Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dihambat kampung sendiri

Perkebunan cokelat milik pt. hasfarm product pimpinan haji mohammad hasan yang berlokasi di pinang manis, kal-tim, terhambat masalah tanah. gubernur membujuk jangan angkat kaki karena daerah akan rugi. (eb)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SEJAUH-jauh bangau terbang pulangnya ke kubangan juga". Peribahasa ini nampak mengena pada Haji Mohammad Hasan 54 tahun, peranakan Tionghoa kelahiran Tanah Grogot, Kalimantan Timur. Ia pernah menjadi Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Perdagangan (1964-1965). Setelah jabatan politik sudah tak mungkin disandangnya -- terutama setelah berakhirnya pengaruh Bung Karno, Hasan dari Partai NU itu lantas berkelana. Tujuh tahun di Hongkong bergerak dalam bidang bursa. Tapi 1974 ia kembali ke tanah kelahirannya dan membuka perkebunan cokelat, di Kampung Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kalimantan Timur. "Sejak muda memang hobi saya berkebun," kata Hasan yang juga pernah menjadi wartawan foto harian Suluh Indonesia dan Pemimpin Umum Duta Masyarakat. Lantas awal tahun 70-an, ia mendirikan PT Hasfarm Product Ltd dan mula-mula membuka perkebunan cokelat Sukokulon di Tanggul, Jember, Jawa Timur, seluas 12.000 Ha. Pemerintah daerah Kalimantan Timur sendiri menyambut baik kedatangan Hasfarm. "Untuk memulihkan hutan di sini, diperlukan tanaman keras," ujar Gubernur Eri Suparjan suatu ketika. Pohon cokelat yang bisa berproduksi terus selama 30 tahun cocok betul dengan kebutuhan daerah itu. Untuk memburu penghijauan kembali gubernur memberikan keringanan bagi Hasfarm dengan memperbolehkan perusahaan tersebut beroperasi sekalipun Hak Guna Usaha belum ia miliki. Dalam anggaran, perkebunan yang bernama Pinang Manis dalam 5 sampai 7 tahun akan menghabiskan Rp 6,5 milyar. "Setelah Kenop 15 diperkirakan Rp 12 sampai p 15 milyar," ujar Hasan. Modal itu merupakan fasilitas PMDN ditambah miliknya sendiri. Tahap pertama baru 647 ha yang sudah ditanami cokelat sedang tahap berikutnya seluas 200 ha masih belum rampung. Menurut rencana dari 12.000 ha itu, 7.000 ha akan ditanami cokelat, 1.000 ha kopi dan selebihnya pohon karet yang merangkap sebagai tanaman pelindung. Sudah Rp 1,5 milyar yang disedotnya. Sedang karyawan yang akan ditampungnya, menurut ir Sundoro, administratur di sana, antara 5.000-7.000 orang. Di daerah kelahirannya sendiri Hasan harus berhadapan dengan sikap masyarakat yang dirasakannya sangat memberatkan. Persoalanhya menyangkut ganti rugi tanah. Walaupun Bupati Kutai Awang Faisyal menyatakan "tidak ada yang 3 berhak atas tanah di situ kecuali yang sudah dikonversikan," ternyata banyak penduduk yang mengclaim sebagian tanah Hasfarm sebagai miliknya. "Banyak orang yang mengaku punya tanah di Perkebunan Pinang Manis, keluh Hasan. Menurut ceritanya saban kali Hasfarm membuka jalan penduduk secepat kilat memasang patok lengkap dengan papan nama dan luas tanah yang dituntutnya. Ada yang bernama Ismail, Zakaria dan ... Bonar Pardede. Sementara luas yang di-claim tak tanggung-tanggung 100 sampai 200 ha. "Harganya ada yang lebih mahal dari tanah di Jakarta," kata Hasan, penggemar catur yang dalam sebuah "pertandingan" mengalahkan juara dunia Fischer di Filipina. Contoh Buruk Ganti rugi terhadap tanah yang jelas pemiliknya memang dilaksanakan oleh Hasan. Namun pusing juga kepalanya kalau tanah yang sudah dia ganti-rugi, ternyata di-claim orang lain lagi. Ada pula tanah peladangan yang sudah ditinggalkan dan menjadi hutan belukar, begitu dibuka Hasfarm lantas dituntut bekas penggarapnya. Runyamlah Hasan dibuatnya. Sampai dia mengancam lewat suratnya kepada Gubernur Eri: "Kalau pemerintah tidak turun tangan kami akan angkat kaki dari sini. " Gubernur sudah berjanji akan menangani masalah yang timbul antara penduduk dengan Hasfarm. Ia mengakui di antara penduduknya banyak yang belum paham betul mengenai Undang-Undang Agraria. Berat juga buat sang gubernur kalau-kalau Hasfarm meninggalkan daerahnya "Ini akan menjadi contoh buruk dan tak ada lagi pihak yang mau menanam modal di sana," kata Gubernur Eri kepada Hasan Syukur dari TEMPO yang baru-baru ini meninjau ke sana. Moh. Hasan melihat ekonomi percokelatan cukup cerah. Selama 5 tahun ini, menurut badan pangan dunia (FAO), produksi cokelat dunia hanya naik sekitar 0,77%. Tapi konsumsinya meningkat antara 1,9%-2,7%. Adalah Ghana, dengan produksi sekitar 400 ribu ton setahun, yang praktis menguasai pasaran cokelat dunia. disusul Nigeria dan Pantai Gading dengan produksi 247 ribu ton dan 196 ribu ton setahun. Tapi Indonesia yang menghasilkan cuma 4.000 ton tahun lalu, punya andil secuil (0,19%) untuk memenuhi permintaan di pasaran internasional. Padahal potensinya cukup besar. Bayangkan, 8 perusahaan pengolahan cokelat di dalam negeri duapertiga kebutuhannya masih dari impor, dengan harga tinggi: 123 sen dollar AS per pound. Suatu peluang besar untuk produsen di dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus