Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Rakyat Indonesia (BRI) menanggapi kabar adanya serangan siber berupa ransomware terhadap data mereka. Kabar tersebut muncul dari akun media sosial X atau Twitter @FalconFeedsio.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Peringatan ransomware, Bank Rakyat Indonesia telah menjadi korban Bashe Ransomware," kata akun @FalconFeedsio dalam bahasa Inggris pada Rabu, 18 Desember 2024. Unggahan tersebut muncul di X pada jam 18.54 WIB dan telah dilihat sebanyak 1,6 juta kali pada pukul 23.30 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi kabar tersebut, Direktur Digital dan IT BRI Arga M Nugraha menyatakan data nasabah bank BUMN itu masih terjaga. "Kami memastikan bahwa saat ini data maupun dana nasabah aman," kata Arga melalui keterangan tertulis beberapa jam setelah unggahan @FalconFeedsio.
Menurut Arga, seluruh sistem perbankan BRI masih dapat berjalan dengan normal. Dia mengklaim layanan transaksi BRI juga beroperasi dengan lancar.
Nasabah BRI, kata Arga, tetap dapat menggunakan seluruh sistem layanan perbankan. "Termasuk layanan perbankan digital seperti BRImo, QLola, ATM / CRM, dan layanan BRI lainnya seperti biasa dengan keamanan data yang terjaga," ucap Arga.
Arga tidak mengkonfirmasi apakah serangan ransomware tersebut memang terjadi. Namun, dia mengklaim bahwa sistem keamanan teknologi informasi milik BRI telah memenuhi standar internasional dan terus diperbarui secara berkala untuk menghadapi berbagai potensi ancaman.
"Langkah-langkah proaktif dilakukan untuk memastikan bahwa informasi nasabah tetap terlindungi," ujar Arga.
Ransomware adalah salah satu ancaman terbesar dalam dunia digital yang dapat menimpa siapa saja, mulai dari individu hingga perusahaan besar. Serangan ini bisa melumpuhkan sistem komputer dan menimbulkan kerugian finansial yang signifikan.
Mengutip dari laman Kemenkeu, ransomware adalah jenis perangkat lunak berbahaya (malware) yang dirancang untuk mengunci atau mengenkripsi data pada perangkat korban sehingga tidak bisa diakses.
Pelaku kemudian menuntut pembayaran tebusan (ransom) dari korban untuk mendapatkan kunci dekripsi atau mengembalikan akses ke data tersebut.
Ransomware seringkali dirancang untuk menyebar ke seluruh jaringan dan menargetkan database serta server file, sehingga dapat dengan cepat melumpuhkan seluruh organisasi.
Laili Ira berkontribusi dalam penulisan artikel ini.