Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah turut mengomentari ihwal terhambatnya kegiatan operasional PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang berujung pada keputusan perusahaan untuk merumahkan 2.500 pekerjanya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan hal ini berada di ranah kewenangan kurator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau Sritex itu urusan kurator yang pegang kewenangan, kita ikut aja. Sebab kita nggak punya kewenangan,” kata Askolani saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur pada Kamis, 14 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anak buah Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sejauh ini tidak ada komunikasi antara kurator dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bawah Kementerian Keuangan. “Nggak, itu kebebasan mereka. Kita harus hormati hukum, yang pegang kewenangan itu kurator. Jadi kita ikutin apa kata kurator,” tuturnya.
Raksasa tekstil Sritex sebelumnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang atas gugatan yang diajukan PT Indo Bharat Rayon. Pengadilan tersebut mengabulkan permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan PT Indo Bharat Rayon perihal penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Buntut dari itu, Sritex akhirnya dinyatakan pailit melalui putusan perkara dengan Nomor Register Nomor: 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg jo. Nomor 21/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg. Sritex kini tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator yang ditunjuk pengadilan saat ini sedang mengurus dan membereskan harta Sritex sebagai debitur pailit.
Risiko PHK makin Besar
Terbaru, Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengatakan saat ini perusahaannya tengah meliburkan sebanyak 2.500 pekerja akibat kekurangan bahan baku.
Dia menyebut, tidak turunnya izin operasional dari kurator dan hakim pengawas menjadi penyebab Sritex mengalami kekurangan bahan baku produksi sehingga tidak bisa beroperasi seperti biasa.
“Jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha,” ujar Iwan dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Rabu, 13 Oktober 2024.
Tidak turunnya izin operasi ini, kata Iwan, menyebabkan terhambatnya kegiatan operasional Sritex. Sebab, izin ekspor dan impor hingga rekening perusahaan tengah dibekukan untuk proses likuidasi yang dilakukan kurator.
Iwan menyebut, saat ini ketersediaan bahan baku Sritex hanya cukup untuk berproduksi selama tiga bulan.
Dia pun mengatakan, apabila kondisi ini terus berlanjut, maka potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) juga akan semakin besar.
Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.