolehkan juga. Apakah banyak peminatnya? Ternyata, hingga 1994, pasok jip diperkirakan kurang 6.000 unit. "Wah, kalau itu boleh diimpor juga, sama saja dengan memacu sikap konsumerisme," kata seorang produsen mobil. Bebas impor kategori I pun ikut dipergunjingkan. Dari total penjualan, kategori I menguasai 66% pangsa pasar. Memang, kategori minibus ini (termasuk Kijang) tahun ini mencatat kenaikan permintaan sampai 43% -- menjadi 165 ribu unit. Tapi, "kami masih mampu memenuhinya," kata Soebronto Laras, Dirut Suzuki Group, yang menjadi Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia. Sebenarnya -- ini juga diakui Soebronto -- kendaraan niaga (kategori I) baru 80% diproduksi dalam negeri. Untuk itu, setiap perakit sudah menanamkan modalnya Rp 200 milyar, dan melibatkan puluhan subkontraktor. Jadi, "Kalau sampai kategori I boleh impor, dampaknya berat bagi kami," kata Soebronto. Bisa ditebak, para produsen kurang berkenan terhadap kebijaksanaan impor ini. Namun, pemerintah tampaknya untuk sementara akan "menutup telinga" terhadap keluhan mereka. Kekurangan truk tidak bisa ditolerir, apa pun alasannya. Apalagi setelah pelaksanaan impor truk tersendat, pemerintah langsung menunjuk dua BUMN sebagai importir. Penunjukan itu diperkuat oleh SK Menteri Perdagangan yang diteken Sabtu pekan lalu. Dari 27.000 truk yang akan diimpor, 24.500 unit akan didatangkan oleh PT Pantja Niaga dan PT Krakatau Steel. Sedangkan kuota enam perusahaan perakitan cuma 2.510 unit. Dua BUMN ini, kata Dirjen Soeparno, juga wajib memenuhi semua suku cadang untuk pelayanan purnajual. Lalu mengapa harus BUMN? Menurut Soeparno, hal itu disengaja, karena bila kebijaksanaan impor dibatalkan kelak, pemerintah akan gampang mencabutnya. Yang amat sangat penting ialah, "Pemerintah tidak mau pertumbuhan ekonomi macet hanya karena kurangnya armada angkutan," demikian Soeparno. Budi Kesumah, Ardian Taufik Gesuri TB. ------------------------------------------------------ KEKURANGAN MOBIL SAMPAI 1994 (dalam satuan) ------------------------------------------------------ KATEGORI19901991199219931994 ------------------------------------------------------ I23.33029.75529.42519.20618.983 II 3.000 5.125 8.000 9.20014.700 III 1.400 1.600 3.000 4.000 6.000 IV 780 800 1.000 1.500 2.000 V 290 320 575 294 318 ------------------------------------------------------

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus