Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gagal lagi, eropa lagi

Utusan dari 107 negara anggota gatt, bertemu di brussels dengan sebutan uruguay round. ada ganjalan pada masalah subsidi pertanian. kubu as dan eropa tidak bisa sepakat, mementingkan negara sendiri.

15 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KER~JA kolosal itu bernama Uruguay ~ Ro~und (Putaran Uruguay). Para ~menteri pertanian dan perdagangan, serta utusan lainnya (sekitar 2.500 orang) dari 107 negara anggota GATT (General Agreement on Tariff and Trade) sepanjang pekan lalu bertemu di Brussels, untuk melakukan pembicaraan final atas perjanjian perdagangan internasional. Semua utusan, termasuk di antaranya Menteri Perdagangan RI Arifin Siregar, dihadapkan pada 400 halaman proposal yang menyangkut 15 pokok masalah. Selanjutnya, setelah pembicaraan itu cenderung gagal, Jumat silam, para utusan akhirnya sepakat menangguhkan pembicaraan sampai sidang berikutnya, Januari 1991. Perundingan itu diberi nama Putaran Uruguay karena dimulai September 1986 di Punta del Este, Uruguay. Memang betul, negosiasi untuk mengatur tata cara hubungan dagang antarbangsa - yang melibatkan uang sebanyak US$ 3,8 trilyun per tahun - sudah lama dilakukan. Jika dihitung sejak dari Jenewa 1947, Annecy 1949, Torquay 1950-1951, Jenewa lagi 1956, Dillon 1960-1962, Kennedy 1964, dan Tokyo 1974-1979, GATT sekarang telah masuk ke putaran kedelapan. Uh, betapa panjang dan memusingkan. Apalagi ketika ekonomi dunia sudah makin bergantung pada kegiatan perdagangan antarbangsa, seperti belakangan ini. Memang, hasil dari GATT jelas sudah terbukti. Tarif (bea masuk), yang rata-rata 50% pada 1945, telah turun menjadi 5% pada 1980-an. Namun, sekarang kepentingan ekonomi dalam negeri bisa melindas semangat perdagangan bebas, seperti yang selama ini diperjuangkan oleh GATT. Maka, sebagian delegasi menjadi pesimistis, bahkan beranggapan jangan-jangan kalau tak ada GATT situasinya jadi lebih baik. Ganjalannya terletak pada masalah subsidi di bidang pertanian, yang selama ini berlangsung di Negara-Negara Eropa (Masyarakat Eropa) dan Amerika Serikat. Dalam Putaran Uruguay kali ini, kedua pihak menjadi dua kubu yang bersengketa, masing-masing menonjolkan otot politik dan kepentingan industri pertaniannya. Kelompok lainnya, yang tergabung dalam Cairns (terdiri dari Kanada, Australia, Selandia Baru, Brasil, Kolombia, Uruguay, Cili, Argentina, Filipina, Malaysia, Muangthai, Fiji, dan Indonesia), tampaknya lebih condong ke semangat AS. Rupanya, Eropa dianggap tidak mau beranjak jauh dari keinginannya untuk tetap membela kepentingan dalam negeri. Ketika berjanji hendak mengurangi subsidi, langkahnya masih sektoral. Sedangkan untuk komoditi yang bakal menyaingi produk-produknya, Eropa tetap akan memasang tarif tinggi. Pada pembicaraan di Jenewa April 1989, ada harapan dari Eropa yang berjanji mengurangi dukungannya untuk pertanian. Bidang tekstil, lalu intellectual property, dan lainny~a kemudian berjalan mulus. Namun, ketika AS mengutus Menteri Perdagangan Carla Hills sebagai pimpinan delegasi yang baru, suasana jadi tegang. Kabarnya, AS akan memenggal subsidinya untuk bidang pertanian sampai 75%~ dan memotong 90% subsidi ekspornya. Pernyataan yang dikumandangkan pada musim panas lalu itu sama saja dengan mengajak Masyarakat Eropa menghapuskan Common Agricultural Policy. Dengan sendirinya pihak Eropa menolak. Sementara itu, dalam pertemuan puncak Juli lalu di Houston, niat Eropa untuk mengurangi subsidi pertaniannya dengan hanya 15%, dianggap tak memadai. Tentu saja bagi negara seperti Indonesia, yang relatif baru di kancah GATT, akan lebih senang kalau kedua kepentingan itu bisa bertemu di tengah. Sebab, kemelut berkepanjangan justru akan merugikan kepentingan pelbagai komoditi ekspor kita - apalagi tekstil, yang paling rentan menghadapi kuota. Menurut Menteri Muda Perdagangan Soedradjat Djiwandono, kalau GATT berhasil menegakkan aturannya, kita memiliki akses yang baik untuk mencapai pasar. "Dengan peningkatan efisiensi dan kemampuan produksi, kita mampu berkompetisi. Tinggal access to market," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus