Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pelaksana tugas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan ada dua langkah untuk meningkatkan dan menjaga produksi Blok Rokan pada level 200 ribu barel minyak per hari. Pertama, kata Nicke, dengan cara konvensional, yaitu mempelajari data teknis Blok Rokan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah pelajari data teknis Rokan, perlu ada teknologi dan beberapa titik eksplorasi. Kami harus menambah area. Kami akan menambah titik eksplorasi," ujarnya kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, kata Nicke, dengan cara unconventional, yaitu dengan menggunakan teknologi enhance oil recovery (EOR) atau teknologi pengurasan minyak. "Ini sudah dilakukan, nah kami akan lanjutkan. Kami akan meningkatkan, bisa double capacity. Kalau mau menambah produksi lagi, pakai EOR," kata dia.
Lebih jauh, Nicke menyatakan, kepercayaan yang diberikan kepada Pertamina untuk mengelola blok dengan produksi lebih dari 200 ribu barel minyak per hari tersebut tidak lepas dari dukungan pemerintah.
Adapun karakteristik minyak di Blok Rokan sesuai dengan konfigurasi kilang nasional, yang akan diolah di dalam negeri, yakni di kilang Balongan, Dumai, Plaju, Balikpapan, dan lainnya. Guna mempertahankan produksi, Pertamina dalam proposal juga menyampaikan akan memanfaatkan teknologi EOR yang telah diterapkan di lapangan-lapangan migas Pertamina.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan Pertamina tidak dalam kondisi bangkrut. "Kalau Anda bilang Pertamina keuangannya seret, itu betul. Saya enggak bilang bangkrut loh ya. Tapi masih bisa jalan enggak? Bisa," ujarnya.
Alasan tersebut dibeberkan Jonan berdasarkan pengambilalihan Blok Rokan dari Chevron kepada Pertamina. Saat Pertamina mengajukan pengambilalihan, maka itu bisa diasumsikan bahwa Pertamina masih memiliki uang besar. Menurut dia, ada tiga hal yang membuat Pertamina menjalankan tugas dari pemerintah, yakni Pertamina memiliki resources sangat besar dengan pangsa pasar yang besar, Pertamina dibangun untuk bangsa Indonesia, dan tidak ada keinginan pemerintah membuat Pertamina bangkrut.
Mantan Direktur Utama Pertamina Ari Sumarno mengatakan ada empat hal penting yang harus dikelola dengan baik. Pertama, sumber daya manusia karena masih menggunakan tenaga ahli Chevron. Kedua, masalah pendanaan karena kegiatan operasional butuh biaya besar. Ketiga, masalah teknologi. "Karena pengalaman dan penguasaan Pertamina masih relatif rendah soal ini," ujarnya. Terakhir adalah masalah operasional lapangan.
Ari menyarankan Pertamina menggandeng mitra strategis. Sebab, jika terjadi penurunan produksi, akan berakibat pada kerugian negara.
Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar mengatakan proses peralihan pengelolaan Blok Rokan akan meniru proses transisi di Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Di Blok Mahakam, peralihan dari perusahaan minyak Total E&P Indonesie ke Pertamina dilakukan pada 1 Januari 2018. Peralihan ini menandai berakhirnya penguasaan Total di Mahakam selama 50 tahun di salah satu ladang gas terbesar di Indonesia tersebut.
Sebelum dialihkan, Total telah menyelesaikan seluruh komitmen finansial, dari bonus tanda tangan hingga pencadangan dana abandonment and site restoration (ASR). Total juga mengembalikan data geologi dan geofisika (G&G) serta data non-G&G secara bertahap dari 2015 sampai 2017. Perusahaan asal Prancis ini juga berkomitmen menyelesaikan hak dan kewajiban yang belum dapat diselesaikan pada akhir kontrak. KARTIKA ANGRAENI | FAJAR PEBRIANTO | ALI NUR YASIN
Naik-Turun Produksi
Aksi korporasi Pertamina mengambil alih ladang-ladang minyak terminasi dan akuisisi lapangan sudah dilakukan sejak 16 tahun lalu. Berawal dari mengambil alih Blok CPP di Siak, Riau, pada 2002, yang habis masa kontraknya dengan PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron Pacific Indonesia). Dilanjutkan dengan mengakuisisi lapangan minyak lepas pantai Blok ONWJ dari BP West Java dan terakhir mengambil alih operator di Blok Mahakam. Lapangan Blok CPP dan Blok Mahakam tingkat produksi tidak sebagus sewaktu masih dikelola operator lama. Produksi minyak di kedua blok ini malah melorot. Sebaliknya, produksi di Blok ONWJ justru melonjak setelah ditangani Pertamina.
Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP)
- Operator: Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu
- Resmi menjadi operator: 19 Agustus 2002 sampai 19 Agustus 2020
- Operator sebelumnya: PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron Pacific Indonesia)
- Total produksi 2002: 42.000 barel per hari
- Total produksi 2018: 10.419 barel per hari
Blok Offshore North West Java (ONWJ)
- Operator: Pertamina Hulu Energi
- Mitra: Pertamina (58,28 persen), PT Energi Mega Persada (36,72 persen), dan Risco Energy (5 persen)
- Resmi menjadi operator: Juli 2009
- Operator sebelumnya: BP West Java
- Nilai akuisisi: US$ 280 juta
- Total produksi 2009: minyak 23.066 barel per hari dan gas sebesar 220 MMSCFD
- Total produksi 2018: minyak 32.300 barel per hari dan gas 123,5 MMSCFD
Blok Mahakam
- Operator: Pertamina Hulu Mahakam
- Resmi menjadi operator: 1 Januari 2018
- Operator sebelumnya: Total E&P Indonesie
- Total produksi 2017: minyak 52.000 barel per hari dan gas 1.360 MMSCFD
- Total produksi sampai Juli 2018: minyak 46.376 barel per hari (target 48.271 bph) dan gas 916 MMSCFD (target 1.100 MMSCFD)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo