Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri menyarankan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diangkat menjadi panglima perang dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada baiknya Menteri Kesehatan diangkat sebagai panglima perang dengan otoritas yang memadai, supaya tidak terjadi lagi para staf—terutama yang menyandang Jabatan Menteri—melakukan inisiatif sendiri-sendiri," ujar Faisal dalam tulisan di laman pribadinya, Kamis, 25 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasalnya, dalam memerangi pandemi, ia menilai pemerintah belum memiliki strategi yang utuh. Misalnya saja jumlah pengetesan yang belum mencapai 40 ribu tes per satu juta penduduk. Belum lagi dengan jumlah penelusuran kontak yang minim.
Ia melihat para ahli epidemiologi dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu juga kesulitan melakukan kajian karena data yang tidak akurat, tidak kredibel, dan sistem pelaporan yang buruk. "Bagaimana mungkin menghasilkan kajian yang jitu untuk pengambilan keputusan jika kualitas data amat buruk," ujar dia.
Panglima perang, kata Faisal, mutlak membutuhkan pusat data dan menggunakan standar WHO. "Tidak boleh lagi 'suka-suka' Menteri Kesehatan menentukan definisi angka kematian akibat Covid-19, misalnya," ujar dia.
Seluruh data yang dikumpulkan Kementerian Kesehatan wajib diserahkan ke pusat data di kantor panglima perang. Pusat komandolah yang mengolah data yang dikerjakan para ahli.
Faisal mengatakan perencanaan dan operasi harus terpusat, bukan seperti sekarang yang terlalu banyak satgas. Misalnya saja satgas percepatan vaksin, satgas percepatan penurunan kasus di delapan daerah dengan kasus tertinggi, dan sejenis satgas lainnya.
"Orangnya itu-itu saja," kata Faisal. "Tak boleh setiap pejabat sesuka hati menyampaikan pandangan subyektifnya. Hanya ada satu juru bicara perang."
Ia mengingatkan bahwa sudah sedemikian banyak kesempatan emas terlewatkan akibat salah urus, salah diagnosis, perilaku meremehkan, dan kebijakan-kebijakan keliru serta tambal-sulam selama pandemi Covid-19 ini. Karena itu, ini adalah saatnya pertimbangan ahli serta data yang akurat dan kredibel jadi acuan.
"Kini kita sedang menapaki masa kritis. Walaupun jumlah kasus harian dalam beberapa minggu terakhir menunjukkan penurunan signifikan, masih mungkin terjadi ledakan kasus baru," kata Faisal.
Selain itu, testing dan pelacakan kontak, menurut dia, perlu terus digencarkan untuk mengurangi risiko itu. Pasalnya, ratusan tenaga kesehatan telah tiada dan sumber daya kian terbatas.
"Rakyat sudah lelah dengan berbagai pembatasan sosial. Kesalahan fatal bakal membuat pemulihan semakin panjang. Vaksinasi yang sudah mulai berjalan tidak boleh membuat kita melonggarkan kewaspadaan," ujar Faisal Basri.