BADAI krisis tengah menerpa bisnis asuransi di Indonesia. Setelah kasus pemailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang menghebohkan pertengahan Juni lalu, bisnis asuransi kembali menjadi sorotan. Pekan lalu, pemerintah menyatakan akan segera menutup sembilan perusahaan asuransi karena kinerjanya yang jeblok. Perusahaan asuransi tersebut?di antaranya Namura Tata Life, Buana Putra, Nasabah Life, dan Berkah Harapan Sentosa?rupanya kehabisan modal. "Keuangan mereka tak mungkin tertolong lagi," ujar Firdaus Djaelani, Direktur Asuransi Departemen Keuangan, Senin pekan lalu.
Pemerintah memang tengah gencar melakukan penyehatan bisnis asuransi dengan mewajibkan perusahaan asuransi mencapai risk base capital (RBC) minimum 75 persen sebelum akhir tahun ini. Lewat Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 491/1999, perusahaan asuransi diharuskan meningkatkan RBC secara bertahap. Bila pada 2004 tak tercapai RBC 120 persen, "Pasti akan dilikuidasi," ujar Firdaus.
Sementara itu, kalangan perusahaan asuransi merasa target pencapaian RBC tersebut terlalu berat. Iklim usaha yang masih lesu membuat investor tak berani menyuntikkan modal besar. Akibatnya, "Banyak perusahaan yang tak akan memenuhi RBC minimal," ujar Hotnobar Sinaga, Ketua Dewan Asuransi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini