Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang paripurna DPR resmi mengesahkan Undang-Undang atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selanjutnya UU ini tinggal diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, sebelumnya resmi berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini dapat disetujui menjadi UU?" tanya Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar kepada peserta sidang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 8 fraksi menyatakan setuju, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan mereka tetap menolak RUU ini sebagaimana yang sudah disampaikan saat pembicaraan di tingkat komisi. Sehingga akhirnya, Muhaimin pun langsung mengetuk palu pengesahan tanda RUU ini disetujui DPR.
Sebelumnya, RUU ini telah disepakati di tingkat komisi pada Rabu, 29 Oktober 2021. Beleid baru ini pun menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan yang sudah beberapa kali diubah.
Sebelum pengambilan keputusan, Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Dolfie melaporkan bahwa RUU Pajak ini mengubah setidaknya beberapa peraturan dalam enam UU sekaligus. Mulai dari UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, UU Cukai, UU Penanganan Covid-19, dan UU Cipta Kerja.
Menurut Dolfie, RUU ini telah disetujui oleh 8 fraksi. Sebaliknya, hanya ada satu fraksi yaitu PKS yang berbeda sikap. "Fraksi PKS belum menerima hasil kerja panitia kerja dan menolah RUU ini," kata Dolfie.
Meski demikian, RUU ini akhirnya tetap disetujui DPR. Ada beberapa ketentuan baru yang diatur di dalamnya, mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Karbon, sampai Tax Amnesty Jilid II.
UU ini terdiri dari 106 halaman, 9 bab, dan 19 pasal. Pertama yaitu Bab II tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur soal rencana penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Lalu, ada juga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diatur dalam Bab IV tentang PPN. Lewat beleid ini, tarif PPN 11 persen mulai berlaku 1 April 2022. Lalu, tarif 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025.
Selanjutnya, ada juga aturan soal Tax Amnesty yang diatur dalam Bab V tentnag Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Lewat program ini, maka wajib pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Lalu, ada juga Bab VI yang mengatur soal Pajak Karbon. Lewat beleid ini, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).