Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berkemas dari Tanjung Priok

Presiden soeharto meresmikan terminal peti kemas. dibangun dengan biaya rp 25 milyar di pelabuhan tanjung priok. bongkar muat lebih cepat. (eb)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA sirene meraung-raung beberapa menit. Suasana cerah di Pelabuhan III Tanjungpriok, Rabu minggu lalu, bertambah semarak, ketika puluhan burung dara dan balon terbang yang mengerek bendera-bendera kecil :aneka warna dilepas ke angkasa. Dengan wajah berseri-seri pagi itu Presiden Soeharto didampingi Menteri Perhubungan Rusmin Nurjadin dan sejumlah pejabat Perhublungan Laut serta para tamu, meresmikan Terminal Peti Kemas (TPK) pertamla yang dibangun dengan biaya Rp 25 milyar di pelabuhan tersebut. Dengan jumlah dana pembangunan sekitar Rp 10 milyar dari pinjaman Bank Dunia dan APBN, harapan tampak digantungkan pada terminal yang dibangun di dermaga sepanjang 920 meter dan lebar 25 meter itu. Terminal yang kini dihuni 180 karyawan itu sebenarnya bukanlah terminal baru. Mulai dibangun 1974, terminal ini sudah mulai menampung kapal container asing awal Desember 1978. Sejak itu, hingga ketika diresmikan, dermaga terminal itu telah disinggahi banyak kapal peti kemas asing. Tahun 1979 tercatat arus bongkar-muat peti kemas di terminal ini: 34.000 TEU (unit peti ukuran 20 feet dengan berat berkisar 15 - 20 ton) dan sekitar 60.000 TEU tahun 1980. Yang kelihatannya baru adalah kapal semi container KM Sriwijaya (17. 000 dwt) milik PT Djakarta Lloyd (DL). Di atas anjungan kapal yang dipesan beberapa bulan lalu dari Jerman Barat inilah, Presiden Soeharto pada upacara tersebut secara simbolis mengkomandokan dimulainya bongkar-muat peti kemas. Dua kran besar buatan Sumitomo/Mistubishi yang dikendalikan 4 - 6 operator bergerak cepat, sesaat menerima aba-aba komando dari presiden. Kran yang berdaya angkut sampai 50 ton itu pelan-pelan turun. Tak sampai 7 menit posisinya sudah rapi. Satu di atas kapal dan yang satu lagi di darat persis di atas tumpukan peti-peti kemas. Dan ujung tiap-tiap kran kemudian meluncur turun sebuah spreader, yang langsung menjepit masing-masing sebuah peti. Dalam waktu tiga menit, kedua spreader itu sudah menunaikan tugasnya: membongkar memuat peti kemas. Tepuk tangan terdengar ketika demonstrasi kerja terminal peti kemas itu selesai diperagakan. Beberapa pejabat dan undangan nampak puas dengan kecepatan kerja sistem peti kemas itu. "Jika kapal biasa membongkar 2000 ton dalam dua huri, dengan kapal container hanya tujuh jam,' kata Capt. N. Naamin, Kepala Unit Terminal Peti Kemas Tanjungpriok. Yang diakuinya belum mengimbangi kecepatan peralatan mesin bonkar-muat itu adalah kecepatan pelayanan administrasi. "Kita masih menggunakan tenaga manusia dalam administrasi. Maklumlah kita 'kan baru pada tahap transisi. Nanti, kalau sudah melayani 50.000 TEU pertahun, mau tak mau kita harus menggunakan komputer," ujarnya. Singapura memanfaatkan sistem peti kemas sejak 1972. Apakah Tanjungpriok mampu mengimbangi Singapura? "Wah, mana mungkin bersaing dengan mereka. Kami di sini masih melaksanakan administrasi dengan tenaga manusia. Tapi, pelan-pelan kita akan menyusul," kata A. Suardi Saul, Kepala Bagian Container PT Samudera lndonesia (SI) -- perusahaan yang mengageni Interway Container Service (ICS) New York. Untuk wilayah Asia kantor ICS berkedudukan di Singapura. Persaingan Ia mengatakan SI sejak 1975 menjadi agen ICS. "Kami memang belum punya kapal container, masih menampung order saja dan melaksanakan perintah Singapura. Tapi, kami yakin, dengan dibukanya terminal di Tanjungpriok, arus barang masuk dan keluar akan meningkat," ucapnya. Pendapat Suardi itu didukung oleh kalangan pelayaran. "Kita memang harus mulai dari sekarang. Kalau tidak kita hanya kebagian muatan yang bernilai angkut rendah, seperti makanan ternak dari luar negeri," kata A. Djauhari Domingus Leimena, Direktur Komersial PT Djakarta Lloyd. Ia menambahkan persaingan untuk mendapatkan angkutan impor dan ekspor saat ini, memang masih terasa berat. Di dalam negeri, katanya, mereka mendapat saingan dari PT Gesuri Lloyd dan PT Trikora Lloyd yang juga mempunyai kapal container. Belum lagi perusahaan pelayaran raksasa dari AS, Eropa dan Australia. "Tetapi, prospek bisnis angkutan peti kemas, menurut saya, cukup baik. Kami sudah pesan empat kapal peti kemas di samping kapal Sriwijaya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus