Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Guru Ini Mendirikan Posyandu Babi di Sumba

Stefanus, seorang guru sekolah mendirikan posyandu untuk hewan ternak babi di Pulau Sumba.

15 Agustus 2018 | 14.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Babi peliharaan berkeliaran di jalanan dengan latar belakang pegunungan Jayawijaya di Kurulu, Wamena, Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua, 11 Agustus 2017. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Tempo/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Stefanus B. Laka, 51 tahun, warga Desa Kabalidana, Kecamatan Wewewa Barat, Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT) mendirikan posyandu untuk hewan babi. Posyandu itu dilakukan untuk mengetahui berat badan babi, setelah mengkonsumsi pakan ternak yang diproduksi perusahaan Malindo.

Baca jugaDitutup Pisang, Daging Celeng Diselundupkan dari Sumatera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Posyandu babi, saya akan keliling ke peternak babi di daerah itu dengan membawa timbangan," kata Stefanus saat didatangi wartawan di kediamannya, Rabu, 15 Agustus 2018.

Posyandu itu, menurut dia, guna mengecek bertambahnya berat badan babi setiap hari setelah diberi pakan tersebut. Dari hasil pakan babi itu, diketahui berat babi di masyarakat bertambah 500 gram per hari. "Kalau babi milik saya bertanya bertambah 700 gram per hari," katanya.

Dengan adanya posyandu babi yang didirikannya, maka Stefanus dijuluki sebagai bidan babi di daerah itu. Saat posyandu, Stefanus juga bisa memberikan suntikan vitamin ke babi serta mengkebiri babi.

Stefanus sebenarnya bukan berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Ia adalah seorang guru di SMP Kristen di daerah itu. Dia juga miliki sekolah pendidikan usia dini (Paud). Hal itu dilakukan Stefanus untuk meningkatkan pendapatan peternak babi di daerah itu guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Setelah diberi pakan ternak babi, maka harga jual babi meningkat 10-20 kali lipat. Saya pernah menjual babi dengan harga Rp 12 juta per ekor yang digunakan biaya anak sekolah," kata Stefanus.

Baca juga4 Ton Daging Celeng Ilegal Ditahan Karantina Cilegon

Selain Posyandu, Stefanus juga membuat delapan kelompok arisan pakan ternak babi, karena rendahnya daya beli peternak babi di tiga desa di daerah itu. "Per kelompok arisan sebanyak lima orang. Awalnya arisan hanya 1-2 kg per minggu. Sekarang sudah capai 5 kg per minggunya," kata dia.

Permintaan pakan ternak babi di SBD sangat tinggi. Saat ini kebutuhan pakan ternak babi mencapai 2 ton pertahun. "Kendala distribusi pakan lambat dari agen, sehingga terkadang peternak kecewa," katanya.

Pengakuan serupa disampaikan Albertina Leda Kadi dan Yohana Dadabulu, peternak babi lainnya yang mengaku penggemukan babi sangat bagus, setelah menggunakan pakan babi. "Sebelumnya kami hanya beri makan pa'u (Dedak padi), namun harga jual kecil. Gunakan pakan harga jualnya tinggi," kata Yohana.

Populasi ternak babi di NTT pada 2017 mencapai 2.043.446 ekor, paling banyak di Kabupaten Kupang sebanyak 404.837 dan Kota Kupang 31.638 ekor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus