Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mari berkunjung ke Paviliun iB—Islamic Banking. Ini pojok paling meriah di tengah pameran Real Estate Indonesia Expo 2010 di Jakarta Convention Center, Senayan, 1-9 Mei lalu. Pengunjung hilir-mudik riuh menyesaki arena ”Gebyar Rumah iB” ini.
Di pameran itu, Paviliun iB menampilkan program pembiayaan rumah dari berbagai bank syariah. Sembilan bank syariah hadir di sini, yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, BNI Syariah, Bukopin Syariah, BTN Syariah, BRI Syariah, Permata Syariah, CIMB Niaga Syariah, dan HSBC Syariah.
Bagi Bank Indonesia, ”Gebyar Rumah iB” adalah primadona pendorong pengembangan industri perbankan syariah. Ada dua ceruk yang dibidik bank sentral untuk tujuan ini, yakni sektor properti dan kendaraan bermotor. ”Kebetulan, kebutuhan pembiayaan masyarakat masih tinggi,” kata Difi Johansyah, juru bicara Bank Indonesia.
Selepas pameran rumah ini, menurut Difi Johansyah, bank syariah kembali akan membikin gebrakan melalui Indonesia International Motor Show 2010, Agustus mendatang. Lokasinya di Jakarta International Expo, Kemayoran. Targetnya: menggenjot share aset perbankan syariah, yang saat ini baru tiga persen dari total industri perbankan nasional.
Tidak mudah bagi bank syariah untuk ikut berebut kue perbankan nasional. ”Salah satu kendala adalah sistem bunga,” kata Direktur Bank Syariah Mandiri Hanawijaya. Bank syariah menggunakan fixed rate. Dalam sistem jual-beli (murabahah), barang yang dibeli bank, plus margin, sama dengan nilai ”pinjaman” nasabah. Nilai pinjaman ini dibagi dengan jangka waktu pinjaman, bisa 5, 10, atau 15 tahun, sehingga diperoleh angka cicilan nasabah yang harus dibayar saban bulan. Besarannya tetap hingga jatuh tempo.
Bunga tetap memang memberikan jaminan kepastian jumlah cicilan nasabah. Tapi, kata Hanawijaya, kelemahannya, bunga tidak bisa direvisi bila terjadi perubahan kondisi perekonomian. ”Persoalannya, siapa yang bisa memprediksi kondisi sampai 15 tahun ke depan,” ujarnya. Ini berbeda dengan bank konvensional, yang menerapkan floating rate. Bunga bergerak naik-turun sesuai dengan pergerakan pasar.
Dengan jangka waktu kredit perumahan 10-15 tahun, perbankan syariah mengambil langkah aman dalam menentukan harga. Akibatnya, harga menjadi relatif lebih tinggi. ”Inilah yang membikin bank syariah seolah tidak kompetitif bila diadu dengan bank konvensional,” ujar Hanawijaya. Survei pasar, kata dia, memang menunjukkan mayoritas nasabah menyukai sistem floating rate. Tapi, khusus untuk segmen menengah ke bawah, malah banyak yang menginginkan cicilan tetap. Nah, celah inilah yang dimanfaatkan Bank Syariah Mandiri.
Nilai kredit di segmen ini biasanya di bawah Rp 200 juta. Ada pula kelompok dengan pinjaman Rp 250-an juta, yang masih tergolong kelas menengah. Praktis hanya BTN yang setia di kelas ini. ”Makanya kami pede,” kata Hanawijaya. Kredit pemilikan rumah Bank Syariah Mandiri di segmen ini saban bulan rata-rata Rp 89 miliar.
Pertimbangan itu pula yang mendasari BRI Syariah memilih masuk kelas menengah ke bawah. ”Ceruknya masih besar,” kata Ventje Rahardjo, Direktur Utama BRI Syariah. Kredit baru di sektor perumahan yang dicairkannya sudah mencapai Rp 80 miliar per bulan.
Hasil survei Procon Group Companies, pekan lalu, menunjukkan tren peningkatan pasar perumahan—terutama di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Laju permintaan perumahan dipastikan terus tumbuh. Proyeksinya sekitar empat persen per tahun. Proyeksi ini, menurut Head of Strategic Consultancy Procon Utami Prastiana, didasari berbagai indikator properti kuartal pertama 2010 yang serba positif. Dari penurunan suku bunga, perpanjangan angsuran down payment, hingga pembayaran cicilan, semuanya menunjukkan tren positif.
Pada saat ini, Ventje Rahardjo menjelaskan, ketika suku bunga cenderung stabil rendah, konsumen amat diuntungkan oleh pola penetapan harga perbankan syariah. Nasabah bisa mendapatkan bunga pinjaman tetap 13 persen, sampai jatuh tempo 10-15 tahun mendatang. Bahkan ada bank syariah yang sanggup menawarkan bunga pinjaman tetap satu digit. ”Ini berarti ada subsidi silang dari pengembang,” kata Ventje.
Pola ini berbeda dengan bank konvensional. Benar, pada tahun pertama, bank konvensional memberikan bunga tetap pada kisaran 7-8 persen. Namun, bisa dipastikan pada tahun kedua, ketiga, dan seterusnya, bunga bakal dikerek naik. Ventje kembali menegaskan keuntungan bank syariah: ”Kami memberi kepastian. Bunga tetap 13 persen selama jangka waktu pinjaman.”
Jaminan kepastian bunga dan cicilan tetap itulah yang memikat Santi, perempuan berjilbab, 29 tahun. ”Bisa tidur nyenyak,” katanya. ”Enggak khawatir sport jantung, deg-degan. karena bunga naik tinggi setiap saat”—meskipun, jika perekonomian membaik, bunga biasanya turun.
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo