TIDAK semua penonton teve di Jawa Timur begitu saja senang
ketika TVRI stasion Surabaya diresmikan, 5 Maret yang lalu.
Hampir setiap hari koran-koran di Surabaya menyiarkan keluhan
pembaca melalui rubrik surat yang disediakan. Bukan karena
siarannya kurang baik, tapi disebabkan hilangnya sejumlah acara
dari teve stasion pusat Jakarta yang selama ini direlay
Surabaya. Seperti film-film kartun, cerita untuk anak dari
keluarga Marlia Hardi yang biasanya disiarkan sebelum jam 19.30
malam. Sehingga beberapa anak yang tinggal di Jalan Diponegoro
Surabaya, merasa perlu menulis surat pembaca di koran Jakarta.
"Selamat tinggal kak Didu, selamat tinggal kak Joko," keluh
mereka dalam surat karena acara-acara yang biasa tak dapat
mereka nikmati lagi.
Pihak TVRI Surabaya nampaknya memang belum menjawab langsung
keluhan-keluhan tersebut. Sekalipun, menurut Halim Nasir, Kepala
Bagian Siaran, keluhan yang datang bukan cuma surat pembaca tapi
juga lewat telepon. Acara anak-anak dari stasion pusat Jakarta,
katanya, memang diganti dengan acara produksi stasion Surabaya.
Acara lokal itu sebenarnya penuh dengan acara hiburan. Hanya
tujuh menit pertama ada siaran kata berupa siaran berita daerah
dan sesekali laporan pembangunan. Selebihnya berupa tari, nyanyi
dan adegan pentas. Tapi siaran dari stasion yang berkekuatan 10
kw itu (nomor dua setelah stasion pusat Jakarta), nampaknya
belum berhasil menghibur penontonnya terutama anak-anak. Malahan
ada anak yang merengek pada orangtuanya agar teve mereka diganti
dengan teve lain yang ada cerita kartun Shazzan .
Mencari Bentuk
Acara Surabaya yang dibuat berbeda dengan acara dari Jakarta
itu, menurut Halim Nasir, bukan tanpa alasan. Siaran bulan
pertama ini menurut Nasir, sengaja untuk sekedar mengetahui apa
sebenarnya yang dikehendaki rakyat Jawa Timur. Kepada Dahlan
Iskan dari TEMPO Nasir mengaku punya idealisme untuk menjadikan
stasion Surabaya memiliki wajah 'Jawa Timur'. "Sebab daerah ini
memiliki kekayaan kebudayaan,"katanya.
Kekecewaan penonton, menurut RM Sunarto, Kepala Sub Direktorat
Siaran TVRI Pusat, lumrah saja. "Siaran Surabaya itu memang
masih mencari bentuk. Tapi kalau masyarakat Jawa Timur senang
sandiwara Marlia Hardi, apa salahnya diturutkan kemauannya,"
katanya. Sementara menurut Djaslan BA, Kepala Seksi Siaran TVRI
Jakarta, sebenarnya ada acara Jakarta yang bisa diganti oleh
daerah,. Misalnya, Taman Indria, Pramuka dan Bina Vokalia. "Tapi
daerah seperti Surabaya misalnya, jangan menutup begitu saja
siaran dari Jakarta kecuali kalau siaran penggantinya(misalnya
acara hiburan) lebih bermutu," ucap Djaslan.
Munculnya keluhan-keluhan itu nampaknya menyebabkan Halim Nasir
mengambil jalan kompromi. Karena mulai April ini, film kartun
siaran Jakarta seperti Shazzan akan direlay lagi. "Soalnya,
film-film kartun itu disukai, mulai dari anak-anak sampai
kakek-kakek, " ucap Nasir. Tapi cerita Kak Didu, Halim Nasir
tetap berkeberatan. Katanya, dia sudah menghubungi Dewan
Kesenian Surabaya (DKS) untuk membantu mencari gantinya. Pihak
DKS setuju. Hanya soalnya sekarang mencari grup mana yang
minimal bisa sama dengan grup keluarga Marlia Hardi itu. Nih,
bakal ada Kak Didu Surabaya, yang ngomongnya tidak logat Betawi.
Tapi Jawa Timuran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini