Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kenaikan harga bahan pangan dipengaruhi biaya logistik dan energi.
Perang Rusia-Ukraina membuat harga energi kian melambung.
Kelangkaan kontainer turut mengganggu aktivitas perdagangan.
JAKARTA — Kenaikan harga pangan tak terlepas dari peningkatan biaya logistik dan kenaikan harga energi global. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan, mengungkapkan bahwa perang Rusia-Ukraina berdampak luas terhadap harga komoditas energi dan pangan. Suplai sejumlah bahan pangan impor terganggu, antara lain gandum dan kedelai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Suplai yang terganggu menyebabkan kenaikan harga, mengingat gandum merupakan produk pangan yang tidak elastis dari sisi permintaan," ujar Kasan kepada Tempo, kemarin, 2 Maret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imbas dari harga energi yang mahal juga tecermin dari aktivitas rantai pasok global, yang menyebabkan biaya logistik menjadi semakin mahal. Kelangkaan kontainer juga menjadi isu yang turut menghantui aktivitas perdagangan dunia. Kasan menuturkan, untuk memastikan aliran perdagangan tak terhambat, kelancaran pasokan kontainer dan ketersediaan kapal pengangkut menjadi perhatian utama pemerintah.
“Kementerian Perdagangan terus berkoordinasi dengan pelaku ekspor-impor, perusahaan pelayaran, dan kementerian/lembaga terkait untuk memonitor ketersediaan kapal dan kontainer,” kata Kasan.
Menurut Kasan, fenomena kelangkaan kontainer dirasakan oleh seluruh negara, bukan hanya Indonesia. Dengan pengawasan dan penguatan sistem logistik regional, ucap dia, Indonesia diharapkan mampu memitigasi gangguan yang terjadi pada rantai pasok global, baik yang disebabkan oleh konflik maupun pandemi Covid-19.
Kontainer di JICT Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 16 Juni 2021. Tempo/Tony Hartawan
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan kenaikan harga bahan pangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir dilatarbelakangi oleh konflik geopolitik, khususnya antara Rusia dan Ukraina. "Harga energi sudah dari sebelum perang naik. Sekarang ditambah perang, harganya semakin naik," ujarnya. Presiden mencontohkan harga minyak dunia yang sudah berada di atas US$ 100 per barel, melesat dalam waktu singkat dari sebelumnya di kisaran US$ 50-60.
Berikutnya, kelangkaan kontainer yang tak diperkirakan sebelumnya turut mengganggu aktivitas perdagangan dan rantai pasok global. “Kalau harga kontainer naik, harga barang juga akan ikut naik. Artinya, konsumen akan membeli dengan harga lebih mahal,” ucap Jokowi. Seluruh isu tersebut, kata dia, perlu diwaspadai dan diatasi agar tak menimbulkan efek berantai.
Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia, Benny Soetrisno, membenarkan bahwa kelangkaan kontainer menyulitkan para eksportir dan importir. Ketersediaan kapal angkut yang belum cukup memadai juga memicu kenaikan biaya logistik. “Kami berupaya agar biaya yang lebih mahal itu dipikul oleh penjual dan pembeli sehingga, ketika sampai ke konsumen akhir, kenaikan harganya tidak terlalu besar,” ujar Benny.
Di tengah situasi yang tak kondusif ini, pelaku usaha mengharapkan perbaikan dan penyederhanaan dalam proses pembuatan dokumen impor maupun ekspor, sehingga dapat membantu menurunkan biaya di pelabuhan laut maupun udara.
Sementara itu, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, Subandi, mengatakan, selain kelangkaan kontainer, pelaku usaha masih dibebani biaya yang tak transparan atau pungutan liar di agen pelayaran maupun pelabuhan. “Perlu keseriusan pemerintah untuk mengendalikan biaya yang semena-mena dan tidak jelas layanannya. Terlebih kami pemilik barang tidak tahu apakah kelangkaan kontainer itu benar-benar ada atau hanya akal-akalan untuk menaikkan biaya,” kata Subandi.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo