Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang pemutusan hubungan kerja disingkat PHK massal diprediksi kembali mengancam dunia industri di Indonesia. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan kebijakan tarif impor AS terbaru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai 9 April 2025 bisa memicu badai PHK gelombang kedua yang lebih besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Sampai tiga bulan ke depan dalam hitungan kami runtuh itu lebih dari 50.000 orang akan ter-PHK,” kata Iqbal, Sabtu, 5 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Asumsi terjadinya gelombang PHK sekitar 50 ribu pekerja ini dikalkulasikan sementara dari hasil Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KSPI dan Partai Buruh.
Adapun Industri yang dinilai paling rentan terkena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mencakup sektor tekstil, garmen, sepatu, elektronik, serta makanan dan minuman yang mengandalkan ekspor ke Amerika Serikat. Selain itu, sektor minyak sawit, perkebunan karet, dan pertambangan juga masuk dalam daftar sektor rawan.
Iqbal menilai perusahaan-perusahaan di sektor-sektor tersebut mayoritas dikuasai oleh investor asing. Jika situasi ekonomi memburuk dan beban tarif dianggap memberatkan, investor dinilai cenderung mudah mengalihkan investasinya ke negara lain yang menawarkan biaya produksi lebih murah. Ia menyebut sektor tekstil berpeluang besar hengkang ke negara-negara seperti Bangladesh, India, atau Sri Lanka yang tidak dikenai tarif tambahan oleh Amerika Serikat.
Efek Domino dari Tarif Impor 32 Persen
Trump menetapkan tarif minimal 10 persen atas seluruh produk dari luar negeri, dan tarif lebih tinggi untuk beberapa negara tertentu, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif 32 persen. Kebijakan ini langsung menekan daya saing produk ekspor Indonesia, terutama dari sektor tekstil, garmen, elektronik, makanan-minuman, dan sepatu yang selama ini bergantung pada pasar Amerika.
Iqbal mengungkapkan, beberapa serikat pekerja telah menerima undangan untuk berunding dari perusahaan terkait potensi PHK. "Kemungkinan terjadi PHK, berapa banyak, kapan, dan hak buruh yang didapatkan setelah PHK belum disampaikan. Baru disampaikan potensi PHK, oleh karena itu mereka (pimpinan perusahaan) minta berunding," ujarnya.
Menurut dia, kondisi beberapa perusahaan sebelum Lebaran pun sudah tidak stabil. Dengan adanya kebijakan tarif impor ini, situasi diperparah. Iqbal juga menyampaikan beberapa perusahaan yang sudah tidak stabil tersebut bahkan sedang mencari format untuk menghindari PHK. “Dengan adanya hantaman kebijakan tarif impor AS Donald Trump ya bisa dipastikan terjerembap, bukan lagi oleng,” ucapnya
Langkah Pemerintah Dinilai Hanya untuk Jangka Panjang
KSPI menilai langkah mitigasi yang disampaikan Presiden Prabowo, seperti memperluas mitra dagang, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri tidak menjawab ancaman PHK dalam waktu dekat. “Tiga langkah strategis itu semua jangka panjang, enggak bisa mengantisipasi PHK,” kata Iqbal.
Sementara itu, pemerintah melalui Kantor Komunikasi Kepresidenan menyebut langkah-langkah tersebut disiapkan untuk merespons dinamika global, termasuk kebijakan tarif AS. Namun, di lapangan, belum ada strategi konkret untuk mencegah pengurangan produksi atau penutupan perusahaan.
Daya Saing Harus Jadi Fokus
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menekankan bahwa pemerintah seharusnya menjadikan kebijakan tarif Trump sebagai momentum untuk memperkuat daya saing nasional. Timboel menambahkan, pemerintah perlu menurunkan suku bunga untuk industri, memberantas pungli, dan memperluas akses teknologi. Kualitas sumber daya manusia juga harus ditingkatkan agar produk dalam negeri mampu bersaing di pasar global.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.