Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETORI pergantian pemilik tak berhenti di Kiani Kertas. Lativi Media Karya juga dilirik investor baru. Direktur Utama Bank Mandiri, Agus Martowardoyo, menyatakan bahwa sudah ada lima investor yang serius urun modal untuk stasiun televisi yang baru berumur lima tahun itu.
Bank Mandiri berkepentingan dengan Lativi karena stasiun televisi itu debitornya. Tiga tahun lalu Mandiri memberikan fasilitas kredit investasi dan modal kerja total bernilai Rp 361,82 miliar. Kredit itu belakangan seret.
Kejaksaan Agung menengarai pula patgulipat dalam pengucuran kredit. Dari pihak Mandiri, tiga direksi, termasuk mantan direktur utama E.C.W. Neloe, telah ditahan. Dari pihak Lativi, aparat telah mengenakan status tersangka kepada Hasim Sumiana, direktur utama.
"Investor yang berminat semuanya merupakan perusahaan sejenis," ujar Ekoputro Adijayanto, sekretaris perusahaan Bank Mandiri. Ia tak menyebut nama jelas calon investor. Namun sumber Tempo yang dekat dengan industri televisi menyebut calon investor Lativi yang paling serius adalah TV3 dari Malaysia.
Sudah hampir dua tahun TV3 melirik Lativi. Kendati sempat ragu ketika Kejaksaan Agung mengusut kasus kredit macet Lativi, TV3 tak undur habis. Sumber Tempo mengatakan, TV3 telah mulai menggelar uji tuntas atas Lativi, sejak pekan lalu. "Untuk masalah ini, kami belum dapat memberikan keterangan," ujar Rally Doy dari Bagian Humas Lativi.
TV3 menaksir Lativi karena stasiun itu memiliki modal tak terhitung besar. Ketika berdiri, modal disetor Lativi hanya Rp 25 miliar. Nilai modal membesar setelah para pemegang saham mengkonversi tagihan mereka menjadi utang, dua tahun lalu.
Saat ini Lativi tercatat memiliki modal Rp 275 miliar. ALatief Corporation (ALC) menguasai 95 persen saham Lativi, sisanya (5 persen) dipegang oleh PT ALatief Nusakarya Corporation.
Dengan modal sejumput, jualan Lativi terbilang laris. Serial kartun Spongebob Squarepants adalah acara yang paling diandalkan Lativi mengundang pemirsa. Dalam sehari, Lativi memutar film kartun bertokoh spon ini lebih dari lima kali.
Jumlah pemirsa Lativi pun meningkat drastis. Berkat film kartun buatan Nickolodeon itu, Lativi yang dulu dicitrakan sebagai stasiun gurem mampu menembus lima besar televisi yang paling banyak ditonton.
Bagi TV3, Lativi bisa menjadi pintu masuk menebar jejaring bisnis di Indonesia. Di negerinya sendiri, TV3 praktis tak punya banyak ruang untuk tumbuh. Stasiun yang berdiri pada 1984 itu telah ditabalkan sebagai nomor satu di Malaysia. TV3 merupakan penyumbang pendapatan terbesar untuk induknya, Media Prima Berhad.
Sampai saat ini belum diketahui berapa banyak porsi saham Lativi yang diincar TV3. UU Penyiaran memperbolehkan kepemilikan langsung investor asing di stasiun televisi hingga 20 persen. Namun bukan tak mungkin TV3 mengguyurkan uang ke Lativi lebih besar dari porsi saham yang diizinkan.
Ada beberapa instrumen keuangan yang bisa dipakai, seperti obligasi konversi. TV3 juga bisa memakai perusahaan berbendera Indonesia untuk masuk ke Lativi.
THW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo