Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gamelan Uuntuk Si Jumbo

Garuda resmi memiliki boeing 747. ada yang mengatakan ini suatu pertanda suksesnya dirut wiweko, tapi ada yang beranggapan ada usaha yang tak menguntungkan di tengah naiknya harga minyak.

9 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISA dimcngerti bila di saat seperti sekarang, orang No. 1 dari penerbangan Boeing yang datang sendiri ke Indonesia mengantarkan pesawat yang dibeli PT Garuda Indonesia Airways. E.H., Boullioun, presiden dari perusah.an pesawat terbang komersial Boeing, bersama Nyonva, ikut dalam rombongan penerbangan perdana Boeing 747 Garuda dari Seattle, AS. Dibuka dengan alunan gamelan dari Gurian Group, menurut daftar acara Presiden Soeharto pada siang 6 Agustus ini menyambut kedatangan pesawat Boeing 747 pertama yang dimiliki Indonesia itu. Kemudian, Ibu Tien Soeharto memotong pita di tangga pesawat di bandar udara internasional Halim Perdanakusuma--seusai pembacaan doa selamat. Dan siang itu, cnam hari sebelum Lebaran, Dir-Ut Garuda Wiweko Supono banyak menerima ucapan selamat. Masuk akal. Pesawat yang diberi nama City of Jakarta itu adalah satu di antara empat pesawat Boeing 747-200 B yang dibeli oleh Garuda, sejalan dengan progrm ekspansi armadanya. Kontrak pembelian yang ditandatangani oleh Dir-Ut Wiweko di Hongkong 4 Maret 1980, dilakukan dengan redit suatu sindikat bank, berjumlah U$ 262 juta. Sebelumnya Garuda telah memesan dua DC-10 dan tujuh DC-9 seharga US$ 112,5 juta, dan enam pesawat Airbus A300 seharga US$ 50 juta. Dengan perjanjian pembelian mpat Boeing 747 itu, armada Garuda yang 14 tahun lalu hanya terdiri dari 3 pesawat propeller, kini terdiri dari pesawat jet sebanyak 67 buah. Sementara itu utang-utangnya pada pihak luar negeri berjumlah US$ 535 juta--lima kali lipat tingkat utangnya di tahun 1977. Akan untungkah Garuda dengan B747 yang dibelinya? Banyak orang merasa was-was juga, dan beranggapan tindakan Wiweko itu teramat berani. Sebah berbeda dengan pembelian-pembelian yang dilakukan sebelum tahun 1978, pembelian di tahun berikutnya dibarengi dengan kenaikan harga minyak bumi yang gila-gilaan. Setelah revolusi di Iran. Banyak peristiwa yang memang tak terduga sebelumnya terjadi selama dua tahun ini. Tak ada yang memperkirakan harga minyak akan naik sampai 6 kali selama 1979. Dan selama 1980, harga itu bisa dipastikan akan terus meningkat, sejalan dengan keputusan OPEC yang membolehkan harga minyak di tinjau kembali setiap kuartal. Negar industri pun masih dilanda inflasi dan resesi, yang nampaknya kian hari kian memburuk. "Dengan keadaan ini, bukan saja angkutan barang lewat udara akan berkurang. Tapi juga para calon wisatawa akan merasa ogah-ogahan melakuka, perjalanan," kata seorang pemilik biro perjalanan. Maka penambahan kapasitas untuk rute luar negeri dengan empat Boeing besar itu (satu B-747-200B bisa mengangkut 400 penumpang) dikhawatirkan akan merupakan penambahan yang berlebihan. Meninjau Kembali Selama ini rute Garuda untuk jurusan Eropa, Hongkong dan Jepang masih belum untung. Jurusan Australia masih klop. Hanya jurusan Singapura yang 7 kali dalam sehari memberi keuntungan. Tapi selama ini pula 90% dari laba Garuda berasal dari penerbangan di dalam negeri. Untuk jurusan luar negeri loalfactor --jumlah ton-kilometer yang terlayar dibandingkan jumlah kursi yang tersedia--hanya mencapai 36%. Kalau empat Boeing 747 dan dua DC-10 yang baru nanti sudah beroperasi, maka tambahan kursi yang disediakan oleh Garuda berjumlah 5.000 seminggu. Melihat prestasi belakangan ini, beberapa orang penerbangan yang mengetahui meramalkan sulit untuk mempertahankan load-factor itu. "Jangan ia meningkatkannya," kata seorang di Departemen Perhubungan. Selama tahun 1977 dan 1978 penumpang Garuda bertambah masing-masing dengan 23% dan 26%, tapi tahun ia hanya naik dengan 8%. Proyeksi nera, rugi-laba yang dibuat Garuda untuk pihak bank didasarkan atas pertumbuha penumpang 15% setahun sampai 1985. Itu nampaknya sulit dicapai dengan situasi ekonomi seperti sekarang ini. Tapi bagaimana dengan prestasi keuntungan Garuda? Secara keseluruhan sampai sekarang Garuda memang belum pernah kedengaran rugi. Tapi keuntungannya toh merosot terus. Pada 1977 labanya US$ 18 juta, turun dari US$ 25 juta yang diperolehnya pada 1975. Pada 1978, akibat devaluasi rupiah, labanya merosot lagi menjadi US$ 12 juta. Angka sementara selama 1979 menunjukkan bahwa labanya US$ 2 juta. Meskipun demikian, Garuda rupanya tetap berambisi untuk ikut terjun dalam 'klub Boeing 747'. Sebenarnya hasrat ini agak ketinggalan terlaksananya bila dibandingkan dengan yang dicapai beberapa negara tetangga: Singapore Airlines dan PAL (Filipina) sudah beberapa tahun lalu memilikinya. Bahkan KLM sudah mulai meninjau kembali ambisinya setelah membeli sebanyak 7 DC-10 beberapa waktu yang lalu. Karena suasana ekonomi yang memburuk, penerbangan Belanda itu terpaksa menjualnya kembali. Dan dua di antaranya dibeli oleh Garuda. Tapi agaknya Garuda melakukan semua itu untuk meningkatkan diri. Sebab di samping angkutan haji dan dalam negeri yang tetap untung, untuk lin internasional, Garuda -- yang jauh lebih tua dari beberapa perusahaan penerbangan negara tetangga -- tak banyak terdengar. Dalam peningkatan diri itu pula Garuda menarik Martinair, sebuah perusahaan penerbangan Belanda, untuk melakukan suatu survei tentang mutu pelayanan Garuda dihandingkan beberapa perusahaan lain seperti Cathay Pacific, Singapore Airlines dan PAL. Hasilnya: dalam setiap segi pelayanan Garuda ketinggalan. Kini usaha promosi untuk memperbaiki citra Garuda sudah mulai dilakukan. Antara lain lewat iklan di TV-RI. Dan mungkin sebentar lagi dalam iklan itu akan muncul si Jumbo. Kalau nampak tidak penuh penumpang, itu artinya tuan-tuan dan nyonya-nyonya bisa tidur, bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus