Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGALAMAN pahit kredit macet sejumlah proyek infrastruktur akibat krisis keuangan pada akhir 1997 ternyata tak menggentarkan perbankan nasional menyalurkan kredit di sektor ini. Sejumlah bank justru bergairah menyambut rencana pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur yang diproyeksikan akan menelan biaya US$ 75 miliar, atau sekitar Rp 675 triliun, selama lima tahun ke depan.
"Kredit macet itu dulu kan akibat krisis," kata Managing Director & Senior Vice President PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI), Tjahjana Tjakrawinata. Realisasi dan estimasi pembiayaan BNI dalam proyek infrastruktur yang dinilai bankable hingga akhir tahun ini diproyeksikan mencapai Rp 8 triliun dari total dana kredit 2004 sebesar Rp 58,4 triliun.
Bahkan BNI sudah menyiapkan proyeksi pembiayaan sektor infrastruktur hingga 2008 sebesar Rp 116,2 triliun. Sejumlah proyek unggulan seperti jalan tol dan kilang pembangkit listrik diperkirakan akan menyerap masing-masing Rp 7 triliun dan Rp 5,8 triliun. Sektor telekomunikasi akan menyedot Rp 3,5 triliun. Sektor konstruksi, perumahan, dan pelabuhan laut dan udara masing-masing akan menyerap Rp 2,3 triliun.
Saat ini, peringkat kredit terbaik untuk proyek infrastruktur adalah sektor telekomunikasi. Setelah itu sektor pembangkit listrik, meskipun masih terkendala oleh masalah tarif. "Ke depan, perbankan mengharapkan penetapan tarif listrik tidak terlalu dibatasi," kata Tjahjana. Beberapa proyek jalan tol juga bagus, tapi masih menghadapi kendala pembebasan tanah.
PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) juga telah melepas kredit di sektor infrastruktur, seperti telekomunikasi dan jalan tol. Menurut Direktur Keuangan BCA, Jahja Setiamihardja, tahun depan BCA mencadangkan dana kredit sekitar Rp 8 triliun-10 triliun. "Dari jumlah itu, 10 sampai 15 persen dialokasikan untuk proyek infrastruktur," katanya.
Bank Mandiri lain halnya. Meski bank ini optimistis dapat mendukung pembiayaan proyek infrastruktur, Presiden Direktur Bank Mandiri Tbk., E.C.W. Neloe, rupanya sangat berhati-hati. Soalnya, Mandiri harus memproyeksikan batas maksimum penyaluran kredit (BMPK) dan rasio penyaluran kredit (loan-to-deposit ratio). "Pelanggaran terhadap BMPK itu kriminal, lho," kata Neloe.
Bank Mandiri berpengalaman di sejumlah proyek berbasis sumber daya alam, pembangkit listrik, dan jalan tol. Namun, ke depan, bank ini juga akan mencoba proyek infrastruktur lain yang layak dibiayai, seperti pelabuhan udara. "Contohnya bandara di Makassar," kata Neloe. "Kami berminat membiayai proyek ini, meski belum berpengalaman, karena proyeknya bagus."
Potensi pembiayaan perbankan, diakui Raden Pardede, cukup besar. Bisa mencapai Rp 180 triliun-200 triliun dalam lima tahun ke depan. Namun, menurut Ketua Tim Penyusun Skema Pembiayaan Proyek Infrastruktur itu, mengakses dana ke pembiayaan infrastruktur tidak mudah. "Sebab, bank harus menganalisis proyek yang memang betul-betul layak dibiayai," katanya.
Proyeksi kebutuhan pembiayaan infrastruktur lima tahun ke depan, menurut Raden, bisa lebih dari Rp 675 triliun. Kebutuhan dana itu tentu tak bisa hanya mengandalkan perbankan, tapi juga investasi asing dan dana pemerintah. Untuk proyek yang tidak bankable, kata Raden, pemerintah harus bekerja keras agar bisa memasok kebutuhan dana itu dalam anggaran pembangunan.
Menurut Raden, pemerintah bisa saja menerbitkan surat utang untuk membiayai proyek tidak bankable itu. Tapi ini alternatif terakhir. Sebab, pengaruh penerbitan surat utang pemerintah bisa mengurangi sumber pembiayaan swasta. Ketersediaan dana pemerintah dan perbankan, kata Raden, memang harus menjadi pemicu pembangunan infrastruktur.
Sejauh ini, baru proyek jalan tol sepanjang 1.593 kilometer yang sudah siap konsepnya. Adapun konsep proyek lain seperti rel kereta api, pembangkit listrik, pelabuhan udara dan laut, instalasi air minum, dan perumahan sedang disusun bersama sejumlah perusahaan negara terkait. Tim penyusun skema pembiayaan infrastruktur juga membuat peta pembiayaan bersama lembaga keuangan bank dan nonbank, termasuk Bank Dunia dan pelaku pasar modal. "Kami diberi tugas dua minggu untuk menyelesaikan. Berarti minggu ini sudah harus selesai," kata Raden.
Taufik Kamil
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo