Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FAMILY bukanlah istilah asing di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sudah lama para importir penyandang "gelar" ini dijamin bakal mendapat layanan kilat dari petugas Bea dan Cukai di sana. Kontainer barang impor milik mereka tak perlu berlama-lama diperiksa aparat, meski lewat jalur merah-jalur pemeriksaan superketat.
Mereka adalah pengusaha royal yang biasanya dibekingi sejumlah "orang kuat". Siapa saja? Bisa pejabat, mantan pejabat, bekas orang dalam Bea-Cukai, politikus, hingga jenderal. "Orang kuat itu yang biasanya menelepon kami," kata Dirjen Bea-Cukai Anwar Supriyadi pekan lalu. "Tapi sekarang kami cuekin saja."
Anwar, yang didapuk memimpin lembaga ini dua tahun lalu, memang muka baru di jajaran Bea-Cukai. Tapi, berkat kenekatannya itu, ruang patgulipat kian sempit. Kisah importir bertabur fulus pun mulai meredup. Wajah bopeng Bea-Cukai Tanjung Priok yang lama dikenal sebagai sarang korupsi dicoba diganti menjadi kantor pelayanan utama yang cepat, modern-dengan sistem online, nyaman dan bebas pungli.
Bea-Cukai hanya salah satu dari proyek percontohan reformasi birokrasi besar-besaran di Departemen Keuangan. Rencana ini juga dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan di DPR pekan lalu.
Selain Departemen Keuangan, menurut SBY, empat lembaga lain juga dibenahi: Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN).
Pemerintah dalam tahap awal ini rupanya lebih memilih reformasi terbatas dengan konsep menata "pulau integritas" atau island of integrity. Sedangkan penataan menyeluruh baru sebatas menaikkan gaji 3,7 juta pegawai negeri secara bertahap 10-20 persen per tahun sejak 2000.
Untuk memuluskan upaya besar ini, Kementerian PAN telah menyiapkan tujuh rancangan undang-undang yang berkaitan dengan reformasi birokrasi. Semuanya akan dibahas di DPR tahun ini. "Dengan proyek percontohan, reformasi birokrasi bisa dipercepat," kata Cerdas Kaban, Deputi Pelayanan Publik Menteri Negara PAN.
Dari Lapangan Banteng, derap reformasi birokrasi ini diawali. Departemen Keuangan yang bermarkas di salah satu kawasan di Jakarta Pusat itu memang terbilang strategis. Selain mengelola anggaran negara Rp 750 triliun, layanan publik lembaga ini pun sangat luas, mulai dari para wajib pajak, eksportir dan importir, pelaku bursa saham, hingga semua instansi pemerintah.
Reformasi dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Presiden pun telah menugasi mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) ini untuk mengkaji sistem remunerasi birokrasi.
Buat Departemen Keuangan, program reformasi memang tak bisa ditawar-tawar lagi. Survei Transparansi Internasional menunjuk Direktorat Jenderal Pajak dan Bea-Cukai sebagai dua instansi paling korup di Indonesia. Cerita kongkalikong antara wajib pajak dan aparat pajak, atau antara importir dan aparat Bea-Cukai, memang bukan isapan jempol. Praktek "uang pelicin" marak di kalangan instansi pemerintah sendiri.
Dengar kisah Robert Simanjuntak. Menurut staf Badan Pengembangan Ekspor Nasional ini, sebelum reformasi Departemen Keuangan digulirkan, ia selalu harus setor Rp 100-200 ribu setiap kali mengurus pencairan anggaran di kantor Perbendaharaan Negara di Jalan Juanda, Jakarta Pusat.
Kisah serupa dikeluhkan Romani Sutrisno dari Perusahaan Pelayanan Jasa Kepabeanan. Ia juga kerap harus membayar upeti tatkala mengurus dokumen pengeluaran barang dari Bea-Cukai Tanjung Priok. "Biar cepat urusannya," katanya.
Menurut seorang pegawai kantor Bea-Cukai di Jalan Ahmad Yani, kantor di kawasan Tanjung Priok ini memang terkenal sebagai lahan basah. Itu sebabnya, meski sama-sama tinggal di kompleks perumahan Bea-Cukai di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur, kondisi keuangannya berbeda jauh dari teman-temannya yang bertugas di Priok.
Ia terbiasa ke kantor berjalan kaki, sedangkan teman-temannya itu nyaman diantar mobil mewah. "Dari mana duitnya kalau bukan dari suap?" katanya. "Sebab, pangkat dan gaji kami sama."
Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo tak memungkiri kenyataan itu. "Tapi, setelah reformasi, kantor kami bebas pungli," ujarnya. Anwar pun mengakui maraknya praktek busuk itu. "Di Priok, kalau mau makan, selalu ada yang ngebosi." Sebagai bukti, ia menunjuk hasil survei Komisi Pemberantas Korupsi. Setiap bulan, rata-rata pungutan liar di Bea-Cukai Rp 890 juta. "Itu dari setoran Rp 5-10 ribu di loket antrean," ujarnya.
Akibat kolusi pegawai, ditengarai Rp 12,8 miliar per bulan tak masuk kas negara. Itu karena importir dikenai tarif bea masuk dan pajak lebih rendah. Bisa juga karena jumlah dan jenis barang tak sesuai dengan dokumen. "Misalnya, kasus kontainer berisi mobil Mercedes Benz, tapi dilaporkan keramik," kata Anwar. "Padahal tarif bea masuknya berbeda."
Dengan berbagai lubang itu, seperti diakui pegawai Bea Cukai, jangan heran bila seorang pemeriksa dokumen di Priok bisa membawa duit Rp 50 jutaan setiap bulannya. Itu biasanya diperoleh dari importir yang diuntungkan karena dikenai tarif pajak dan bea masuk lebih rendah dari tarif resmi. "Pokoknya, unit pemeriksaan jadi favorit dan rebutan," ujar Anwar.
Melihat buruknya persepsi publik atas layanan Departemen Keuangan, Sri Mulyani gerah, dan ia pun menggebrak. Perubahan radikal digulirkan. Ia merombak semua instansi di bawah kendalinya, yang memiliki sekitar 62 ribu pegawai.
Ribuan orang di empat direktorat jenderal-Bea-Cukai, Pajak, Perbendaharaan Negara, dan Kekayaan Negara-dimutasi. Di sisi lain, ia pun memperbaiki tingkat kesejahteraan karyawan dengan menyiapkan anggaran Rp 1,3 triliun. Dana itu dialokasikan untuk tunjangan karyawan Rp 1,3 juta sampai Rp 46 juta.
Sri Mulyani memang bukan yang memulai. Upaya besar ini sesungguhnya sudah mulai dirintis sejak Menteri Keuangan dijabat Boediono semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dimulai dengan merintis modernisasi kantor pajak sejak 2002, Sri Mulyani melanjutkan langkah itu hingga terbentuk 202 kantor pajak modern. Di Direktorat Perbendaharaan Negara, ia akan membangun 30 kantor layanan menjadi proyek percontohan.
Di Bea-Cukai, gebrakan besar sudah dimulai. Anwar Supriyadi, yang dikenal tenang dan bertutur santun ini, rupanya cukup garang. Ia bukan cuma melibas importir "family", tapi juga mengganti semua pegawai Bea-Cukai Tanjung Priok, yang totalnya 1.352 orang.
"Stok" pegawai lama itu diganti 842 orang baru dari luar Priok. Mereka mendapat gaji baru, besarnya dua-tiga kali lipat. Mereka disaring dari 4.000 pegawai Bea Cukai yang menjalani tes integritas, kemampuan, dan keterampilan.
Anwar tak mau mempertahankan pegawai lama untuk membenahi Tanjung Priok. "Itu butuh waktu lama dan biaya mahal," katanya. Menurut dia, pegawai yang lama lebih baik dibina dan dilatih untuk memegang fungsi lain. "Kalau tidak mau, ya terpaksa 'dipinggirkan'."
Di Priok, ia memang tak main-main. Sebab, pelabuhan berusia 150 tahun ini bukan sekadar pintu gerbang perdagangan Indonesia dengan dunia. Sekitar 60 persen dari total ekspor-impor datang melalui pelabuhan ini. Total ekspor Indonesia tahun lalu US$ 100 miliar dan impor US$ 61 miliar. "Kalau Priok membaik, iklim bisnis dan investasi kita juga ikut baik," ujarnya.
Namun aksi tegas Anwar menuai ketidaksenangan sebagian pihak di kalangan internal dan eksternal Bea-Cukai. Itu sebabnya, "aksi sabotase" tak jarang menerpanya. Terkadang di awal pembukaan kantor pelayanan utama, sistem online mendadak macet. Kalangan importir juga menyebarkan rumor terjadi stagnasi kontainer di dermaga. "Padahal itu tak benar," katanya.
Beberapa importir memang mengeluhkan ketatnya pemeriksaan di jalur merah. Menurut mereka, pemeriksaan dengan cara membongkar semua isi kontainer perlu waktu lama dan biaya buruh lebih mahal. "Kami memang tak perlu setor lagi ke petugas," kata Romani, perantara sejumlah importir. "Tetapi biaya buruh per kontainer jadi naik dari Rp 800 ribu menjadi Rp 1 juta."
Agung Kuswandono, Kepala Kantor Wilayah Bea-Cukai Tanjung Priok, mengakui di jalur merah yang berisi importir tak patuh memang sering bermasalah. Selain jalur ini, ada jalur hijau untuk importir agak patuh dan jalur prioritas untuk yang patuh. Agar pemeriksaan berlangsung cepat di jalur merah, Bea Cukai telah mengoptimalkan penggunaan scanner. "Dulu pemeriksaan hanya 12-15 kontainer per hari, tapi kini naik jadi 60-70 kontainer," katanya.
Semua kerja keras itu tak sia-sia. Kantor Bea-Cukai Priok berubah wajah. Tak terlihat lagi pegawai berleha-leha membaca koran atau main game di komputer seperti laiknya terlihat di kantor-kantor pemerintah.
Dengan jumlah pegawai cuma separuh dari semula, mereka bekerja lebih efisien, cepat, dan transparan. "Setiap hari kami harus menuntaskan 30 dokumen," kata Moh. Tsani, pemeriksa dokumen Bea-Cukai Tanjung Priok. "Sabtu pun kami bekerja."
Kolusi juga tak lagi punya ruang leluasa. Pegawai baru yang coba-coba "main mata" dimutasi. Sejak April lalu, sudah 18 orang terkena sanksi ini. Dampaknya, penerimaan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor melonjak Rp 700 miliar per bulan.
Modernisasi di kantor pajak juga berhasil mendongkrak penerimaan 23-40 persen per tahun-lebih besar ketimbang kenaikan pajak nasional 20 persen per tahun. Sedangkan di kantor Perbendaharaan Negara, perubahan terlihat pada layanan yang cepat dan bebas pungli. "Pengurusan dokumen pencairan anggaran cukup satu jam, tak lagi satu hari," kata Herry Purnomo.
Dari sederet keberhasilan itu, reformasi masih menyisakan setumpuk pekerjaan. Pembersihan di Bea-Cukai, misalnya, ibarat balon, dipencet satu sisi, menggembung di sisi lain. Para penyelundup dan importir "family" itu kini beralih ke pelabuhan di Lampung, Semarang, atau Surabaya. "Lihat kasus impor pesawat latih bulan lalu," kata Anwar. "Kontainer pesawat itu mestinya masuk Priok, tetapi masuk lewat pelabuhan di Semarang."
Soal perbaikan tunjangan karyawan Departemen Keuangan yang digulirkan Menteri Mulyani pun tampaknya menemui batu sandungan di DPR. Tak sedikit anggota DPR protes, karena ide itu dinilai menimbulkan kecemburuan.
Itu sebabnya Ketua DPR Agung Laksono pun lantang menentang rencana yang dinilainya sporadis itu. Kata akhir, menurut Ketua Panitia Anggaran DPR, Emir Moeis, akan dibahas dalam rapat Panitia Kerja Anggaran.
Terasa sangat janggal bila program reformasi birokrasi yang bisa memberantas korupsi ini ditentang wakil rakyat.
Heri Susanto
Sejumlah Janji Reformasi
Kantor Pajak Modern
Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai
Kantor Kekayaan Negara
Kantor Perbendaharaan Negara Percontohan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo