PEGAWAI negeri, pensiunan, tentara, polisi, sampai petani pekan-pekan ini sedang diliputi kegembiraan yang luar biasa. Tunjangan guru naik setengahnya, gaji pegawai negeri, tentara, polisi, dan pensiunan naik 10 persen, dan uang lauk-pauk untuk polisi serta tentara juga naik. Para petani pun kebagian berkah kemerdekaan dengan lonjakan subsidi pupuk sampai lebih dari lima kali lipat. Guru dan tenaga medis di daerah akan mendapatkan tunjangan perbaikan penghasilan. Semua kenaikan ini akan diberlakukan mulai awal Januari tahun depan—kecuali tunjangan guru, yang sudah akan diterapkan Oktober ini. "Kita sudah menunggu lama, apalagi kenaikan tunjangan dimajukan," kata Nurul Chotimah, guru SMPN di Probolinggo, Jawa Timur.
Anak-anak juga bergembira karena anggaran pendidikan naik hampir 20 persen. Penganggur pun sudah boleh berharap karena pemerintah akan mengangkat puluhan ribu guru, tenaga medis, polisi, dan tentara baru. Pendek kata, tak ada yang tak bergembira ketika Indonesia memperingati kemerdekaannya yang ke-57. Harapan yang membuncah itu diembuskan Presiden Megawati Sukarnoputri dari Gedung MPR/DPR di Senayan ketika menyampaikan pidato pengantar Rancangan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2003, Jumat pekan lalu. Mereka yang hadir di Senayan, termasuk anggota DPR, langsung bertepuk tangan gemuruh begitu Megawati tiba sampai pada bagian tersebut.
Bisa jadi itulah gambaran paling menarik dari pidato Megawati selama 45 menit. Rancangan APBN 2003 sebenarnya penuh dengan keprihatinan. Banyak pihak yang sedari awal menduga bahwa pemerintah tak akan mampu mencapai target yang dipatok dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004. Dan kekhawatiran itu memang terbukti. Target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam Propenas untuk tahun 2003 adalah 14,8 persen, tapi dalam RAPBN 2003 cuma 13,3 persen. Selisih nominalnya sangat berarti karena hampir mencapai Rp 39 triliun atau setara dengan pembiayaan pembangunan rupiah. Angka defisit juga bergeser agak signifikan, yakni dari 0,7 persen menjadi 1,3 persen atau dua kali lipat dari target.
Sejumlah ekonom juga mengkritik pemerintah yang terlalu yakin bahwa perekonomian nasional tahun depan akan jauh lebih bagus ketimbang tahun ini. Bekas Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mempertanyakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang lima persen. "Dari mana angka itu? Jangan-jangan Presiden tidak diberi input yang benar oleh anak buahnya," kata Rizal. Padahal semua orang tahu bahwa Amerika Serikat dan Jepang tengah melakukan konsolidasi. Dradjad H. Wibowo menambahkan bahwa menurunnya ekspor akan mengurangi produksi dan daya tampung tenaga kerja, dan pada gilirannya akan menurunkan konsumsi. "Semuanya berujung pada pertumbuhan ekonomi," tutur ekonom Indef yang rajin mengamati kebijakan pemerintah ini.
Di tengah keprihatinan seperti itu, kenaikan gaji pegawai negeri, polisi, tentara, dan pensiunan jelas menjadi penawar yang melegakan. Tahun lalu pemerintah sama sekali tidak menaikkan gaji pegawai negeri, tentara, dan polisi. Rizal, yang juga menjadi Menteri Keuangan di zaman Presiden Abdurrahman Wahid, menilai bahwa kebijakan tersebut sudah tepat. "Sudah seharusnya. Jika itu tidak dilakukan, mereka cenderung menjadi partisan, terutama di daerah konflik," katanya mendukung. Ketua Panitia Anggaran DPR RI, Abdullah Zainie, melihat hal yang sama. "Subsidi pupuk memang selayaknya dinaikkan karena tahun ini produksi turun akibat kelangkaan pupuk," ujarnya.
Tapi apakah pemerintah bisa merealisasikannya? Di atas kertas jelas bisa karena sudah dianggarkan. Namun banyak kalangan yang ragu apakah pemerintah akan mampu mencapai target pendapatan negara seperti yang sudah direncanakan. Setidaknya keraguan itu muncul dari sektor pajak. Target pajak penghasilan (PPh) nonmigas digenjot lebih dari 26 persen menjadi Rp 112,15 triliun. Di tengah perekonomian yang masih naik-turun, target ini bisa jadi terlalu optimistis. Apalagi sejumlah sektor seperti industri sepatu, garmen, dan permebelan mulai dilanda gelombang penutupan pabrik. "Jangan kaget jika pemerintah nanti seperti berburu di kebun binatang," kata Dradjad. Mereka yang selama ini rajin membayar pajak akan diuber-uber.
Abdullah Zainie yakin bahwa pemerintah akan mencapai target. Bahkan anggota Fraksi Golkar ini yakin pemerintah masih bisa menggenjot penerimaan pajak lebih tinggi lagi. Menurut dia, rasio penerimaan pajak dibanding PDB yang 13,3 persen masih bisa ditingkatkan sampai 13,5-14 persen atau bisa dinaikkan sampai Rp 283 triliun. Target pemerintah dalam rencana anggaran tahun depan baru Rp 261 triliun. Selain itu, harga minyak juga terlalu rendah. Dia melihat ada kemungkinan harga patokan minyak bisa dinaikkan US$ 1,5-2 per barel. Ini akan menambah pendapatan pemerintah sekitar Rp 6 triliun. Pemerintah juga bisa mendapatkan kenaikan pendapatan dari dana reboisasi asalkan bisa menekan penebangan liar. "Secara teoretis, mestinya pemerintah bakal bisa memenuhi targetnya," katanya. Total jenderal, setidaknya pemerintah bisa memperoleh tambahan pendapatan sekitar Rp 30 triliun, tentu dengan catatan pemerintah harus siap bekerja keras.
Namun dia mengingatkan bahwa anggaran pembangunan toh masih sangat kecil. "Kenaikan yang ada kebanyakan di belanja rutin seperti kenaikan gaji," katanya. Dalam rancangan anggaran tahun depan, pengeluaran pembangunan hanya Rp 54,5 triliun atau cuma naik empat persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut Zainie, seharusnya anggaran pembangunan bisa dinaikkan lebih tinggi lagi. Angka proporsinya terhadap PDB juga masih separuh dari yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional, yang seharusnya sudah lima persen pada tahun 2003. Rizal kembali menyalahkan besarnya pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri, yang mencapai hampir Rp 81 triliun atau 4,1 persen dari PDB.
Pemerintah sebetulnya sudah berusaha mengurangi beban utang dalam negeri, antara lain dengan menggunakan dana Sisa Anggaran Lebih (SAL) untuk membeli utang dalam negeri senilai Rp 8,5 triliun. Selain itu, pemerintah sudah mencapai kesepakatan dengan BI dalam penyelesaian bantuan likuiditas Bank Indonesia. Jika kesepakatan ini disetujui DPR, pemerintah akan terbebas dari pembayaran bunga obligasi pemerintah, yang kini nilainya sekitar Rp 134,5 triliun. Namun upaya ini dinilai beberapa pihak belum cukup. "Pemerintah tak akan bisa memecahkan masalah anggaran pembangunan jika tidak ada terobosan soal utang," kata Rizal. Dradjad pun sepakat. Menurut dia, pemerintah cuma memindahkan beban ke belakang, bukan mengurangi beban itu.
Jadi, dibolak-balik dengan cara apa pun, tampaknya pemerintah harus serius menyelesaikan utang dalam negeri karena penyelesaian utang luar negeri agaknya sudah berjalan di jalur yang tepat. Setidaknya, dengan mengurangi defisit anggaran, otomatis pemerintah juga mengurangi pinjaman luar negerinya. Tahun depan, misalnya, Indonesia berencana hanya meminjam Rp 26,1 triliun (US$ 3 miliar dengan kurs Rp 8.700). Bandingkan dengan tahun lalu, yang masih mencapai Rp 35,4 triliun. Jika Paris Club masih bisa dilanjutkan, penyelesaian utang luar negeri akan makin cepat. Karena itu, parlemenlah yang mesti mendorong pemerintah untuk segera mencari terobosan yang cespleng agar persoalan utang dalam negeri ini bisa segera dibereskan.
M. Taufiqurohman, Agus S. Riyanto, Rommy Fibri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini