Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH ruang menyempil di lantai 10 kantor TVRI pusat, Jakarta. Di dalamnya kosong melompong. Peranti komputer maupun mesin faksimile tak terlihat beroperasi. Selama satu setengah tahun ini, memang nyaris tak ada aktivitas apa pun di ruangan kerja Sutrimo, Direktur Pemasaran TVRI itu.
Melongok ruangan Badaruddin, sama saja. Direktur Administrasi dan Keuangan ini belum masuk kantor setelah naik haji dan mengambil cuti panjang 40 hari. Stafnya juga punya rutinitas menarik: masuk kantor ketika hari sudah siang, baca koran, duduk sambil ngobrol-ngobrol, makan siang, duduk-duduk lagi, dan pulang sebelum matahari tenggelam.
Kemelompongan ini terjadi sejak Sutrimo, Badaruddin, dan dua direktur lain diskors bos mereka, Direktur Utama TVRI Sumita Tobing, Desember tahun lalu. Sutrimo sendiri mbalelo, ia tetap masuk kerja. Keputusan itu dianggapnya diambil sepihak dan tak sah. "Walau cuma nongkrong, saya tetap masuk kantor," katanya
Kisruh ini meletup setelah Sutrimo dkk. menuduh Sumita bertindak otoriter dalam memimpin TVRI. Dalam hal pembuatan rencana keuangan, misalnya, Sumita dianggap main putus sendiri tanpa melibatkan anggota direksi lain. Tak cuma itu, mereka juga menuding wanita yang gemar mengoleksi topi ini korup dan mengadukannya ke polisi dan kejaksaan.
Celakanya, gonjang-ganjing ini tak berkesudahan hingga sekarang, dan kian memperparah kondisi TVRI yang lagi sekarat dicekik anggaran. Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Pertambangan, Telekomunikasi, dan Industri Strategis, Roes Ariawijaya, sampai angkat tangan menengahinya. "Kami sudah capek," ia mengeluh.
Situasi jadi makin runyam karena sengitnya persaingan menjelang pemilihan direktur baru TVRI. Menurut sumber TEMPO, sejumlah pihak kini tengah gencar bergerilya di pusaran Istana.
Salah satunya, kata sumber TEMPO, adalah Yazirwan Uyun, Sekretaris Korporat TVRI yang juga diskors setelah dilantik Badaruddin menjadi Kepala Divisi I Jakarta tanpa setahu Sumita. Orang lama TVRI melobi melalui Tjahyo Kumolo, anggota parlemen dari PDIP sekaligus tangan kanan Taufiq Kiemas.
Saingan kuatnya juga seorang yang lengket di lingkaran Taufiq Kiemas. Dialah Putut Trihusodo, wartawan majalah Gatra. Gara-gara urusan ini, pertemanan lama Putut dengan Tjahyo kabarnya sampai mendingin.
Iwan—begitu Yazirwan dipanggil—mengatakan dia memang termasuk salah satu calon yang dipanggil tim Kementerian BUMN untuk menjalani uji kelayakan. Tapi, menurut Iwan, selain dia, semua pejabat TVRI setingkat direktur juga ikut dipanggil, termasuk Andi Rallie Siregar, bekas Direktur RCTI, dan Alex Kumara dari Trans TV yang belakangan lalu mengundurkan diri. Tapi Iwan membantah telah melobi Teuku Umar (kediaman Presiden) untuk memuluskan jalannya. "Saya tidak pernah sekali pun menemui Mas Tjahyo untuk urusan ini," katanya.
Sanggahan serupa datang dari Tjahyo. "Saya tidak pernah melobi Mas Taufiq atau anggota Fraksi PDIP lainnya agar mendukung seseorang," ia menegaskan. Menurut Tjahyo, Taufiq telah mewanti-wanti agar partainya tak memakai TVRI sebagai terompet buat kepentingan pemilu mendatang.
Adapun Putut mengaku ia pernah ditawari Sumita posisi direktur pemberitaan, meski belum sampai tahap serius. "Ya, waktu itu kami pernah ngobrol. Tapi itu kan cuma omongan kosong," katanya. Belakangan ia menolak tawaran itu karena merasa TVRI punya terlalu banyak persoalan dan dijangkiti penyakit korupsi yang akut. "Kita tahulah bagaimana tilap-menilap di sana," ujarnya lagi.
Siapa yang akan bertengger di puncak Senayan, markas TVRI, akan segera diumumkan. Nama-namanya, diakui Menteri Laksamana Sukardi, telah berada di kantongnya. "Tapi belum saya buka," katanya. Ketika ditanya apakah sang direktur utama yang baru nanti datang dari luar TVRI, Laksamana menjawab, "Ada kemungkinan."
Sumita sendiri bergeming. Ia kukuh berkeyakinan tak ada yang salah dengan langkahnya selama ini. Ditanya ihwal kemungkinan bakal segera terlempar dari kursinya, ia balik menantang, "Kalau tidak senang, pecat saja saya. Titik."
E. Karel Dewanto, Setri Yasra, Iwan S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo