Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jakarta, Jakarta

Hasil survei tentang standar hidup yang diterbitkan kamar dagang amerika memeprlihatkan harga barang & jasa kebutuhan harian di jakarta, ternyata lebih tinggi daripada di amerika.(eb)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA buat orang asing bukan tempat tinggal yang sedap. Itulah setidaknya disimpulkan suatu survai tentang standar hidup di Jakarta yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Amerika (Amcham) di Jakarta Berjudul Cost of Living, Jakarta Indonesia, buletin yang dicetak rapi itu menunjukkan, setelah devaluasi rupiah tahun lalu, harga kebutuhan sehari-hari orang asing di Jakarta ternyata sebagian besar sudah melonjak, melebihi tingkat apresiasi dollar sendiri terhadap rupiah. Nick Petroff, Presiden Amcham di Jakarta, yang sehari-hari adalah eksekutif di PT Semen Cibinong, dalam sambutan singkatnya menyatakan survai yang untuk pertama kalinya dikeluarkan Agustus lalu itu akan diterbitkan secara berkala. Data-data yang dikumpulkan memang terbatas pada beberapa super market seperti Gelael dan Hero di Kebayoran Baru. Tapi dapat dianggap sudah mencerminkan gambaran umum dari apa yang ingin dilukiskannya. Babu Cuci Demikianlah antara Juli 1978 dan Juli 1979 misalnya, harga daging dalam dollar naik 12,3%, sedang sayur dan buah-buahan naik 7%. Sesudah devaluasi, bagi yang mempunyai dollar, seharusnya harga-harga lokal memang turun, karena rupiah yang diperoleh menjadi lebih banyak. Tapi nyatanya tidak demikian. Dengan kata lain, tingkat inflasi sejak tindakan devaluasi itu telah melonjak cukup tajam, lebih tinggi dari tingkat devaluasi itu sendiri. Survai itu juga membandingkan harga baru di Jakarta ini dengan harga terakhir yang tercatat di AS sendiri untuk berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Tak salah kalau sebuah laporan Bank Dunia tahun lalu menyimpulkan Jakarta sebagai kota nomor 8 termahal di dunia. Telor misalnya, di sini per kilo menurut survai Amcham itu mencapai US$ 1,52 dua kali lipat harga rata-rata telor di AS. Harga yang tercatat dua kali lipat lari harga umumnya di AS itu juga berlaku untuk bahan kebutuhan dapur seperti minyak goreng anti-kolesterol, biskuit, makanan bayi, coca-cola dan minuman ringan lainnya. Makanan kaleng seperti merek Del Monte rata-rata harganya. di super market Jakarta lebih dari dua kali di AS. Bisa dimengrti, karena jenis makanan impor itu dikenakan bea-masuk yang cukup tinggi. Malangnya, buat orang asing terutama Barat, barang-barang impor itulah yang mereka sukai sehari-hari. Tak lupa digambarkan tentang kualitas dan tersedianya jasa-jasa lain yang diperlukan orang asing di Jakarta. Tentang daging sapi lokal yang berasal dari sapi Brahma, dan dianggap cocok untuk hamburger. Dan daging ayam, baik yang ternak maupun ayam kampung, keduanya disebut tak bisa dibandingkan dengan ayam di AS. Ayam ternak "tak begitu berdaging" seperti di AS, sedang ayam kampung terlalu banyak macamnya. Tapi daging babi mendapat pujian, karena mengandung lebih banyak gajih dari daging babi di AS. Dan harganyapun termasuk murah: US$ 1,78 per pound dibandingkan dengan US$ 2 per pound di Amerika. Untuk pakaian tak ada pujian sedikitpun. Bukan saja mahal, tapi kualitasnya juga jelek. Baik untuk pria maupun wanita, orang asing itu biasanya lebih suka berbelanja ke Singapura atau di AS sendiri kalau kebetulan lagi cuti pulang. Dan batik? Cukup digunakan untuk kesempatan sosial, tapi tak banyak manfaatnya di luar Indonesia. Untuk sepatu, diakuinya produksi lokal harganya lumayan, tapi kualitasnya buruk, dan ukurannya terbatas kecuali barangkali merek Bata. Tapi yang paling menyolok menurut survai Amcham itu adalah kurangnya fasilitas kesehatan dan dokter-dokter yang kompeten, termasuk dokter gigi, yang dianggap memasang tarif mahal, antara Rp 10.000 - Rp 15.000 untuk suatu plombir biasa. Survai itu juga memperinci dengan cukup mendetil biaya pembantu rumah tangga sampai tukang kebun. Gaji rata-rata sebulan untuk pembantu rumah tangga biasa dan babu cuci masing-masing Rp 37.000, tukang kebun Rp 19.000, sedang yang mengemong anak (nurse), rata-rata Rp 39.000-an sebulan. Semua itu sudah termasuk beberapa tunjangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus