Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) resmi mengimbau agar pengusaha hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, tetap membayar pajak hiburan dengan tarif lama. Himbauan tersebut dituangkan lewat Surat Edaran (SE) pada Senin, 12 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“DPP GlPl menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan uji materil di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa)
membayar pajak hiburan dengan tarif lama,” tulis DPP GIPI, yang diketuai oleh pengusaha Haryadi Sukamdani, dalam surat edaran (SE) resminya, pada Senin, 12 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan tersebut, menurut GIPI, diambil untuk menjaga kelangsungan usaha di sektor tersebut. Tarif baru yang naik drastis dianggap berdampak negatif pada bisnis mereka.
Sebelumnya, GIPI telah mendaftarkan permohonan uji materil Pasal 58 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 7 Februari 2024. Pasal tersebut menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dengan rentang tarif antara 40 persen hingga 75 persen.
GIPI berharap agar MK mencabut Pasal 58 Ayat (2). Mereka berharap tarif PBJT untuk jasa hiburan diskotek dan sebagainya disetarakan menjadi 0 hingga 10 persen. Mereka menganggap pasal 58 ayat 2 adalah bentuk diskriminasi pajak usaha jasa kesenian dan hiburan.
Sejumlah pemerintah daerah telah menetapkan tarif pajak baru diskotek tersebut hingga mencapai 40 persen. Di antaranya DKI Jakarta dan Badung, Bali. Namun penetapan tarif baru itu menimbulkan polemik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinven), Luhut Binsar Pandjaitan kemudian menyatakan, pemerintah telah meminta sejumlah daerah untuk memberikan insentif pajak hiburan dalam menghadapi kontroversi kenaikan tarif pajak tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno juga merekomendasikan agar para kepala daerah memberikan insentif fiskal guna meringankan beban pajak hiburan tertentu, dengan tenggat waktu paling lambat pertengahan Februari 2024. Sandiaga turut mengajak pemerintah daerah (Pemda) untuk bersikap hati-hati dalam menerapkan tarif pajak hiburan yang baru, sambil menunggu hasil uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
ADINDA JASMINE PRASETYO