Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Diguncang dokter

Pasaran vetsin merosot gara-gara munculnya keterangan dr. iwan budiarso di tvri yang mengatakan bahwa pemakaian bumbu masak vetsin akan merusak susunan saraf. tapi dibantah para produsen vetsin. (eb)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISNIS vetsin (Monosodium Glutanate) sedang merosot. Keadaan ini berlangsung setelah munculnya keterangan Dr. Iwan Budiarso dalam sebuah acara TVRI awal April. Di situ dia menyatakan bahwa pemakaian bumbu masak itu secara berlebiban bisa merusak susunan syaraf. Ini dia simpulkan setelah melakukan percobaan terhadap binatang. Karena ucapan Iwan itu juga Persatuan Pabrik Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2 MI) sengaja menyelenggarakan jumpa pers dua pekan lalu untuk menangkis serangan Iwan Budiarso. "WHO dan FAO sendiri sudah menyatakan bahwa Monosodium Glutamate aman untuk manusia," kilah M. Solaiman, sekretaris P2MI. Memang badan dunia itu menyebutkan bahwa 120 mg Monosodium Glutamate untuk tiap kg berat badan sebagai batas sip. Kecuali bayi di bawah umur 3 bulan dilarang memakannya. Sukar untuk mendebat keterangan Iwan Budiarso dengan mengutip ketentuan yang diambil dua badan dunia tadi. Karena Iwan hanya meneliti pengaruhnya terhadap binatang. Tapi rupanya lewat jumpa pers itu produsen vetsin ingin mengembalikan kedudukannya di pasar. "Hanya beberapa minggu sejak siaran di TVRI itu omset penjualan vetsin jatuh antara 15 sampai 20%," kata M. Solaiman. Menurut Sekretaris P2MI tersebut penurunan penjualan yang paling terasa oleh produser adalah terhadap vetsin dalam bungkus-bungkus kecil. "Beberapa pabrik malah terpaksa menurunkan produksi dalam bentuk bungkus keil itu," katanya. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga pabrik yang memproduksi vetsin mulai dari bahan mentah sampai jadi. Tiap tahun produksinya bisa mencapai 33.000 ton. Sedangkan 7 pabrik lainnya, yang juga anggota P2MI, kegiatannya hanya mengolah bahan setengah jadi yang diperoleh dari ketiga pabrik tadi. Beberapa pabrik sudah ada yang mengekspor ke Singapura, Australia dan Hongkong. "Tapi belum begitu banyak, hanya sekitar 50 ton perbulan," kata Solaiman. Ekspor ini, katanya sulit berkembang karena tak sanggup bersaing dengan negara-negara produsen lainnya, terutama Taiwan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus