Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Energi DPR RI berencana menyelesaikan tarik ulur wewenang penetapan tarif toll fee atau pengangkutan gas bumi melalui pipa dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas). "Kami membuka peluang membahas upaya memperbaiki sistem toll fee dan akselerasi investasi di sektor hilir migas," kata Wakil Ketua Komisi Energi Eddy Soeparno kepada Tempo, Senin 26 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tarik ulur mengenai kewenangan toll fee ini berawal dari surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 2 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Arifin meminta penetapan toll fee gas bumi yang menjadi wewenang BPH Migas dialihkan ke Menteri ESDM dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Presiden. Dia ingin meningkatkan daya saing industri melalui percepatan pemanfaatan gas bumi. Kebijakan ini juga dinilai bisa mendorong implementasi penetapan harga gas khusus untuk industri tertentu.
Pengalihan wewenang sempat diakomodir dalam Undang-Undang Cipta Kerja versi 812 halaman yang dikirim DPR kepada Sekretariat Negara pada 14 Oktober lalu. Dalam Pasal 46 disebutkan BPH Migas wajib mendapatkan persetujuan Menteri ESDM dalam pengaturan dan penetapan toll fee.
Namun kemudian pasal tersebut menghilang dalam naskah beleid setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara kepada sejumlah organisasi masyarakat Islam.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menyatakan perubahan itu terjadi karena kesalahan teknis. "Seharusnya (Pasal 46) dihapus," katanya.
Dia berdalih, dalam pembahasan Panitia Kerja, usulan pengalihan wewenang BPH Migas itu tak disetujui namun ternyata tetap tercantum dalam naskah yang dikirimkan ke pemerintah. Supratman menyatakan penghapusan pasal dilakukan usai Sekretarian Negara memeriksa naskah yang dikirim DPR.
Merujuk pada klarifikasi tersebut, Eddy menyatakan Komisi Energi akan memastikan BPH Migas melanjutkan tugasnya, namun dengan sejumlah perbaikan yang akan diatur dalam revisi UU Migas.
"Terutama perbaikan terkait jalur pipa yang sudah ditender cukup lama tapi masih mangkrak sehingga aspek keekonomiannya sudah berubah," katanya. Dia berkaca dari keputusan PT Rekayasa Industri untuk mundur dari proyek gas transmisi Cirebon-Semarang lantaran tak mampu membiaya proyek yang dimenangkan lelangnya 14 tahun lalu itu.
Ketua Indonesian Natural Gas Trader Association Eddy Asmanto mengapresiasi kinerja BPH Migas dalam penentuan toll fee selama. Pasalnya tarif ditentukan secara terbuka dengan melibatkan masukan dari beragam pemangku kepentingan.
Dia mendukung adanya perbaikan terutama koreksi tarif di ruas transmisi tua. "Karena sudah terdepresiasi dan operator tinggal menikmati keuntungan," tuturnya. Eddy juga menyoroti besaran iuran pengangkutan gas bumi. Menurut dia, iuran tersebut membebani shipper.
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio menyatakan terus memperbaiki pengaturan toll fee. Hingga saat ini BPH Migas telah empat kali menyesuaikan aturan tarif agar lebih efisiens dan memenuhi keekonomian pengusaha.
Aturan terbarunya tercantum dalam Peraturan BPH Migas Nomor 34 Tahun 2019. Dalam beleid tersebut, BPH Migas mengatur tarif di 60 ruas dengan rata-rata toll fee US$ 0,353 per MSCF. Jugi menyatakan tarif tersebut dihitung dengan mempertimbangkan nilai basis aset. "Jangka waktu depresiasi juga ditentukan minimal 16 tahun," katanya.
Menanggapi soal iuran pengangkutan gas bumi, Jugi menyatakan belum ada rencana mengubah besaran iuran.
Prosesnya, menurut dia, tak akan mudah lantaran membutuhkan perubahan peraturan pemerintah. "Tapi sebenarnya iuran ini kecil sekali sehingga tidak berpengaruh besar terhadap harga jual," kata dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | VINDRY FLORENTIN