Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA di Menara Global, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, terasa tegang, Selasa pekan lalu. Sejumlah petugas, baik yang berseragam satuan pengamanan maupun yang bersetelan safari, nanap memelototi gerak-gerik pengunjung. Ada ancaman bom? Ternyata tidak.
Ketegangan di kantor pusat Bank Global itu dipicu oleh kedatangan sejumlah nasabah bank yang sedang gundah. Mereka hendak meminta penjelasan direksi karena sudah sepekan tak bisa mencairkan dana?berupa reksadana Prudence Dana Mantap maupun deposito berjangka?yang telah jatuh tempo.
Yudi Tjandramulia, nasabah dari cabang Tanah Abang, termasuk yang memendam kecewa. Dia memiliki deposito yang jatuh tempo 22 November lalu. Sesuai dengan ketentuan, secara otomatis bank memperpanjang simpanan itu sebulan hingga 22 Desember mendatang. Tapi, lantaran mendengar ribut-ribut di Bank Global, Yudi ingin mencairkan depositonya kendati harus terkena denda.
Bukannya mengabulkan permintaannya, karyawan Bank Global yang ditemuinya justru menawarkan untuk memperpanjang waktu penyimpanan depositonya hingga 3 Januari tahun depan. Yudi menampik tawaran itu. Namun, setelah bersitegang urat leher, ia harus menyerah. ?Akhirnya deposito saya diperpanjang hingga 22 Desember,? ujarnya dengan nada pasrah kepada Padjar Iswara dari Tempo.
Nasabah lain, sebut saja Tina, mengaku ingin mencairkan reksadana Prudence Dana Mantap senilai Rp 700 juta, yang jatuh tempo pada 22 November. Namun, lagi-lagi Bank Global ?memaksa? memperpanjang masa penyimpanan hingga sebulan. ?Kami inginnya cair saat itu, tapi mau bagaimana lagi?? katanya.
Nah, Selasa pekan lalu itu manajemen Bank Global akhirnya menyediakan waktu bertemu para nasabah. Kesempatan itu tak disia-siakan 20-an nasabah yang sudah menyatroni Menara Global sejak pagi. Menjelang siang, berlangsunglah pertemuan di lantai dua gedung tersebut.
Pertemuan yang dijembatani Mira Stefani, pengacara dari kantor hukum V.B. Laiskodat, S.H., berlangsung panas bin tegang. Manajemen menjelaskan bank dalam kondisi sehat. Akan halnya duit nasabah yang belum bisa ditarik, manajemen bilang karena ada masalah administrasi, bukan lantaran bank tak punya dana. Namun, nasabah menuntut kepastian, kapan pembayaran dilakukan. ?Tanpa kepastian,? kata Tina, ?kami merasa tak aman.?
Lantaran menyangkut reksadana?sebuah produk pasar modal?Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sontak turun tangan. Mereka melayangkan surat panggilan kepada manajemen Bank Global untuk meminta penjelasan. Tapi, yang dipanggil belum kunjung datang. ?Kalau tak datang juga, kami langsung periksa,? kata penjabat Kepala Bapepam, Darmin Nasution.
Hari itu juga petugas Bapepam mendatangi kantor PT Prudence Asset Management yang menerbitkan reksadana Prudence Dana Mantap. Namun, di kantor yang terletak di Gedung Gajah, Jalan Dr. Saharjo Blok AQ lantai 1, Jakarta, petugas Bapepam tak menemukan satu pun staf perusahaan. Pengawasan pun tak ayal langsung diperketat.
Kepala Biro Pengelolaan Investasi dan Riset Bapepam, Freddy Saragih, mengatakan sudah mengirim surat kepada direksi Prudence dan bank kustodiannya, yaitu Deutsche Bank. ?Kami telah meminta bank kustodian tak melakukan transaksi apa pun terkait reksadana itu,? ujarnya kepada Budi Riza dari Tempo.
Dalam catatan Bapepam, nilai aktiva bersih Prudence Dana Mantap saat ini sekitar Rp 1.087, naik sedikit ketimbang nilai awalnya yang Rp 1.000. Adapun total nilai aktiva bersihnya lebih dari Rp 10 miliar. Pada saat menawarkan produknya, Bank Bukopin dan PT Uni Sekurindo bertindak sebagai sponsor. ?Masing-masing menyetor Rp 5 miliar,? kata Freddy. Uni Sekurindo tak lain pemegang 99 persen saham Prudence Asset Management.
Prudence Dana Mantap sendiri merupakan jenis reksadana berpendapatan tetap. Karena itu, dana kelolaan diinvestasikan pada instrumen surat utang, antara lain obligasi Bank Global, Telkom, dan beberapa instrumen surat berharga lainnya.
Perkembangan terbaru menyangkut reksadana itu ternyata cukup mengejutkan. Freddy mengaku sudah mendapat penjelasan dari jajaran direksi Prudence bahwa mereka tak pernah menjual produk reksadananya lewat Bank Global. Penelusuran Bapepam pun menemukan reksadana itu hanya memiliki lima pemegang unit penyertaan. Dua di antaranya adalah sponsor, yaitu Bank Bukopin dan Uni Sekurindo. Tiga lainnya merupakan pemegang unit biasa.
Kor senada diperdengarkan Direktur Utama Bank Global, Irawan Salim. ?Kami sama sekali tak menjual produk Prudence seperti diklaim beberapa orang yang mengaku nasabah Bank Global,? katanya kepada Heri Susanto dari Tempo. Menurut dia, Bank Global hanya menerbitkan obligasi yang tercatat di Bursa Efek Surabaya.
Pengakuan serupa disampaikan Irawan kepada otoritas Bursa Efek Jakarta (BEJ). ?Dirut Bank Global bilang kepada kami, yang menjual Prudence kepada nasabah Bank Global adalah oknum,? kata Direktur Utama BEJ, Erry Firmansyah. Di sisi lain, nasabah ngotot mengaku membeli reksadana itu melalui Bank Global.
Seorang nasabah Bank Global cabang Kelapa Gading dan Puri Indah, seperti dikutip Koran Tempo, meminta manajemen tak lepas tangan dan mencari kambing hitam. ?Ini jelas-jelas dijual Bank Global, kok. Coba cek, tak ada bank lain yang menjual Prudence,? ujar seorang nasabah yang tak mau disebut namanya.
Nasabah itu menunjukkan blanko reksadana Prudence miliknya. Pada lembar atas ada logo bertulisan ?Prudence Asset Management?. Di bawahnya ada nomor produk dan nama pemilik beserta alamatnya. Di samping kanan blanko produk tertera tanggal penempatan dana, tingkat pengembalian, dan jangka waktu produk. Di bagian bawah ada catatan yang menyebutkan: nota ini adalah bukti penempatan investasi yang dilakukan secara elektronik dan ditandatangani.
Sampai di sini, sejumlah pertanyaan nakal mencuat ke permukaan. Bila Bank Global bersikukuh mengaku tak menjual reksadana Prudence, apakah berarti blanko reksadana yang dimiliki nasabahnya palsu? Mengapa pula manajemen Bank Global masih menjanjikan kepada Tina untuk membayar reksadana itu asal ia memperpanjang selama sebulan?
Yang jelas, duit yang sudah disetor para nasabah untuk membeli reksadana tampaknya tak pernah sampai kepada manajer investasi Prudence. Lalu, ke mana duit itu berputar? Awan kelabu yang menyelimuti Bank Global mulai terkuak setelah muncul pernyataan tegas dari bank sentral. ?Sesuai dengan rapat dewan gubernur, Bank Global sudah masuk pengawasan khusus,? ujar Kepala Biro Gubernur Bank Indonesia, Rizal A. Djafaara.
Ini tamparan kedua buat Bank Global. Sebelumnya, Pusat Pengkajian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mencapnya sebagai bank yang tak kooperatif karena tak pernah melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan. Sumber Tempo mengatakan, Bank Global masuk karantina sejak akhir Oktober lalu karena rasio kecukupan modalnya (CAR) anjlok drastis.
Sampai September lalu, Bank Global masih melaporkan CAR-nya 44,8 persen. Namun, hanya berselang sebulan, CAR itu sudah merosot jauh di bawah syarat minimal yang ditetapkan BI, yaitu delapan persen. ?Bank ini sedang sakit,? kata Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Aulia Pohan.
Lantaran perubahan yang terlalu cepat, BI bahkan sudah menugasi petugas Unit Khusus Investigasi Perbankan (UKIP) untuk menelisik Bank Global. Kalangan perbankan mafhum, bila petugas UKIP sudah turun tangan, itu berarti ada aroma kriminal dalam tubuh bank tersebut.
Sesuai dengan ketentuan BI, bank yang masuk dalam karantina akan diberi waktu enam bulan untuk menambah modal, melakukan perbaikan, dan mengganti dewan komisaris serta direksi. Bila gagal, pemilik lama akan diminta menjual sahamnya dan menyerahkan pengelolaan ke pihak lain.
Irawan semula membantah banknya masuk pengawasan khusus dan CAR-nya anjlok hingga di bawah delapan persen. Namun, belakangan ia mengaku akan memanfaatkan waktu yang tersedia untuk menambah modal. Caranya? Dengan menerbitkan saham baru sebesar Rp 500 miliar dan obligasi subordinasi senilai Rp 400 miliar. Tambahan dana Rp 900 miliar itu, menurut Irawan, bisa membuat CAR banknya bertahan di kisaran 30-40 persen.
Tapi upaya Irawan itu diragukan berhasil. ?Tak ada investor yang akan mau membeli saham dan obligasinya,? kata praktisi pasar modal, Yanuar Rizky. Bahkan cara menambah modal seperti itu, menurut Yanuar, sangat tak etis. Soalnya, 75 persen saham Bank Global ada di tangan publik. Dengan melakukan right issue dan menerbitkan surat utang, manajemen membebankan masalah Bank Global kepada publik.
Satu-satunya jalan yang paling masuk akal adalah pengunduran diri Irawan Salim dan penjualan sahamnya kepada orang lain. Kalau tidak, lebih baik BI menutup Bank Global sebelum menimbulkan kerugian lebih besar. Namun, pagi-pagi Aulia Pohan sudah mengatakan proses menutup bank sangat berbelit-belit dan makan biaya besar. ?Pemerintah lagi tak punya duit. Tolonglah dulu diselamatkan,? katanya. Jadi, Bank Global mungkin masih bisa bernapas lebih panjang?entah para nasabahnya.
Nugroho Dewanto, Stepanus S. Kurniawan, Yandi M. Rofiyandi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo