Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Lutut mayat di shanghai

Dokter-dokter rrc berhasil mencangkok lutut seorang laki-laki dengan lutut mayat. sesudah 6 bulan pasien sudah dapat berjalan dan 9 bulan kemudian sudah dapat menekuk lututnya tanpa susah payah. (ksh)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKTER-DOKTER di RRC membuat kejutan. Di Shanghai mereka berhasil mencangkok lutut seorang laki-laki dengan lutut mayat. Operasi pencangkokan itu sendiri berlangsung bulan September 1977, tapi laporan terperinci mengenai sukses itu baru diceritakan dalam majalah kedokteran Modern Medicine of Asia, November yang baru lalu. Seorang buruh berusia 34, Januari 1974 remuk lututnya dalam suatu kecelakaan. Tak begitu dijelaskan bagaimana keadaan si pasien ketika itu. Diceritakan setahun setelah mendapat perawatan lutut itu tetap nyeri, tak bisa leluasa digerakkan dan si buruh tak dapat memikul beban. Lantas sendi lututnya diganti dengan yang palsu terbuat dari acrylic. Namun lutut itu tetap sakit nyut-nyutan. Tak lama kemudian lutut tadi dibongkar lagi. Acrylic dikeluarkan dan diganti dengan fibreglass. "Pada tahun 1977 ketika pasien itu datang ke rumahsakit kami untuk minta pertolongan lebih lanjut, lututnya sudah membengkak dan hanya bisa berjalan dengan tongkat-ketiak," kata trio ahli bedah tulang Yang Dongyue, Jiang Zhijie dan Li Hongru dari rumahsakit Shanghai Hua-Shan dalam majalah kedokteran yang terbit di Hongkong itu. Satu-satunya jalan untuk menolong si buruh adalah amputasi. Tapi dia menolak kakinya dipotong. Dia lantas memutuskan untuk menerima tawaran pencangkokan sendi lutut. Segera dibentuk 2 tim dokter. Yang satu melaksanakan pengambilan sendi lutut dari mayat seorang anak muda. Sedangkan yang satu lagi memotong sendi lutut si pasien dan menyediakan "tempat" untuk menerima lutut donor. Pekerjaan menjadi sangat rumit ketika dokter harus memotong dan mengeluarkan lutut si pasien dengan memotong bagian bawah tulang paha dan bagian atas tulang betis. Mereka mengeluarkan tulang lutut itu seraya meninggalkan pembuluh darah dan jaringan saraf di sana dalam keadaan terputus. Setelah bagian dari tulang lulut itu dikeluarkan, kaki si pasien yang sudah kehilangan lutut itu lantas ditarik ke bawah hingga mencapai panjang kaki normal. "Kekurangan dari panjang kaki segera diukur dan hasilnya disampaikan kepada tim dokter yang melakukan pembedahan terhadap lutut donor," kata dokter-dokter RRC dalam laporannya. Lutut dari donor itu kemudian dipasangkan kepada si pasien. Untuk memudahkan penyambungan saraf yang putus tadi dipergunakan mikroskop yang bisa memperbesar 6 kali. Otot tulang betis dari donor dijahitkan dengan saksama pada bagian tubuh si pasien. Obat-obatan immuno-suppessive digunakan selama setahun untuk mencegah daya tolak tubuh si pasien terhadap organ yang datang dari si donor. Sinar X juga dipergunakan. Untuk memperkuat daya kerja obat tersebut ramu-ramuan asli Tiongkok juga dipergunakan. Selama pengobatan itu si pasien terserang demam dan lutut barunya itu terasa nyeri. Tapi 6 bulan setelah pencangkokan, menurut laporan dokter RRC tadi, si pasien sudah bisa berjalan dan melakukan latihan untuk memperkuat lutut baru itu. Sembilan bulan setelah operasi yang berhasil itu ia malahan sudah mampu menekukkan lututnya itu tanpa susah payah. Yang Gagal Sudah hampir 2 tahun pencangkokan itu berlangsung, namun ketiga dokter RRC tadi belum bisa menganggap tekerjaan mereka telah selesai dan sepenuhnya berhasil. "Hasil yang pasti baru bisa dikemukakan setelah pengamatan yang lebih lama," kata mereka. Sekalipun lutut itu sudah bisa dipergunakan hampir sempurna, namun belum bisa diketahui apakah jaringan saraf si pasien sudah tumbuh dan bersatu dengan saraf donor. Sedang lulut baru itu normal, tak ada tanda kerusakan. Sebelumnya pencangkokan yang sama sudah pernah dilakukan terhadap seorang wanita berusia 38, tapi gagal karena infeksi setelah operasi. Keberhasilan dokter RRC sekali ini nampaknya memperkokoh kedudukan mereka dalam dunia bedah tulang, terutama setelah mereka berhasil menyambung kembali tangan yang sudah putus beberapa tahun yang lalu. Chehab Rukni Hilmy, dokter ahli bedah tulang dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menyebutkan pencangkokan di Shanghai itu sebagai "sukses yang luar biasa." Katanya "Sebenarnya pencangkokan itu sendiri tidaklah rumit mengerjakannya. Yang jadi soal terbesar dalam tranplantasi semacam itu adalah masalah daya tolak tubuh dan apakah lutut yang dicangkokkan itu bisa tumbuh. Pencangkokan lutut memang sudah dilakukan sejak tahun 1955 oleh para dokter di Inggris. Namun sampai sekarang yang dicangkokkan itu adalah lutut buatan, bukan asli dari manusia. Lutut buatan itu lebih kasar dan kalau ditekuk kadang-kadang terdengar gemeretak. Jakarta sudah melaksanakannya sejak 1976. Sudah 7 lutut palsu yang dikerjakan di sini. Satu di Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus