Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar buruk bertiup dari kantor pusat PT PLN di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rabu siang pekan lalu, Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PT PLN Murtaqi Syamsudin menyatakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar kekurangan pasokan gas. Bila masalah ini tak teratasi, bukan mustahil Jakarta dan sekitarnya kembali terancam pemadaman listrik bergilir.
Menurut Murtaqi, sejak 1 Maret lalu, Perusahaan Gas Negara mengurangi pasokan gas ke pembangkit yang berlokasi di Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, itu. Seharusnya pasokan gas untuk Muara Tawar 200 miliar kaki kubik per hari untuk menghasilkan listrik sebesar 1.200 megawatt bagi penduduk Ibu Kota dan sekitarnya.
Namun Perusahaan Gas Negara hanya mampu memasok 60 miliar kaki kubik per hari gara-gara perusahaan pelat merah itu mengalihkan pasokannya untuk kebutuhan industri di dalam negeri yang juga sedang kesulitan bahan bakar gas. “Kami terpaksa memakai bahan bakar minyak meski didesain sebagai pembangkit listrik tenaga gas dan uap,” katanya di Jakarta pekan lalu.
Hanya, ada masalah baru. Tangki minyak di Pembangkit Muara Tawar terbatas. Di sana hanya ada dua tangki penyimpanan, yang masing-masing berkapasitas 30 ribu kiloliter, yang cuma cukup untuk pemakaian 10-14 hari. Kondisi itu sangat rawan. Terlebih lagi, di musim hujan, pengiriman bahan bakar minyak dengan kapal tanker sering terganggu. Jika pasokan telat, Jakarta bakal gelap-gulita. “Problem serupa pernah terjadi pada 2008,” ujarnya.
Mengganti gas dengan bahan bakar minyak juga menguras kocek PLN. “Ada tambahan biaya operasional Rp 2,4 triliun sampai Rp 3 triliun,” ujar Murtaqi. Biaya memproduksi listrik menggunakan gas memang lebih murah, hanya Rp 300 per kilowatt-jam. Sedangkan biaya pokok produksi listrik berbahan bakar minyak empat kali lipatnya.
Indonesia sesungguhnya negeri kaya gas. Data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menunjukkan potensi produksi gas nasional sebesar 334,5 triliun kaki kubik. Produksi gas sebesar itu cukup untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Problemnya, gas sudah dikontrak untuk kebutuhan pasar ekspor. Infrastruktur di dalam negeri juga tak memadai, sehingga gas tidak serta-merta bisa disalurkan ke perusahaan lokal. Jangan heran bila PLN dan industri nasional berebut jatah gas.
Secara keseluruhan, pembangkit gas dan uap PLN di seluruh Indonesia membutuhkan pasokan gas 2,4 triliun kaki kubik per hari. PLN, menurut Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji, telah punya kontrak pasokan gas sebanyak 1,47 triliun kaki kubik, sehingga masih kurang satu triliun kaki kubik. Untuk mengatasinya, PLN menyiapkan sejumlah skenario dalam jangka panjang.
Pembangkit Belawan di Medan, Muara Tawar, dan Tanjung Priok akan dipasok dengan gas alam cair. Perusahaan Gas Negara akan membangun terminal untuk menerima dan mengolah gas alam cair di Medan. Bersama Pertamina, Perusahaan Gas Negara juga akan membangun terminal gas alam cair di Muara Tawar dan Tanjung Priok. Kedua perusahaan itu telah menekan nota kesepahaman pada Rabu pekan lalu. “Kedua terminal itu akan beroperasi pada kuartal keempat 2011,” ujar Nur.
Adapun terminal gas alam di Medan, kata Nur, akan memasok kebutuhan gas sejumlah pembangkit listrik tenaga gas, antara lain Paya Pasir, Belawan, dan Gelugur. Pembangkit listrik lain yang membutuhkan gas masih mengandalkan lapangan milik kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas. Gas untuk Pembangkit Tambak Lorok di Semarang akan dipasok dari Lapangan Ke podang milik Petronas, Malaysia, dan Lapangan Gundih milik Pertamina.
Wakil Kepala BP Migas Hardiono kepada Tempo mengatakan kontraktor gas yang bakal habis masa perjanjiannya dengan pemerintah akan didorong untuk memperpanjang kontrak. Dalam kontrak baru akan dilakukan negosiasi ulang harga gas dan alokasi gas. Pendeknya, prioritas diminta diberikan kepada PLN dan industri dalam negeri.
Nieke Indrietta, Sorta Tobing
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo