Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dokumen Rahasia Duta Merlin

Dugaan manipulasi pajak Asian Agri merupakan kasus pajak terbesar yang ditangani Ditjen Pajak. Potensi kerugian negara Rp 786 miliar.

21 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASUKAN itu bergerak menuju Duta Merlin, kompleks bisnis dan pertokoan di Jakarta Pusat. Yang jadi sasaran adalah gudang dokumen Asian Agri Group, unit usaha grup Raja Garuda Mas milik konglomerat Sukanto Tanoto. Terdiri atas 18 anggota tim intelijen dan investigasi, komando datang dari Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, sekitar 20 menit berkendaraan dari Duta Merlin. Sang pemberi komando, Dirjen Pajak Darmin Nasution, Senin siang pekan lalu baru saja mengumumkan peningkatan status pemeriksaan dugaan penggelapan pajak Asian Agri ke tingkat penyidikan.

Sebuah operasi gerak cepat dilakukan. Begitu sampai lokasi, tim intel menyatroni rumah-kantor bernomor 33. Rupanya bocoran info orang dalam Asian Agri, yang dijadikan petunjuk tim, kurang akurat. Blok C-33, yang dicurigai kantor penasihat pajak Asian Agri, diaduk-aduk. Tak ada dokumen apa pun yang diketemukan.

Giliran Blok B-33 didatangi, jaraknya seratus meter dari yang pertama. Mulanya yang dilihat tim hanya sebuah toko lampu. Tak ada tanda-tanda kegiatan kantor di sana, apalagi di seberangnya ada bar dangdut ”Liza Club”. Hari menjelang gelap. Karyawan toko itu kelihatan bersiap-siap menutup pintu.

Untunglah, tim segera menerobos masuk. Itu tindakan tepat. Ternyata di balik lampu-lampu yang bergantungan tersimpan rahasia besar: kardus-kardus tergeletak, bertulisan IIS. Tentu saja, para intel itu tahu IIS merupakan singkatan Inti Indosawit Subur, satu unit usaha Asian Agri. ”Tuhan memberi kami petunjuk,” ujar Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak, Mochamad Tjiptardjo, pekan lalu.

Namun, jam kerja sudah lewat. Toko akhirnya dibiarkan tutup malam itu. Agar tak kecolongan, para intel tetap mengawasi hingga esok harinya. Saat toko kembali buka, penggerebekan dimulai. Sambil menunjukkan surat perintah penyidikan, tim menyerbu masuk.

Bangunan itu terdiri atas empat lantai, dan semua lantai itu dipenuhi kardus berisi dokumen. Nyaris tak ada ruang tersisa. Total jenderal ada 1.143 kardus dokumen Asian Agri di sana. ”Semuanya diangkut dengan sembilan truk,” ujar Dirjen Pajak Darmin Nasution pekan lalu.

l l l

Penggerebekan di Duta Merlin adalah kelanjutan dari langkah serupa di kantor Asian Agri di Jalan Teluk Betung, Jakarta, dan PT Inti Indosawit Subur di gedung Uniplaza, Medan, pada 19 Januari. Penggeledahan dilakukan karena ada indikasi kuat salah satu produsen minyak sawit terbesar di Asia itu menggelapkan pajak hingga Rp 1,1 triliun.

Dugaan manipulasi pajak mencuat setelah Vincentius Amin Sutanto, mantan eksekutif top Asian Agri, melaporkan dugaan manipulasi di tempat kerjanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada awal Desember tahun lalu. Menurut Vincent, ada tiga modus penggelapan pajak: membuat biaya fiktif, menjual produk murah ke perusahaan afiliasi, dan merekayasa pembukuan agar perusahaan di Indonesia selalu rugi.

Vincent nekat setelah ia ditekan habis oleh manajemen Asian Agri dan bos RGM Sukanto. Ia diketahui terlibat penggelapan uang perusahaan senilai US$ 3,1 juta atau Rp 28 miliar. Vincent telah membuat surat perintah transfer duit dari Asian Agri Abadi Oils & Fats Ltd. ke perusahaan fiktif milik Hendri Susilo, rekannya semasa sekolah lanjutan pertama.

Baru berhasil mencairkan Rp 200 juta, Vincent dipergoki dan langsung kabur. Ia pun dibidik polisi. Upayanya minta ampun ditolak Sukanto, orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes 2006. ”Bagi kami, tak ada jalan kompromi (untuk kasus seperti itu),” ujar Tjandra Putra, Kepala Divisi Legal RGM (lihat Tempo 21 Januari 2007).

Vincent rupanya kesal. Tanpa bisa dibendung lagi, dokumen manipulasi pajak akhirnya menyebar sebelum ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 11 Desember 2006. Entah bagaimana ceritanya, dokumen itu sampai ke tangan Ditjen Pajak. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turun tangan memerintahkan Dirjen Pajak membentuk tim khusus untuk menginvestigasi pajak Asian Agri.

Tim segera dibentuk. Ada 30 orang yang direkrut pada 15 Januari lalu, umumnya berusia di bawah 40 tahun. Mereka sama sekali tidak pernah menangani pajak Asian Agri—ini untuk menghindari konflik kepentingan.

Sejak itu penggerebekan disiapkan. Sayang, rencana keburu bocor. Saat tim pajak mendatangi kantor Asian di Medan dan Jakarta pada 19 Januari, isinya kosong melompong. Dokumen yang dicari raib. ”Intelijen mereka bagus,” kata Tjiptardjo. Toh, tetap ada ”hadiah hiburan”: orang pajak bisa memboyong sebagian data elektronik dari server Asian Agri.

Rupanya, menurut suatu sumber, langkah Pajak membentuk tim telah ”disambut” manajemen Asian Agri. Pada 15 Januari, sekitar pukul 10.30, empat hari sebelum penggerebekan, kabarnya, data perusahaan pindah dari Teluk Betung ke Duta Merlin. Data-data di komputer, bisik sumber ini, dihapus dan sebagian dipindahkan ke hardisk lain pada 20 November 2006. Diduga pemberi perintah adalah Suwir Laut, Manajer Bagian Pajak Asian Agri, dan Tjandra Putra, Kepala Divisi Legal RGM. Kejadian itu hanya beberapa hari setelah Vincent mengancam membeberkan rahasia Asian Agri.

Tjandra Putra menolak berkomentar ketika dihubungi. Direktur Utama PT Inti Indosawit Subur, Semion Tarigan, setali tiga uang. ”Saya tak tahu soal pemindahan data.”

Jawaban datang dari juru bicara Asian Agri, Rudi Victor Sinaga. Menurut Rudi, perusahaannya tidak bermaksud menyembunyikan data. Dokumen dipindahkan karena ruangan di kantor Teluk Betung tak sanggup lagi menampung dokumen. Kata Rudi, berkas sengaja dikumpulkan di Duta Merlin untuk memudahkan aparat pajak jika membutuhkan.

Mengapa dokumen dipindahkan sebelum penggerebekan? Rudi mengaku tidak tahu. ”Yang penting kami selalu kooperatif,” ujarnya. Apalagi, katanya, temuan ”selisih” pajak itu kemungkinan cuma soal beda penghitungan. ”Itu bisa diselesaikan bersama.”

Empat bulan sejak Teluk Betung didatangi, aparat pajak bekerja ngebut siang-malam, bahkan tak jarang mereka menginap di kantor. Data 14 perusahaan itu dirapikan, dicocokkan. Bahkan tim ini dibebaskan dari kasus lain. Tujuannya mengejar tenggat. Menurut Undang-Undang Nomor 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan atas wajib pajak hanya dibolehkan empat bulan. Darmin tak mau timnya gagal. ”Ini kasus pajak terbesar pertama yang ditangani Ditjen Pajak,” kata Darmin.

Setelah tim memeriksa 30 saksi, bekerja keras selama empat bulan, indikasi manipulasi mulai tersingkap. Itu terlihat dari perbedaan data laporan keuangan audit dengan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) 2002 sampai 2005. ”Itu bukti pajak yang dilaporkan tidak benar.”

Ada tiga modus operandi yang telah diungkap, yakni dugaan penggelembungan biaya perusahaan Rp 1,5 triliun, pembengkakan kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar, serta rekayasa hasil penjualan Rp 889 miliar. Totalnya Rp 2,62 triliun.

Untuk sementara, kerugian negara diperkirakan Rp 786 miliar atau 30 persen dari biaya yang disangka dipelintir itu. ”Jumlah itu masih bisa bertambah,” kata Darmin. Masih ada data lain yang belum dipakai, misalnya data Pajak Bumi dan Bangunan dan setumpuk dokumen Duta Merlin.

Sebagai penanggung jawab atas kerugian negara, lima orang setingkat direktur di unit usaha Asian Agri sudah ditetapkan sebagai calon tersangka. Mereka berperan sebagai penanda tangan SPT untuk 14 perusahaan itu. Lima orang itu telah dicekal oleh Dinas Imigrasi. Mereka diancam penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang atau sekitar Rp 3,14 triliun.

Calon tersangka lain masih bisa bertambah. Tak terkecuali Sukanto Tanoto, yang baru saja berniat investasi US$ 4 miliar atau Rp 36 triliun di sejumlah negara. ”Calon tersangka tidak dibatasi, bisa melebar pada siapa pun, yang membantu dan menyuruh,” kata Darmin.

Karena itu, dokumen Duta Merlin menjadi kian penting. Selain Ditjen Pajak, KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diduga bisa lebih banyak berperan. Apalagi, ada dugaan pencucian uang terjadi dalam kasus ini. Hal itu terlihat dari mengalirnya duit tersebut ke brankas Sukanto di Goaled Ltd., Hong Kong (lihat infografik).

Menurut Ketua PPATK, Yunus Husein, dalam Pasal 2 UU Nomor 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan penyamaran uang hasil penggelapan pajak termasuk dalam kategori tindak pidana pencucian uang. Namun, menurut Yunus, penyidikan pidana pajak perlu dilakukan lebih dulu. ”Kami siap membantu Ditjen Pajak,” ujarnya.

Asian Agri akhirnya hanya bisa menunggu. ”Kami tak bisa bilang apa-apa. Kami ikuti saja pemeriksaan. Semoga cepat selesai,” kata Semion Tarigan.

Heri Susanto, Y. Tomi Aryanto, Anton Apriyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus