Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Untuk sementara menjauhi forex

Bank duta sedang berusaha keras untuk bangkit. direksi baru punya kemampuan profesional yang tangguh. laba kotor mencapai rp 22,6 milyar. hibah diberikan sekaligus. pengawasan bank indonesia sangat lemah.

3 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR dua bulan, Dicky Iskandar Di Nata, eks Wakil Dirut Bank Duta, mendekam di penjara. Sepanjang waktu itu pula, direksi Bank Duta yang baru melakukan berbagai pembenahan. Adapun empat bekas direktur Bank Duta lainnya membungkam seribu bahasa. Tidak banyak hal baru ditemukan, kendati dua Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa -- berlangsung 4 dan 24 Oktober 1990 -- telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Rugi US$ 419 juta sudah mulai dilupakan, tapi hibah yang menutup rugi masih dipertanyakan orang. Sedangkan yang dituding penyebab rugi besar itu, Dicky Iskandar Di Nata, kabarnya paling cepat baru akan dituntut ke pengadilan Januari 1991. Syahdan, Bank Duta tampaknya berusaha keras untuk bangkit. Dicky pernah menyatakan bahwa gejala kemunduran sudah terjadi di Bank Duta sejak awal 1980-an, tapi upaya perbaikan, tampaknya, benar-benar diusahakan. Karyawan, misalnya, diwajibkan bekerja lebih keras. Selain itu, ada dua hal yang bisa dipastikan kini. Pertama, krisis Bank Duta tidak sampai membuat ambruknya kepercayaan masyarakat terhadap usaha perbankan di Indonesia. Kedua, para pemegang saham telah mengangkat direksi baru yang kemampuan profesionalnya tak perlu diragukan lagi. Mereka merupakan keluaran dari bank-bank pemerintah (BRI, BNI, dan Bank Dagang Negara). Untuk menduduki jabatan komisaris utama, pemegang saham mayoritas telah mengangkat Moeljoto Djojomartono Prakosodiningrat, bekas Dirut Bank Ekspor Impor Indonesia BEII (lihat Bankir Harus Punya Integritas). Sosok bankir sejati seperti Moeljoto diduga akan banyak berperan dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat, sekaligus mempercepat pulihnya kesehatan Bank Duta. Hal ini bisa dilihat pada neraca Bank Duta per 30 September 1990. Di situ terlihat, selama sembilan bulan terakhir, Bank Duta berhasil meraih laba kotor Rp 22,6 milyar lebih. Angka keuntungan itu muncul karena di sisi aktiva sudah dicantumkan hibah dari pemegang saham mayoritas sebesar 419,6 juta dolar lebih (sekitar Rp 778 milyar). Menurut Moeljoto, hibah itu dilakukan sekaligus oleh pemegang saham mayoritas. Jadi, tidak bertahap seperti yang banyak diduga orang. Dan kini, "Dana itu sudah habis untuk memenuhi kewajiban-kewajiban Bank Duta pada bank-bank koresponden," katanya kepada Iwan Qodar dari TEMPO. Hanya saja, di sisi debet, masih ada satu pos yang dipertanyakan banyak orang, yakni perkiraan "Rupa-Rupa". Jumlahnya cukup besar, Rp 103 milyar lebih. Di bawahnya ada keterangan yang menyebutkan bahwa ke dalamnya termasuk saldo rekening antarkantor (Rp 5,6 milyar). Lalu sisa yang Rp 97,4 milyar untuk apa? "Wah, banyak, saya tidak hafal," kata Jusuf Sudibjo, Direktur Pengawasan Bank Duta. Di sisi manajemen, direksi Bank Duta belum akan menyingkirkan siapa-siapa, tapi akan menguji integritas orang-orang yang berada di pos-pos strategis. Kecuali kalau ada yang terbukti langsung terlibat dalam kasus rugi US$ 419 juta itu. Dalam upaya pemulihan, menurut Jusuf, Bank Duta untuk sementara akan tidak berdagang valas alias forex. "Kami akan beralih ke transaksi komersial yang sifatnya lebih pasti," katanya. Kebetulan, Senin pekan ini iklan-iklan Bank Duta bertebaran di banyak media cetak. Di situ disebutkan, Bank Duta tetap memberikan jaminan atas setiap transaksi yang menggunakan kartu kredit (KK) yang diterbitkannya -- bank ini menerbitkan 15 KK. Tentu saja masyarakat bertanya-tanya. Iklan itu mengapa baru muncul sekarang, padahal hampir dua bulan silam sudah ada pihak-pihak yang tidak menerima KK terbitan Bank Duta. Apakah iklan itu ingin mengonfirmasikan bahwa keragu-raguan boleh disingkirkan karena sudah ada itikad dan direksi baru yang merupakan jaminan? Entahlah. Nyatanya, ada hikmah menyembul di Bank Indonesia. Menurut sebuah sumber, selama ini pengawasan BI sangat lemah. Dan kasus Bank Duta itu katanya merupakan tanggung jawab BI juga. Bila terjadi pergeseran pejabat direktur di Bank Sentral belum lama ini, jelas ada upaya perbaikan. Sambil berkelakar, sumber itu mengingatkan, "Sebaiknya aparat BI tidak kebanyakan main golf, dan lebih meningkatkan kegiatannya sebagai pemegang fungsi pengawasan." Budi Kusumahdan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus