Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sleman - Melihat Haryo Sasongko, 70 tahun, memetik gitar tak semata kagum dengan kelincahan jemari mantan gitaris band lawas, Groso dan Pytagoras, ini. Ada lukisan pada bodi gitar akustik yang turut menarik perhatian. Di sana ada corak tribal yang menggambarkan citraan sayap dan ekor burung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini dibatik. Caranya seperti membatik kain," kata Kongko, begitu Haryo Sasongko biasa disapa, saat ditemui Tempo, Rabu 18 Desember 2019. Dia menunjukkan menunjukkan kepiawaian sekaligus gitar batik buatannya dalam pameran karya alumnus Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada atau UGM bertajuk Week of Art, Architecture and Urbanism (WA+U) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada proses menggambar dengan malam panas yang ditorehkan lewat ujung canting pada badan gitar. Hingga proses terakhir berupa nglorod atau melepaskan malam dari media yang dibatik dengan merendamnya di air panas. "Tapi untuk alat musik tidak direndam, cuma dikepyur-kepyur (diperciki) air," kata Kongko.
Yang perlu diperhatikan, menurut dia, tak semua jenis kayu bisa dibatik meski bisa dibikin gitar. Kongko mencontohkan, kayu jati bagus, karena keras, pori-pori rapat, dan kuat. Namun karakter kayu jati tak bisa dibatik karena tak menyerap malam. "Kalau jayu mahoni mblobor (pewarna batik merembes ke mana-mana)," kata Kongko.
Kayu eboni pun, meski bagus juga tak sesuai. Musababnya, kayu eboni berwarna hitam sehingga tidak tampak untuk pewarnaan batik. Sejauh ini, kata Kongko, kayu yang biasa dipakai adalah alder dan sungkai.
Kongko menceritakan ketertarikannya pada gitar batik sebenarnya bukan tiba-tiba. Dunia gitar dan batik bukan hal baru karena dia anak band dan lahir dari keluarga pembatik. Namun gitar dan batik, bagi Kongko adalah dua hal terpisah yang kemudian disatukan. Idenya pun tak serta merta menjadi keduanya menyatu.
"Jadi mengapa nama produknya G & B, bukan GB? Karena gitar dan bass itu terpisah dari batik dalam prosesnya," kata Kongko menjelaskan makna filosofi dari produk gitar dan bass batiknya. Dia mulai membuat gitar pada 1964. Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya 1994, istrinya, Tatik keliling Yogyarta dan singgah di sentra kerajinan batik kayu di Krebet, Bantul.
Dari situ, muncul ide Tatik untuk menjadikan gitar-gitar suaminya berbatik. Sebagai uji coba, Kongko menyerahkan bass yang dibuat perajin gitar di Sosrowijayan, Darman, 81 tahun, kepada pemilik Sanggar Punakawan di Krebet, Anton Wahono untuk dibatik. Kayu untuk membuat bass merupakan hadiah sahabatnya di SMA Negeri 3 Yogyakarta, almarhum Gun Nugroho Samawi.
Melihat hasilnya yang memuaskan, Kongko keterusan. Tak hanya bass, gitar akustik dan elektriknya juga dibatik. Bahkan kemasan kayu pada drum juga dibatik. Prosesnya tidak dirampungkan sendiri oleh Kongko, melainkan berkolaborasi dengan Anton. "Saya punya pabrik gitar, tapi enggak punya buruh," ucap Kongko.
Satu gitar membutuhkan waktu pembuatan selama 10 hari. Dalam sehari, 2 sampai 3 gitar bisa dibatik. Kongko membayar lebih tinggi ke tenaga pembatik gitar kayu ketimbang pembatik kain. Dia menjual gitar batik sekitar US$ 500 - 1.000.
Kongko memegang filosofi Jawa dalam berbisnis. "Migunani tumraping liyan, ngrembaka, lan lumintu" yang berarti bermanfaat bagi sesama, berkembang, dan berkelanjutan. Filosofi batik juga dijadikan tipe tiga gitar akustik dan tiga bass-nya. Bass merupakan alat musik yang memainkan dasar lagu, sehingga bunyinya dung dung dung. Tipe yang digunakan sama dengan tipe membatik, yaitu anglo (kompor tanah liat), geni (api), dan wajannya (tempat memasak malam).
Adapun gitar yang berfungsi menjadi bagian konten bermusik menerapkan tipe membatik berupa canting (alat untuk membatik), banyu (air), dan malam (bahan membatik). "Tipe-tipe itu diwujudkan dalam bentuk alat musiknya," kata Kongko.
Gitar-gitar batik Kongko telah mendunia. Gitar bermotif Perisahi Aceh diberikan Kongko kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk menjadi koleksi di Gedung Putih pada 2014. State Museum of Oriental Art di Moskow, Rusia, juga pernah mendapat gitar bermotif Basilika Katedral dan gitar ukulele Batiksoul pada 2018.
"Tantowi Yahya (Duta Besar Selandia Baru) juga mengoleksi. Gitar batiknya saya beri nama Sekar Maori," kata Kongko. Di ruang pamernya, Kongko menunjukkan sejumlah foto gitar dan bass batiknya bersama orang-orang yang mengoleksi.