MASA ini betul-betul sulit bagi negara kurang maju (LDC).
Mereka masih memerlukan banyak dana untuk pembangunannya. Di
satu pihak penghasilan dari komoditi ekspornya berkurang karena
masih adanya resesi. Di lain pihak dana yang diperlukan, baik
yang berasal bantuan luar negeri negara maju maupun dari lembaga
keuangan dan bank komersial, makin berkurang. Tapi kalau rencana
Bank Dunia tentang pembiayaan bersama (co-financing) menjadi
kenyataan, dana yang diperlukan untuk negara kurang maju (LDC)
akan tersedia lebih banyak.
Pembiayaan bersama tersebut akan berupa pemberian kredit untuk
suatu proyek di LDC yang dananya disediakan secara bersama oleh
Bank Dunia dan bank-bank komersial swasta. Sebenarnya pembiayaan
bersama ini bukan hal yang baru karena sudah dirintis sejak
1973. Tapi sekarang usaha tersebut hendak lebih digalakkan,
terutama sesudah A.W. Clausen, bekas Presiden Bank of America
diangkat menjadi Presiden Bank Dunia.
Bank of America merupakan bank swasta pertama yang melakukan
pembiayaan bersama dengan Bank Dunia. "Saya rasa minat saya
terhadap pembiayaan bersama berasal dari proyek yang pertama
tadi. Saya menyukainya baik sebagai eksekutif bank komersial
maupun sebagai eksekutif bank pembangunan," kata Clausen dalam
suatu wawancara bulanan Asian Finance, pertengahan bulan ini.
Sejak 1973 sudah ada 574 buah proyek di LDC yang dibiayai
bersama oleh Bank Dunia dan bank swasta dengan nilai US$ 129
milyar. Sebagian besar dana ini tertuju ke proyek pertanian,
perhubungan dan energi di negara berkembang. Sekalipun demikian
menurut Clausen, jumlah ini masih bisa ditingkatkan lagi,
mengingat masih adanya kebutuhan yang besar dari negara kurang
maju. Menurut perkiraannya, harga komoditi non-minyak yang
diekspor negara kurang maju pada 1990-an secara riil akan lebih
rendah dari tingkat harga 1981.
Bank Dunia mengusulkan untuk memperbesar pinjamannya kepada
negara kurang maju menjadi US$ 60 mily ar untuk periode
1982-1986. Tapi Clausen skeptis usulnya ini akan diterima oleh
kelompok negara industri anggota Bank Dunia, karena mereka
sendiri sekarang harus mengetatkan anggaran belanjanya. Untuk
memenuhi kekurangannya ini, Bank Dunia tak bisa berbuat lain
kecuali mengajak bank-bank swasta untuk secara bersama membiayai
proyek-proyek di negara kurang maju.
Bagi bank komersial yang ambil bagian dalam pinjaman bersama
dengan Bank Dunia beberapa keuntungan akan bisa dinikmati.
Mereka bisa memanfaatkan keahlian dan pengalaman Bank Dunia
dalam menangani proyek-proyek. Dalam bidang ini staf Bank Dunia
jelas lebih profesional dan lebih berpengalaman dalam melakukan
evaluasi kelayakan suatu proyek di suatu negara yang mungkin tak
banyak diketahui oleh bank swasta.
Risiko pinjaman dengan demikian bisa dinilai lebih realistis, di
samping kalau terjadi risiko kebangkrutan suatu negara, risiko
ini bisa ditanggung secara bersama dengan Bank Dunia.
Di samping itu, dengan kekuasaannya yang besar, Bank Dunia ada
dalam posisi untuk menyarankan beleid ekonomi negara yang
bersangkutan, yang kalau dipenuhi bisa mengurangi risiko
pinjaman itu sendiri. Di lain pihak, betapa kuatnya bank swasta,
dia tak mungkin bisa "mendikte" kebijaksanaan ekonomi suatu
negara.
Ada kekhawatiran Bank Dunia: pengalaman pahit yang kini masih
diderita Meksiko, Brazil dan Argentina untuk membayar kembali
utang-utangnya kepada bank-bank komersial. Maka bank komersial
menjadi jera untuk memberi pinjaman kepada negara-negara kurang
maju. Tapi uluran tangan Bank Dunia diharapkan bisa mengurangi
kekhawatiran bank-bank komersial itu sendiri.
Di samping itu, ajakan Bank Dunia tersebut akan bisa menarik
beberapa bank komersial yang kecil untuk ikut dalam pembiayaan
bersama Bank Dunia. Dan ini untungnya sudah terjadi. Tiga buah
bank swasta India misalnya sudah ikut ambil bagian dalam
pembiayaan bersama atas beberapa proyek di Rumania, Brazil dan
Filipina.
Untuk lebih meningkatkan peserta pembiayaan bersama ini, Bank
Dunia masih berusaha untuk mengajak lembaga keuangan bukan bank
di AS, seperti perusahaan asuransi dan yayasan dana pensiun.
Lembaga-lembaga ini umumnya konservatif dalam menanamkan
modalnya. Mereka tak pernah menengok negara kurang maju sebagai
tempat penanaman modalnya. Mereka selamanya menanamkan dananya
di bursa saham dengan membeli saham-saham perusahaan yang
bonafide untuk memperoleh hasil yang besar.
Tapi Frank Vibert, eksekutif Bank Dunia yang banyak menangani
proyek pembiayaan bersama ini mengakui: "kecuali di Jepang kami
belum berhasil menarik lembaga-lembaga ini ikut proyek
pembiayaan bersama." Dulu di Bank Dunia ada sebuah seksi yang
khusus menangani partisipasi lembaga-lembaga nonbank ini pada
proyek-proyek Bank Dunia. Tapi seksi tersebut entah kenapa,
ditutup baru-baru ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini