Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatat kerugian sebesar US$ 213,4 juta pada tahun 2017. Kerugian tersebut termasuk biaya extra ordinary items yang terdiri dari tax amnesty.
"Biaya extra ordinary items dari tax amnesty dan denda sebesar US$ 145,8 juta," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury dalam paparan kinerja keuangan dan operasional Garuda Indonesia tahun 2017 di Jakarta, Senin, 26 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Citilink Turunkan Penumpang Merokok Saat Hendak Masuk Pesawat
Pahala mengatakan di luar tax amnesty dan denda dari pengadilan, kerugian Garuda Indonesia tahun 2017 mencapai US$ 67,6 juta. Kerugian tersebut berhasil ditekan dari sebelumnya sebesar US$ 138 juta pada semester pertama tahun 2017.
Pahala berujar sepanjang 2017 Garuda menekan kerugian dari kuartal I 2017 sebesar US$ 99,1 juta menjadi US$ 38,9 pada kuartal II 2017. Selain itu, kata dia, laba bersih yang berhasil dibukukan di kuartal III mencapai US$ 61,9 juta. "Angka tersebut naik 216,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.
Pada semester 2 tahun 2017, kata Pahala, Garuda membukukan laba bersih sebesar US$ 70,4 juta. Jumlah tersebut merupakan akumulasi laba bersih kuartal III sebesar US$ 61,9 juta dan di kuartal IV sebesar US$ 8,5 juta. "Capaian itu sejalan dengan upaya perusahaan dalam menekan nett loss hingga menjadi US$ 67,6 juta di tahun 2017 yang berkurang cukup signifikan dari semester pertama," ucapnya.
Pahala menyebutkan tax amnesty dan denda merupakan long term policy manajemen dalam menyehatkan kondisi finansial perusahaan jangka panjang. Menurur dia partisipasi Garuda Indonesia pada program tax amnesty merupakan komitmen perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini