Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Erupsi Tangkuban Parahu, Kawasan Pariwisata Ditutup

Kawasan wisata Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat, ditutup setelah terjadinya erupsi pada hari ini, Jumat, 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB.

26 Juli 2019 | 20.03 WIB

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu terlihat dari kejauhan., Jumat, 27 Juli 2019 (Dokumentasi BNPB)
Perbesar
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu terlihat dari kejauhan., Jumat, 27 Juli 2019 (Dokumentasi BNPB)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan wisata Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat, ditutup setelah terjadinya erupsi pada hari ini, Jumat, 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB. "Saat ini daerah wisata telah ditutup dan wisatawan telah dievakuasi," ujar Kepala Bagian Manajemen Krisis Kepariwisataan Kementerian Pariwisata Herry Rachmat Widjaja dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Juli 2019.

Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), telah terjadi erupsi Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 200 meter di atas puncak.

Saat ini, Gunung Tangkuban Parahu berada pada Status Level I atau Normal. Kendati demikian, pemerintah melarang masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu, pengunjung, wisatawan, pendaki untuk turun mendekati dasar Kawah Ratu dan Kawah Upas.

"Kementerian Pariwisata mengimbau wisatawan untuk mengikuti instruksi pemerintah dan memperbarui informasi dari media resmi pemerintah," ujar Herry.

Sebelumnya, ahli gunung api PVMBG, Gede Suantika mengatakan, jenis letusan tersebut adalah freatik dan terjadi akibat akumulasi gas. “Freatik artinya letusan masih disebabkan oleh akumulasi gas-gas yang berasal dari uap air. Sumber letusannya dangkal,” kata dia saat dihubungi Tempo.

Gede yang saat ini menduduki posisi Kepala Bagian Tata Usaha, PVMBG, mengatakan, letusan freatik relatif biasa terjadi di Gunung Tangkubanparahu. Biasanya terjadi saat musim kemarau. Pasalnya, menurut dia, sistem kantong tekanan di Gunung Tangkuban Parahu relatif dangkal.

“Sistem kantong tekanannya itu dangkal. Berkaitan dengan sistem hidrologi yang dangkal di bawah kawah. Tiba-tiba kemarau ini suplai air melemah, pemanasan jadi berlebih,” ujar Gede.

Letusan freatik, tutur Gede, sifatnya cepat. Kendati demikian, tanda erupsi gunung itu disebutnya sudah terpantau sejak 27 Juni 2019 lalu, antara lain jumlah gempa hembusan yang mendadak melonjak hingga ratusan dalam seharinya, serta peralatan pemantau deformasi tubuh gunung mendapati jarak antar bibir kawah melebar kendati dalam hitungan milimeter. Walau begitu, Gede mengaku kesulitan memperkirakan waktu terjadinya letusan.

AHMAD FIKRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus