Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pergerakan modal di pasar finansial sering mengagetkan. Dalam tiga bulan pertama 2017, aliran dana ke negara-negara berkembang meningkat deras. Padahal di seluruh dunia pasar tengah mengantisipasi kenaikan bunga rujukan The Federal Reserve bulan ini. Biasanya, jika bunga The Fed naik, modal justru mengalir keluar dari negara berkembang.
Yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Hingga 8 Maret pekan lalu, indeks MSCI Emerging Markets sudah naik 8,4 persen sejak awal tahun, menunjukkan betapa bergairahnya harga-harga saham di pasar finansial negara berkembang. Investor juga menabrak surat utang seolah-olah mengabaikan faktor risiko. Nigeria, yang sedang terpuruk karena resesi, berhasil menjual obligasi senilai US$ 1 miliar dengan laris manis: pesanan yang masuk hampir delapan kali lipat.
Korporasi Indonesia juga ikut menikmati banjir dana ini. Salah satunya PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), perusahaan jasa pertambangan batu bara, yang bulan lalu sukses menjual senior notes senilai US$ 350 juta. Order yang masuk senilai US$ 2,2 miliar atau 6,3 kali lipat. Padahal BUMA membayar kupon 7,75 persen, jauh di bawah 11,75 persen untuk surat utangnya yang terbit pada 2009. Investor juga seolah-olah tak peduli bahwa bisnis utama BUMA sangat bergantung pada harga batu bara, yang rentan bergejolak, kendati mulai membaik sejak tahun lalu.
Ada dua penjelasan untuk fenomena ini. Pertama, efek kenaikan bunga The Fed hingga akhir tahun ini yang mungkin bisa mencapai 1 persen sudah masuk hitungan terlihat (priced in) pada harga-harga aset finansial. Kedua, pasar finansial mulai mendiskon efek kebijakan Presiden Donald Trump yang membuat dolar melejit dan harga-harga saham di Amerika melonjak. Ibarat kata, di pasar negara berkembang sedang ada tarik-menarik antara efek Trump dan pemulihan ekonomi yang mulai terasa. Sekadar catatan, Institute of International Finance mencatat pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang mencapai 6,4 persen selama Januari, pertumbuhan bulanan tertinggi semenjak Juni 2011.
Meskipun demikian, ada baiknya investor di Indonesia tak terlena banjir dana investasi jangka pendek alias hot money yang melonjakkan harga saham dan obligasi. Ada gelagat buruk yang tecermin pada kinerja beberapa bank besar tahun lalu. Bank Permata merugi Rp 6,48 triliun, sementara laba Bank Mandiri anjlok 32,1 persen menjadi Rp 13,8 triliun. Penyebab kerugian dan merosotnya laba adalah kredit macet. Mandiri, misalnya, harus menyisihkan cadangan kredit macet hingga Rp 24,6 triliun, dua kali lipat dibanding 2015.
Masalahnya, sejauh ini kredit macet yang menjadi biang rugi Permata ataupun penurunan laba Mandiri bukanlah buah kenakalan satu-dua pemain besar. Utang macet itu melibatkan korporasi menengah-besar dari beragam sektor. Mereka adalah pelaku ekonomi sektor riil yang mulanya sangat optimistis dan berani menarik kredit besar untuk membiayai ekspansi. Namun pertumbuhan 2015 dan 2016 yang cuma berkisar 5 persen, meski terlihat besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain, nyatanya tak cukup untuk mendorong perputaran ekonomi dan ekspansi usaha itu.
Hasilnya, kredit macet mulai menggerogoti bank. Persoalan kenaikan kredit macet tentu tidak hanya menimpa dua bank ini. Masih banyak kredit yang sebetulnya sudah mulai bermasalah tapi manajemen bank belum membersihkannya dan menunda kewajiban pencadangan selama masih bisa dengan berbagai cara.
Jika keadaan ekonomi tidak membaik dan pembersihan kredit macet ini tak bisa lagi dihindarkan, akan terungkap betapa kondisi sektor riil Indonesia tak secantik gambaran yang kita lihat selama ini. Pasar bisa kembali bergerak dengan mengagetkan. Modal dapat keluar secepat aliran masuk yang kini melenakan.
Yopie Hidayat
Kontributor Tempo
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.375 |
Rp per US$ | 13.393 |
Pembukaan 10 Maret 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.402 |
5.384 | |
Pembukaan 10 Maret 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,49% |
3,83% | |
Januari 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
16 Februari 2017 |
Cadangan Devisa | |
31 Januari 2017 | US$ miliar 116,890 |
Miliar US$ | 116,863 |
28 Februari 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo