Semula, banyak kalangan menyebut tahun 2001 sebagai tahun penuh harapan. Tumbangnya pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dari partai minoritas dan naiknya Megawati Sukarnoputri pada akhir Juli, yang didukung oleh kalangan Islam, membuat banyak pihak yakin bahwa separuh jalan untuk memulihkan perekonomian sudah ada di depan mata. Hubungan yang buruk antara eksekutif dan legislatif bakal hilang sehingga pemerintahan akan jauh lebih efektif. Dukungan dari akar rumput (grass root) juga kuat. Besarnya harapan itu terlihat dari menguatnya rupiah sampai kisaran Rp 8.500 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menyentuh Rp 12.000 ketika pendukung Presiden Abdurrahman hendak "menyerbu" Jakarta pada akhir April.
Sayangnya, harapan yang begitu tinggi itu terpatahkan di tengah jalan. Kurs rupiah kembali memburuk. Kurs rata-rata sepanjang tahun ini mencapai Rp 10.200 per dolar, jauh lebih lemah ketimbang tahun lalu, yang masih berada di posisi Rp 8.400. Tingkat suku bunga juga tak kunjung turun. Sudah sejak Juli lalu, suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) jangka satu bulan terus bertengger di atas 17 persen. Harga barang terus melonjak sehingga inflasi kembali menembus 10,76 persen pada November lalu, setelah dua tahun berturut-turut bisa ditekan di bawah 10 persen. Akibatnya, Indonesia harus menghadapi krisis anggaran yang akut. Revisi anggaran sampai dilakukan dua kali. Satu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain faktor internal, kondisi Indonesia diperburuk oleh tragedi serangan 11 September 2001, yang meruntuhkan dua menara kembar World Trade Center di New York dan Pentagon di Washington, DC. Kondisi perekonomian Indonesia kian buruk setelah AS melakukan serangan balasan ke Afganistan. Demonstrasi di depan Kedubes AS dan sweeping terhadap warga AS di Indonesia membuat banyak investor asing kembali menempatkan Indonesia dalam daftar tunggu. Tidak mengherankan jika pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 3,5-4 persen. Itu jauh di bawah perkiraan banyak pihak, yang rata-rata mencapai 4,5-4,7 persen.
M. Taufiqurahman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini