Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dolar Palsu?

Nasabah Bank Ny. Adila Suwarno Supeno menanamkan dolarnya di EAB, tetapi pihak EAB menyatakan sebagian dolarnya palsu. Langkah penyelesaian belum ada. (eb)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bisa jadi suatu pelajaran bagi calon penyimpan deposito. Nyonya Adila Soewarmo Soepeno, redaktur pelaksana majalah Ayahbunda, menanamkan uangnya sebesar US$ 25.000 di European Asian Bank (EAB), Jakarta. Tapi deposito enam bulan di bank Jerman itu, yang diserahkan pertengahan Juli lalu, bukannya berkembang, melainkan membusuk. Simpanan Adila, satu setengah bulan kemudian, yang mestinya telah beranak hampir US$ 400, oleh seorang petugas EAB dinyatakan palsu sebanyak US$ 700. "Mengapa sudah begitu lama baru mengatakan uang saya palsu?" tanya Adila, setelah mendapat pemberitahuan lewat telepon dari EAB. Tapi jawaban yang diterimanya tambah mencengangkan. EAB baru mengetahui bahwa uang itu palsu setelah meminjamkannya kepada nasa6ah lain. Tapi tidak dijelaskan bagaimana nasabah itu, yang kemudiarl mengembalikan uang pinjamannya, tahu bahwa itu dolar palsu. "Berarti, dolar palsu itu sempat lolos di pintu masuk, juga di pintu keluar EAB, tanpa dites lagi dengan money tester," kata Adila mengutip keterangan yang diperoleh dari kenalannya di bank lain. Untuk menguji palsu atau tidaknya selembar mata uang dipergunakan money tester. Dewasa ini, ada bermacam-macam money tester yang dipakai oleh bank-bank. Ada yang disebut Moneytron Dollar, buatan Amerika Serikat. Menurut Agus, yang sudah 12 tahun bekerja sebagai penguji uang pada Citibank, Jakarta, alat berukuran 2 cm X 10 cm bertenaga baterai itu biasanya diusapkan pada lembaran uang kertas yang hendak dites. Uang dolar palsu akan menimbulkan cahaya merah, sedangkan yang asli menimbulkan cahaya hijau dan bunyi tertentu pada alat peka magnet itu. Tapi, kini, para pemalsu uang mampu mengelabui alat itu dengan cara membubuhkan separasi magnetik dalam dolar palsu tersebut. Alat penguji uang yang lebih disukai bank-bank sekarang ini adalah alat yang disebut black light - juga buatan AS. Pesawat pengetes ini dapat menguji uang kertas dolar, rupiah? dan mata uang lainnya. Caranya? Lembaran uang, yang dijepit dengan plastik putih, diterangi lampu neon, dan petugas mengamatinya lewat kaca pembesar (dengan pembesaran 60 kali). Rupiah asli bisa diteliti sampai pada ciri-cirinya yang kecil. Sedangkan uang dolar, yang diterangi dengan slnar ultraviolet pada pesawat itu, akan memberi warna asli jika uangnya tak palsu. Dan, dolar palsu akan menimbulkan warna ungu. Petugas di Citibank sering menemukan dolar palsu dari seri tahun 1977. "Bank berada di pihak yang lemah, kalau ia telah menerima uang palsu dari deposan lebih dari semalam. Tanggung jawab berada pada kasir dan kasir kepala," kata manajer salah satu bank asing di Jakarta. Alasannya, sidik jari pada mata uang kertas itu sudah banyak, bukan lagi dari deposan. Tapi, sampai awal pekan ini, pihak European Asian Bank masih bersikeras menyudutkan Adila. Surat protes yang dikirim Nono Anwar Makarim, pengacara Adila, tidak digubris EAB. Bahkan ketika pengacara itu menghubungi EAB, bank itu menolak campur tangannya. Seminggu setelah penolakan itu, Adila diundang pimpinan EAB untuk memecahkan persoalan. Tapi jalan keluarnya masih buntu. "Mereka tetap menyatakan bahwa dolar palsu itu dari saya. Petugas bank mengaku anya mencatat nomor seri uang saya dengan pensil, tanpa mengetesnya, dengan alasan demi kelancaran," tutur Adila kepada TEMPO. Deputi manajer European Asian Bank, B.G.W. Budhyarto, yang menerima TEMPO, Senin lalu, menyatakan bahwa ia tak mengetahui adanya kasus itu. Kalaupun ada, pihak kami akan menyelesaikannya secara baik-baik, "konfidential", katanya, tidak untuk dipublikasikan. Sejauh ini, Adila - yang ingin mengetahui sikap Bank Indonesia terhadap kasus dirinya - belum berniat mencabut deposito dolarnya, karena belum jatuh tempo. Bunga deposito dolar di sini 12,75%, termasuk tinggi - seperti juga risikonya. Siapa tahu kasus seperti ini tak cuma terjadi pada Nyonya Soewarmo, mungkin di bank lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus