MENTERI Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Prof. Dr. Saleh Afiff semula menjanjikan wawancara dengan TEMPO Senin pekan ini, di kantornya. Mendadak Menteri menjadwalkan janji baru wawancara dipercepat Minggu, pukul 1.30, di rumahnya. Tawaran ini segera "disambar" oleh dua wartawan TEMPO, Budiono Darsono dan Bambang Harymurti. Wawancara berlangsung serius tapi santai, tak jarang diselingi gelak tawa. Mengambil tempat di ruang tamu yang sederhana, wawancara tak tergangKu, biarpun hari sudah mulai gelap dan lampu lupa dinyalakan. Sembari mengisap pipanya, Saleh Afiff, bapak tiga anak, menjawab pertanyaan demi pertanyaan. Petikannya: Deregulasi bisa menyebabkan banyak pegawai negeri kehilangan penghasilan. Nah, bagaimana cara mengatasi ciutnya kesejahteraan mereka? Deregulasi memang antara lain dimaksudkan untuk mengurangi pungli dan segala macamnya. Maka, dengan deregulasi, peluang melakukan pungli itu bertambah kecil. Nah, kita tidak boleh mencari penyelesaian untuk kesejahteraan pegawai negeri. Itu 'kan salah Harapan kita, dengan deregulasi akan tercipta aparat yang bersih dan berwibawa, di samping kelangsungan kegiatan ekonomi tetap terjaga. Ini memang menjadi masalah di daerah. Karena perda-perda itu ada di sana. Berbagai perizinan ditangani. Nah, dengan deregulasi, semua itu hilang. Lantas muncul keluhan, income daerah merosot. Mereka lupa bahwa dengan deregulasi kegiatan ekonomi akan naik. Naiknya kegiatan ekonomi tentu saja akan meningkatkan income. Kalau kegiatan ekonomi naik, regulasi jadi kecil, jumlah kegiatan makin banyak. Lalu keuntungan marginnya 'kan jadi kecil? Ya, begitulah, seperti warung saja. Keuntungan kecil, tetapi karena omset banyak, 'kan keuntungan jadi besar pula. Deregulasi itu 'kan mirip begitu. Regulasi berkurang. Kegiatan ekonomi naik. Jumlahnya jadi banyak. Margin keuntungannya menjadi kecil. Tapi ari yang kecil itu, karena jumlahnya banyak, keuntungan totalnya 'kan besar. Deregulasi sendiri haruslah dilihat dari berbagai aspek. Pertama untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Dalam kondisi kurang baik ini, perekonomian kita dipengaruhi harga minyak. Utang kita yang besar karena apresiasi mata uang nondolar. Maka, lalu investasi pemerintah terbatas, anggaran pembangunan juga terbatas. Sekarang bagaimana menggiatkan ekonomi dulu, dengan investasi langsung. Maka, swasta harus diberi peran lebih besar. Ya, dengan deregulasi. Jadi, deregulasi itu sebenarnya mengubah kebijaksanaan, sehingga menimbulkan kegiatan ekonomi. Ini alternatif. Jika kegiatan ekonomi meningkat, lalu apa? Income, pertumbuhan, dan lain-lain tercapai. Jadi, pertumbuhan yang dicari? Belum tentu. Jangan terus growth saja. Growth-nya kepada siapa? Sebenarnya, apa masalah kita keseluruhan? Masalah kita keseluruhan, ya, datang dari luar dan dalam negeri. Pertama, harga minyak. Kedua, apresiasi nondolar, yen, DM, dan segala macam, sehingga utangutang kita meningkat. Lalu bagaimana mengatasi dua masalah ini, yang mempengaruhi neraca pembayaran kita dan anggaran pendapatan? Ini berarti anggaran pembangunan menurun. Anggaran pendapatan kita dulu menjadi motor seluruh kegiatan pembangunan. Karena menurunnya anggaran pembangunan, apa yang mesti digerakkan dan bagaimana caranya? Ya, menciptakan iklim berusaha yang baik. Lalu ada deregulasi. Ini 'kan sejak 1982-1983 sudah dilakukan pemerintah dengan deregulasi, diharapkan kegiatan ekonomi membaik. Pendapatan juga naik. Dalam kondisi itu, GDP kita ini lumayan. 3.8%. Meski memang belum tercapai employment. Masalah tenaga kerja sebenarnya dapat dilihat dari berbagai macam. Dalam periode 1980-1985, kita menghadapi lebih banyak masalah underempoyment. Pengangguran tak kentara menjadikan produktivitas rendah. Dalam dua tahun terakhir ini, pertanian agak berat, karena adanya kekeringan. Tapi diganti oleh ekspor nonmigas yang meningkat. Ini kebanyakan dari industri hilir. Pak Hartarto itu. Dan ini banyak membantu employment. Apa deregulasi jadi alat utama peningkatan ekspor kita? Kalau berbagai peningkatan dikatakan semata-mata karena deregulasi, itu tidak seluruhnya benar. Kita 'kan mengalami devaluasi. Devaluasi ini yang memperkuat barang-barang kita di luar negeri. 'Kan harganya lebih murah. Kedudukan ini harus dipertahankan. Sementara itu, minyak 'kan sudah tak bisa diandalkan lagi. Kita harus mencari sumber-sumber lain. Apakah dalam mencari sumber lain itu strateginya sudah ada? Apa saja yang bisa kita ekspor? Sumber-sumber lain yang bukan minyak, tapi yang dapat meningkatkan pendapatan negara. Misalnya pajak. 'Kan sudah ada Tax Reform tahun 1983. Kemudian di perbankan, dengan adanya Deregulasi 31 Juni 1983. Deposito mengalami kenaikan yang pesat. Dari 6 milyar dolar AS akhir 1983, tahun 1987 sudah mencapai 16 milyar dolar AS. Ini 'kan dana, yang bisa dipakai untuk pembangunan. Kemudian dari sudut neraca pembayaran menurun, karena turunnya minyak. Tapi ekonomi kita harus tumbuh, agar tetap bisa menampung tenaga kerja. Bagaimana caranya? Pemerintah mencoba program-program yang mampu memecahkan masalah tenaga kerja, seperti padat karya. Namun, itu 'kan terbatas. perlu cara lain, misalnya meningkatkan kegiatan ekonormi dengan deregulasi itu tadi. Di samping itu, insastruktur harus baik. Transpor dan lain-lain. Karena ini juga meningkatkan ekonom yang sehat. Tetapi mengapa program-program yang menyerap banyak tenaga, seperti Inpres itu, dikurangi? Tidak, tidak dikurangi. Justru dalam tahun anggaran 1988/1989 tetap dipertahankan. Malah, dibidang penunjangan (infrastruktur) jalan, ditingkatkan. Pembangunan SD atau puskesmas memang menurun. Kita 'kan tidak terlalu butuh boanyak sekolah lagi. Sedangkan pembangunan puskesmas juga disesuaikan dengan kebutuhan. Apalagi di setiap kccamatan sekarang ini sudah ada. Jadi, ya, terpaksa turun. Sedangkan program penunjangan jalan 'kan terus menaik. Bahkan ada program Daswati I dan II, yang diberikan pada APBD kabupaten. Jadi, totalnya yang lewat Inpres itu naik. Bidang yang jadi prioritas deregulasi? Sektor perdagangan dan industri. Apakah deregulasi sudah tuntas? Belum. Deregulasi belum tuntas. Terus terang saja, plastik belum disentuh deregulasi. Baja sudah, Paket 24 Desember. Deregulasi itu 'kan bertahap. Tidak seluruhnya langsung dapat dideregulasi. Efek deregulasi itu harus diperhitungkan dulu. Bagaimana deregulasi dilakukan, tanpa kita harus jadi korban? Nah, ini, maka pemerintah tidak asal menderegulasi. Harus dilihat dulu. Kalau dideregulasi, apa efeknya. Kalau diperhitungkan efeknya begini, maka harus diperslapkan penangkalnya. Misalnya, ekspor bebas bea, tapi masih diberi persyaratan harus punya izin usaha. Kalau deregulasinya tuntas, apa tidak jadi liberal? Nggak ada liberal itu. Mana, sih, ada negara yang benar-benar liberal. Liberal itu 'kan tidak ada yang mengurus, semua jalan sendiri-sendiri. Bisa tidak keruan kalau begitu. Bisa rusak negara kita. Bagaimana caranya deregulasi tanpa menjadi liberal? Deregulasi kita ini kita pilih yang dapat mendorong kegiatan ekonomi. Perdagangan, industri, pariwisata, misalnya. Untuk menderegulasi, butuh regulasi. Masih ada yang mengatur, namun justru menjadi pendorong kegiatan ekonomi. Untuk menghapus suatu peraturan atau perizinan, dibutuhkan regulasi, tapi yang meringankan. Deregulasi itu menciptakan kemudahan-kemudahan bagi dunia usaha. Misalnya izin usaha dulu dua tahun sekali. Nah, sekarang diganti, selama perusahaan itu ada. Tak perlu dua tahun sekali izin. Bagaimana kalau melanggar? Ya, dicabut. Aturannya ada. Bagaimana menciptakan mekanisme, sehingga diketahui deregulasi dapat berjalan baik? Dari Saudara-Saudara, media massa, dan para pengusaha. Tetapi pengusahapengusaha itu kadang-kadang tidak mau terus terang, sih. Diam saja. Mungkin mereka punya interest juga. Setiap deregulasi memang bisa menimbulkan new group dari kelompok yang merasa lebih tahu. Nah, kalau ada yang begini, harus dipecah lagi. Dipecah lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini