BEDA pendapat antara para anggota organisasi negara-negara
pengekspor minyak (OPEC) nampaknya semakin melebar. Kalau di
Wina 20 Desember lalu, ke-13 menteri minyak itu gagal mencapai
konsensus untuk membagi-bagi jatah nasional yang seluruhnya
berjumlah 18,5 juta barrel sehari, pekan lalu pun hal yang sama
berulang lagi. Dalam sidang darurat di Jenewa (23-24 Januari),
bukan saja masalah pembagian jatah nasional yang mereka
pertengkarkan, tapi juga tentang harga diferensial yang dipasang
oleh kelompok Afrika Utara-seperti Nigeria dan Libya -- yang
oleh Arab Saudi dianggap terlalu rendah.
Yahaya Dikko, ketua delegasi Nigeria yang kini menjadi presiden
OPEC, dalam keterangan persnya di akhir sidang itu antara lain
menerangkan, tak menduga sebelumnya Sheik Zaki Yamani, Menteri
Perminyakan Arab Saudi itu, akan membawa-bawa soal diferensial
ke dalam sidang di Jenewa. Yahaya Dikko sendiri memang hadir
dalam sidang organisasi negara-negara Teluk (Gulf) di Bahrain,
sepekan sebelum berlangsungnya sidang di Jenewa. Selain Dikko,
hadir pula Menteri Subroto dari Indonesia, Qasim Ahmad Taqi dari
Irak dan Menteri Perminyakan Libya.
Di Bahrain itu pula mereka melontarkan pernyataan bersama agar
OPEC segera bersidang dan mencapai kata sepakat dalam pembagian
kue nasional, menaatinya, dan tidak lagi memberikan
potongan-potongan harga seperti dilakukan oleh Nigeria, Libya
dan Iran, misalnya. Tapi ternyata di Jenewa, Menteri Yamani
beranggapan lain. Dia rupanya tak melihat konsensus produksi itu
akan berjalan kalau kelompok Afrika Utara masih saja memberikan
diferensial serendah US$1,5 per barrel di aus harga patokan yang
US$34 untuk jenis minyaknya yang berkualitas tinggi (sweet
crude).
Paling tidak menurut Arab Saudi, diferensial itu harus berkisar
antara US$ 2,5 sampai 3,5 per barrel tergantung dari jenis
minyak yang diekspor. Mana Said Al-Otaiba dari Uni Emirat Arab,
yang juga adalah ketua monitoring harga minyak OPEC, mendukung
pendapat abangnya, dan berkata: "Adalah mustahil untuk
membicarakan pengaturan produksi tanpa memasukkan faktor
diferensial."
Harga diferensial adalah rumusan harga untuk setiap jenis minyak
OPEC, berdasarkan perbedaan mutu, dan lokasi geografis ke
tempat-tempat pemasaran. Mengingat minyak Nigeria itu kurang
lebih sekualitas dengan jenis North Sea Crude yang dihasilkan
Inggris, dan tempat pemasaran anggota OPEC itu terutama adalah
Eropa, adalah sulit bagi Nigeria untuk tidak memainkan
diferensialnya kalau mau bersaing dengan minyak Inggris itu.
Humberto Calderon Berti dari Venezuela melontarkan pendapat yang
kurang lebih sama dengan kelompok Afrika. "Kalau saja OPEC tak
menyimpang dari jatah produksi masing-masing, kita tak akan
mengalami persoalan dengan diferensial," katanya.
Sidang di Jenewa agaknya berbeda dengan sidang di Wina dalam
satu hal: Kalau di ibukota Austria itu yang menjadi biang
masalah adalah Iran yang ngotot mempertahankan produksi minyak
mereka sebanyak 3,2 juta barrel sehari, maka kali ini
pertentangan, atau katakanlah beda pendapat, sudah menajam
antara kelompok negara-negara Teluk (Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Kuwait, dan Qatar) dengan kelompok Afrika Utara,
menyangkut diferensial tadi. Tentang pembagian kuota produksi
pun tak seluruhnya disetujui para anggota. Adalah di Jenewa,
yang oleh Yahaya Dikko disebut sebagai pertemuan informal itu,
sebagian besar anggota OPEC bersepakat untuk mengembalikan
produksi total mereka menjadi 17,5 juta barrel.
Dalam keterangan pers yang cukup panjang, Ketua OPEC Yahaya
Dikko tak lupa membacakan jatah produksi masing-masing anggota.
Antara lain Arab Saudi mendapat 4,7 juta barrel, Iran 2,5 juta
barrel, Irak 1,35 juta barrel, Nigeria 1,35 juta barrel,
Venezuela 1,5 juta barrel dan Indonesia tetap mendapat 1,3 juta
barrel. Tapi rupanya ada yang mengangkat tangan tidak setuju:
Menteri Calderon Berti. "Venezuela bisa menerima kuota minimal
antara 1,7-1,8 juta barrel sehari," katanya.
Dan Indonesia? Dalam keterangannya kepada wartawan Sabam Siagian
dari. Sinar Harapan, Menteri Pertambangan dan Energi Subroto
mengatakan, Indonesia akan tetap menjalankan produksinya seperti
sekarang: sekitar 1,3 juta barrel sehari. Ia menghimbau agar
beberapa anggota OPEC bisa menahan diri untuk menaati penjatahan
produksi, tanpa melakukan potongan harga.
Beberapa ketua delegasi secara terpisah telah melangsungkan
konperensi pers sesaat sebelum meninggalkan Hotel
Inter-continental Jenewa, tempat berlangsungnya sidang.
Perhatian paling besar, tentu saja, adalah ketika Sheik Yamani
tampil di depan mikrofon. Menjawab pertanyaan, kapan kiranya
OPEC akan berunding lagi, Yamani yang dikabarkan banyak senyum,
menjawab: "Yang diperlukan bukan lagi berunding, tapi bertindak
(action)". Aksi apa lagi yang akan dilakukan Sheik Yamani, baik
kita tunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini