CITA-cita utama petugas pajak adalah menggondol target kenaikan PPh 31,7% untuk tahun anggaran sekarang. Bila sasaran itu tercapai, maka PPh (Pajak Penghasilan) yang terkumpul adalah Rp 6,51 trilyun. Tapi Ditjen Pajak harus kerja keras, sebelum barang mahal itu bisa diraih. Tak disangka-sangka, ada pihak swasta yang bersedia membantu mereka. Dan dari kalangan perfilman pula, yang selalu terke- nal dengan keluh-kesahnya. Bantuan itu ditandai dengan penandatanganan kerja sama -- Sabtu pekan silam di Lantai 21 Gedung Indocement -- antara Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad dan Ketua Asosiasi Importir Film Amerika -- Eropa, R. Soenarso, Ketua Asosiasi Importir Film Mandarin, Sudwikatmono, dan Ketua Asosiasi Film Asia Non-Mandarin, Sudarko. Sejak hari itu, para importir film diupayakan membayar PPh secara lebih tertib. Asosiasi juga akan mengontrol dan membina mereka. Maka, langkah ini menggembirakan Mar'ie. Katanya, "Kalau di luar negeri, wajib pajak dan petugas pajak berantem melulu. Di sini asosiasi swasta malah membantu petugas." Dalam prakteknya, setiap triwulan asosiasi melaporkan ke Ditjen Pajak hasil penertiban dan pembinaan, plus laporan tentang realisasi impor film yang dilaksanakan oleh 17 anggota asosiasi. Cara itu diharapkan bisa efektif. Kepada wartawan TEMPO Sri Pudyastuti, Dirjen Pajak menyatakan bahwa ia yakin dalam setahun sudah bisa dilihat hasilnya. SPT akan tepat waktu, misalnya. Adapun gagasan kerja sama itu datang dari pihak Ditjen Pajak, yang mengajukannya ke pihak perfilman sejak sebulan lalu. Asosiasi-asosiasi lain yang mau mengikuti langkah tersebut akan disambut hangat oleh Mar'ie. "Pokoknya, kami wellcome," katanya. Seyogianya memang demikianlah mengingat kerja sama semacam itu akan menguntungkan kedua pihak: pajak tertib, sementara pimpinan asosiasi bisa mengontrol anggota di samping menegakkan wibawa. Sebelum ini, Ditjen Pajak sudah pula menjalin kerja sama dengan asosiasi penyalur gula dan tepung terigu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini