Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Budi Santoso angkat bicara ihwal keputusan pemerintah memperpanjang penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 100 persen di dalam negeri untuk satu tahun. Ia mengklaim, kebijakan itu tak akan berpengaruh negatif terhadap kinerja ekspor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Enggak, enggak (memengaruhi kinerja ekspor). Saya pikir tidak ada masalah karena itu kebijakan pemerintah,” ujar Budi Santoso kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan ini dikhawatirkan sejumlah pengusaha akan menganggu operasional mereka lantaran sulit memperoleh cashflow atau arus kas secara cepat. Ujungnya, kinerja ekspor dikhawatirkan akan terganggu.
Sayangnya, Budi Santoso enggan berkomentar banyak ihwal kenaikan devisa hasil ekspor yang wajib disimpan di Indonesia ini. Ia justru berujar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah banyak menjelaskan seluk-beluk kebijakan ini.
Kendati begitu, pejabat karier yang belum lama ini didaulat menjadi kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pada prinsipnya pemerintah akan menerapkan kebijakan ini dengan baik. Wajib parkir devisa hasil ekspor, kata dia, justru untuk kepentingan ekspor itu sendiri.
Pemerintah sebelumnya mewajibkan eksportir menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 100 persen di dalam negeri dalam kurun waktu satu tahun. Airlangga mengatakan batas minimalnya sebesar US$ 250 ribu.
“(Wajib mengendapkan DHE SDA) 100 persen. Retainer dalam negeri 100 persen. (Nominal) di atas US$ 250 ribu,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.
Kebijakan ini berbeda dari aturan sebelumnya, yakni eksportir paling sedikit memarkirkan DHE SDA sebesar 30 persen selama minimal tiga bulan. Namun, Airlangga menjanjikan bahwa pemerintah akan memberikan banyak insentif kepada para eksportir. Termasuk insentif untuk perbankan, salah satunya pengaturan terkait cash collateral.
“Dari perbankan diberi fasilitas cash collateral dan penggunaan cash collateral tidak masuk dalam penggunakan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), tidak mengurangi gearing ratio,” ujar Airlangga.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam, perusahaan eksportir yang memperoleh devisa hasil ekspor wajib menempatkan devisa tersebut ke dalam sistem keuangan Indonesia, khususnya melalui bank-bank yang beroperasi di Indonesia.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.