Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di Laut Tanpa Gelondongan

Kapal pengangkut log siap dialihkan ke pelayaran nusantara karena pengoperasian kapal rugi. Tunggakan utang beberapa pengusaha pelayaran log mencapai rp 10 milyar.

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUSAHA kapal pengangkut kayu gelondongan (log carrier) banyak yang mengeluh belakangan ini. "Tak ada muatan, sedangkan kredit dari Bapindo harus dibayar," kata seorang pengusaha di Jakarta. Kebingungan mencari muatan itu menimpa pengusaha pelayaran "khusus" terutama setelah keluarnya Surat Keputusan Bersama, (SKB) empat Dirjen (Kehutanan, Aneka Industri, Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negri) 21 April yang lalu. Surat keputusan berupa pengetatan insentif ekspor kayu gelondongan bagi para pernilik pabrik pengolahan kayu mengakibatkan ekspor log secara nasional hanya tinggal 250.000 m3/bulan. Padahal ketika ekspor kayu gelondongan memuncak tahun 1970 bisa mencapai 1,2 juta m3. Kemudian angka itu turun jadi 600.000 m3 setelah dikeluarkannya SKB 3 Menteri bulan Mei 1980. Di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dep-Hub) tercatat 98 buah kapal pengangkut log yang dimiliki 22 perusahaan. Diperkirakan bobot mati seluruh kapal khusus itu mencapai 630.000 ton. Sekitar 50 buah dari kapal itu sudah berbendera Indonesia, sisanya masih berbendera asing sekalipun sudah dimasukkan dalam armada nasional karena statusnya sewa-beli. "Kami memang mendengar keluhan perusahaan pelayaran itu. Kini sedang dipersiapkan aturan baru agar mereka bisa ikut angkutan barang dalam negeri," kata Zainal Abidin, Kepala hubungan masyarakat Ditjen Perla. Ia mengatakan secara insidentil sudah ada perusahaan yang ikut mengangkut barang."Tetapi peraturan resmi baru selesai bulan depan," ujarnya. Peraturan itu menurut Zainal Abidin akan mengatur pengalihan kapal pengangkut log itu menjadi kapal muatan semen, pupuk, beras dan tepung terigu misalnya supaya tidak "bertabrakan" dengan kapal-kapal regular lines service (pelayaran nusantara). Jumlah kredit Bapindo untuk pengangkut log iru nampaknya cukup besar juga. Bahana Utama Line, menurut direkturnya, Subagio Anam masih menunggak sebesar US$ 17 juta atau sekitar Rp 10 milyar. Ada tujuh perusahaan yang memanfaatkan kredit dari Bapindo itu. "Sebenarnya keluhan pengusaha itu bukan karena sepinya muatan," ucap Subagio Anam. "Setelah adanya kebijaksanaan dari Ditjen Perla kami memang sudah bisa mengangkut semen, beras termasuk juga log antar pulau. Cuma untuk pelayaran dalam negeri ini semua pembelian kami, seperti minyak harus cash Sedangkan pembayaran dari pemilik barang kadang-kadang ditunda sampai 2 bulan." Kalau mengangkut ke luar negeri, menurut Subagio, bahan bakar tidak perlu kontan. Sedangkan ongkos angkut sudah bisa diperoleh sekitar tiga hari setelah muatan dibongkar. "Hanya Bulog yang bisa membayar secepat itu di sini," tambahnya. Jadi siapa saja perusahaan yang melayani pengangkutan log ekspor yang masih berjumlah 250.000 m3/bulan? Menurut sebuah sumber di Ditjen Perla akan ditentukan 10 kapal saja. Sebab kalau tidak ditentukan demikian dikhawatirkan kelebihan tonase kapal akan menghambat pengembalian kredit ke Bapindo. Jumlah itu dianggap cukup karena berdasarkan perjanjian antara Indonesian National Sipowners Association (INSA: perhimpunan pengusaha kapal Indonesia) dengan pihak pengusaha perkapalan Jepang, Taiwan dan Korea (negara importir kayu gelondongan) pihak Indonesia hanya kebagian setengah dari seluruh muatan. Pemerintah merencanakan ekspor kayu gelondongan ini suatu ketika akan ditiadakan sehingga kapal pengangkut log juga akan dihapuskan, dan diubah menjadi kapal pengangkut pelayaran nusantara. Pengalihannya sendiri tidak memerlukan perubahan pada disain kapal. Cuma mungkin akan repot juga mengaturnya supaya mereka tidak mendesak rezeki perusahaan yang selama ini bergerak di pelayaran nusantara. Perusahaan kapal pengangkut log nampaknya menyesuaikan diri terhadap pengalihan itu. "Dengan harapan pemerintah mau memberikan perangsang berupa kemungkinan penurunan biaya pelabuhan dan mengusahakan supaya pembelian bahan bakar tak usah kontan," harap Subagio Anam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus